Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

MAKALAH TAFSIR SURAH AN NISA AYAT : 63 BAHASA KOMUNIKASI


MAKALAH
TAFSIR SURAH AN NISA AYAT : 63
BAHASA KOMUNIKASI
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir pada semester IV
Dosen pengampu :Ali Mahfudz, S.Th.I.,M.S.I.




Disusun oleh :
IDHOH MUNTAFINGATUR ROFIQOH
Nim : 1631043

PRODI ILMU QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSITUT AGAMA ISLAM NAHDLOTUL ULAMA
KEBUMEN
TAHUN AKADEMI 2018/2019


KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Al-Hamdulillah kita haturkan kepada Allah Subhanahuwata’ala yang senantiasa melimpahkan nikmat, taufiq, dan hidayahNYA, Kepada kita berupa kesehatan jasmani dan rohani, iman dan islam. Sholawat serta salam semoga terus tercurahkan kepada  Nabi Agung Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Semoga atas bacaan sholawat kita mendapatkan Asy-Syafa’atu al-‘udlma dihari kebangkitan, Dimana orang-orang tidak ada yang duduk manis (hari kiamat).
Tidak lupa Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Ali Mahfudz, S.Th.I.,M.S.I.selaku Dosen pembimbing mata kuliah ilmu tafsiryang senantiasa sabar dan tulus membimbing Mahasiswa terutama kelas Ushuluddin dan Dakwah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu mohon bantuan saran dan kritik dari para pembaca apabila dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangandan kesalahan dalam penulisan makalah.
Wassalamu‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh

                                                                                   




                                                                        Kebumen, 10 Desember 2017


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Komunikasi dibedakan menjadi dua, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non verbal.mengingat luasnya ruang lingkup komunikasi, di sini kami hanya memfokuskan pada komunikasi verbal, yakni bentuk komunikasi yang menggunakan simbol-simbol bermakna dan berlaku umum dalam proses komunikasi.           
  Seorang da’i dengan tugas da’wahnya mengajak orang lain kepada Allah agar taat beribadah kepadaNya. Aktivitas dakwahnya sangat didominasi oleh penyampaian kata-kata, sebab sasaran yang hendak dituju adalah akal manusia itu sendiri. Ia harus memperhatian perkataan-perkataanya. Ada beberapa perkataan yang harus diperhatikan oleh seorang da’i, seperti kalimat yanag lembut, kalimat yang agung, kalimat yang berkualitas, kalimat efektif. Hal tersebut agar para dai’i dapat menyesuaikan perkataan yang bagaimana saat berda’wah kepada mad’unya, sehingga tidak ada kesalahpahaman satu sama lain.           
  Kata-kata mempunyai kekuatan yang luar biasa. Ada istilah lidah lebih tajam daripada pedang. Sering terjadi perang/kekacauan akibat kata-kata. Begitupula sebaliknya, perang dapat dihentikan dengan secarcik kertas surat perdamaian dengan menggunakan kata-kata yang lebih indahdidengar. Di sini, kami mengambil matode dakwah dari Qur’an Surat An-Nisa ayat 63, yangmenyatakan bahwa dalam berdakwah kita harus menggunakan qaulan Balighan, yang artinya menggunakan bahasa yangmenyentuh/membekas pada hatinya. Atau dalam bahasa komunikasi biasa disebut dengan komunikasi efektif.
B.     Rumusan Masalah
 Dari latar belakang yang telah disampaikan, di sini kami mengambil beberapa rumusan masalah yang akan dibahas, yaitu:    
1.      Bagaimana metode dakwah dalam QS An-nisa ayat 63?     
2.       Apa saja kriteria pesan yang disampaikan dalam QS. An-Nisa ayat 63?     
3.       Siapa mad’u dalam QS. An-Nisa ayat 63?     
4.       Bagaimana teknis pelaksanaan metode dakwah qawlan balighan menurut QS. An-Nisa ayat 63?
C.     Tujuan Masalah
 Setelah merumuskan masalah, maka kita akan mengambil tujuan dari permasalahan yang akan dibahas, yaitu:
1.      Mengetahui metode dakwah dalam Q.S An-Nisa ayat 63
2.      Mengetahui kriteria pesan yang disampaikan dalam QS. An-Nisa ayat 63
3.      Mengetahui mad’u dalam QS.An-Nisa ayat 63
4.      Mengetahui bagaimana teknis pelaksanaan metode dakwah qawlan balighan menurut QS. An-nisa ayat 63?

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latincommunication, dan bersumber dari kata commmunis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Jika dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi akan berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yangdipercakapkan. Kesamaan bahasa yang digunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa percakapan tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya selain mengerti bahasa yang digunakan juga mengerti makna dari bahan yangdipercakapkan.            
Akan tetapi, pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas mengandung arti bahwa komunikasi itu minimal harus mengendung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain.[1]         
 Pada zaman modern, Wilbur Schrammframe, seorang ahli komunikasi kenamaan, dalam karyanya, “Communication Research in the United State” menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang pernah diperoleh komunikan. Menurutnya, bidang pengalaman (field of exferience) merupakan faktor yang penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila pengalaman komunikan tidak sama dengan pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain.[2]
Komunikasi baru efektif bila komunikatormenyesuaikan pesannya dengan kerangka rujukan dan medan pengalaman komunikannya.Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1974:9-13), komunikasi yang efektif paling tidak ditandai oleh lima hal[3], yaitu:
a.       Pengertian Yaitu penerimaan yang cermat dari isi stimulus seperti yang dimaksud oleh komunikator.
b.      Kesenangan Komunikasi juga dilakukan untuk mengupayakan agar orang lain merasa apa yang disebut analisis transaksional.
c.       Memengaruhi sikap Komunikasi juga dilakukan untuk memengaruhi sikap seseorang seperti orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.
d.      Hubungan sosial yang baik Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik.
 e.       Tindakan Komunikasi untuk memengaruhi sikap (persuasi) juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dikendaki.




















BAB III
PEMBAHASAN
A.     Metode Dakwah QS. An-Nisa : 63
QS. An-Nisa : 63
       (63)بليغاقولاانفسهمفيلهموقلوعظهمفاعرضعنهمقلوبهمفيمااللهيعلمالذيناولئك
“mereka itu adalah orang-orang yangAllah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada meraka perkataan yang membekas pada diri mereka.” (Q.S An-Nisa:63)[4]
Ø  Arti per ayat
اولئك : mereka itu                      الذين : orang-orang yang           يعلم : mengetahui
الله         : Allah                         ما          : apa                             في         : di dalam
قلوبهم : hati mereka                   فاعرضعنهم: maka berpalinglah وعظهم : dan berilah mereka peljran
وقل       : dan katakanlah          لهم         : kepada mereka          انفسهم : jiwa mereka
قولا       : perkataan                   بليغا       : berbekas
Ø  Asbabun Nuzul


Ø  Tafsiran Ayat
قلوبهمفيمااللهيعلمالذيناولئك
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka..”     
 Mereka adalah orang-orang munafik, Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka, dan kelak Allah akan memberikan balasan terhadap mereka atas hal tersebut. Karena sesungguhnya tidak ada sesuatupun yang tersembunyibagi Allah. Karena itu, serahkanlah urusaan mereka kepada Allah, hai Muhammad, sebab Dia Mengetahui lahiriah mereka danapa yang mereka sembunyikan.[5]
            Dalam firman selanjurnya disebutkan:
فاعرضعنهم
“Karena itu, berpalinglah kamu dari mereka..”        
     Maksudnya, janganlah kamu bersikap kasar terhadap kemunafikan yang ada di dalam hati mereka.[6]         
  Kata ْفاعرضعنهمfa a’ridh ‘anhum(berpalinglah dari mereka), terambil dari akar kata yang berarti samping. Ini berarti, perintah itu adalah perintah untuk menampakkan sisi samping manusia, bukan menampakkan muka atau wajahnya. Biasanya, sikap demikian mengandung makna meninggalkan yang bersangkutan, dan makna ini kemudianberkembang sehingga ia bermakna tidak bergaul dan tidak berbicara dengan yang ditinggalkan itu. Ia juga dipahami dalam arti “tinggalkan dan biarkan, jangan jatuhkan sanksi atasnya, atau maafkan dia”.            
Dari sini, perintah tersebut dapat dipahami dalam arti meninggalkan mereka dengan memaafkannya, atau meninggalkan mereka tanpa merasa sedih dengan kelakuan mereka, atau jangan hiaukan keengganan dan kedurhakaan mereka, karena Allah yang akan membalas mereka.

وعظهمdan berilah mereka pelajaran....”            
 Yakni cegahlah mereka dari kemunafikan dan kejahatan yang mereka sembunyikan di dalam had mereka.
بليغاقولاانفسهمفيلهموقل
“dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka...”            
 Nasihatilah mereka dalam semua perkara yang terjadi antara kamu dengan mereka, yaitu dengan perkataan yang membekas dalam jiwa mereka lagi membuat mereka tercegah dari niat jahatnya.[7]
كفرهمعناليرجعوازجرهمايفيهممؤاثر(بليغاقولاانفسهم )
(diri mereka perkataan yang dalam) artinya yang berbekas dan mempengaruhi jiwa, termasuk bantahan dan hardikan agar mereka kembali dari kekafiran.[8]        
 Kata(بليغا) balighan terdiri dari huruf-huruf Bā, Lām, dan Gain. Pakar-pakar bahasa menyatakan bahwa semua kata yang terdiri dari huruf-huruf tersebut mengandung arti sampainya sesuatu ke sesuatu yang lain. Ia juga bermakna “cukup”, karena kecukupan mengandung arti sampainya sesuatu kepada batas yang dibutuhkan. Seseorang yang pandai menyusun kata sehingga mampu menyampaikan pesannya dengan baik lagi cukup dinamai baligh. Mubaligh adalah seseorang yang menyampaikan suatu berita yang cukup kepada orang lain.
            B.     Kriteria Pesan yang Disampaikan Pakar-pakar sastra menekankan perlunya dipenuhi beberapa kriteria sehingga pesan yang disampaikan dapat disebutbalighan,  yaitu[9]:
       Tertampungnya seluruh pesan dalam kalimat yang disampaikan.Kalimatnya tidak bertele-tele tetapi tidak pula singkat sehingga mengaburkan pesan. Artinya, kalimat tersebut cukup, tidak berlebih atau berkurang.Kosakata yang merangkai kalimat tidak asing bagi pendengaran dan pengetahuan lawan bicara, mudah diucapkan serta tidak “berat” terdengar.Kesesuaian kandungan dan gaya bahasa dengan sikap lawan bicara atau orang kedua tersebut boleh jadi sejak semula menolak pesan atau meragukannya, atau boleh jadi telah meyakini sebelumnya, atau belum memiliki ide sedikitpun tentang apa yang akan disampaikan. Kesesuaian dengantata bahasa.
D.    Mad’u Dalam QS. An-Nisa : 63
 Ayat di atas mengibaratkan hati mereka sebagai wadah ucapan, sebagaimana dipahami dari kata :
انفسهمفيfi anfusihim. Wadah tersebut harus diperhatikan, sehingga apa yang dimasukkan ke dalamnya sesuai, bukan saja dalam kuantitasnya, tetapi juga dengan sifat wadah itu. Ada jiwa yang harus diasah dengan ucapan-ucapan halus, dan ada juga yang harus dihentakkan dengan kalimat-kalimat keras atau ancaman yang menakutkan. Walhasil, disamping ucapan yang disampaikan, cara penyampaian dan waktunyapun harus diperhatikan.
 Ada juga ulama yang memahami kata anfusihim dalam arti  menyangkut diri mereka, yakni sampaikan kepada mereka menyangkut apa yang mereka rahasiakan, sehingga mereka mengetahui bahwa hakikat keadaan mereka telah disampaikan Allah kepadamu, wahai Muhammad. Dengan demikian, diharapkan mereka malu dan takut sehingga menginsafi kesalahannya. Bisa juga kata itu dipahami dalam arti; sampaikan nasihat kepada mereka secara rahasia, jangan permalukan mereka di depan umum, karena  nasehat atau kritik secara terang-terangan dapat melahirkan antipati, bahkan sikap keras kepala yang mendorong pembangkangan yang lebih besar lagi.[10]
 Ayat ini diturunkan sebagaimana pada ayat sebelumnya berkenaan dengan seorang lelaki dari kalangan Ansar dan seorang lelaki dari kalangan Yahudi, yang keduanya terlibat dalam suatu persengketaan. Lalu si lelaki Yahudi mengatakan, "Antara aku dan kamu Muhammad sebagai pemutusnya." Sedangkan si lelaki Ansar mengatakan, "Antara aku dan kamu Ka'b ibnul Asyraf sebagai hakimnya."
D.    Teknis pelaksanaan metode dakwah qawlan balighan menurut QS. An-nisa ayat 63
Dari pemaparan-pemaparan di atas mengenai metode dakwah qawlan balighan menurut QS. An-Nisa ayat 63, kita dapat mengetahui bagaimana tahapan-tahapan atau teknis pelaksanaannya, yaitu sebagai berikut:
 Memperhatikan lingkungan dan situasi Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi usaha dalam penyampaian pesan, yakni ruang kehidupan tempat berlangsungnya dakwah dengan menekankan pada aspek “apa” dan “bagaimana” pesan ajaran itu dipertukarkan. Pada dasarnya, dakwah dapat dilaksanakan di manapun.
Namun, agar menyentuh sasaran secara maksimal, pada praktiknya dakwah akan selalu mempertimbangkan suasana fisik dimana dakwah itu dilaksanakan. Karena dengan terlebih dahulu mengetahui lingkungan sekitar sehingga pesan kita dapat langsung sampai kepada mad’u.
Selain faktor lingkungan, memperhatikan situasi juga sama pentingnya. Karena proses dakwah merupakan bagian interal dari situasi sosial yang di dalamnya terkandung makna kultural tertentu, sekaligus menjadi identitas dari setiap aktor yang terlibat di dalamnya. Istilah “kemampuan akal” yang digunakan Rasulullah dalam sabdanya khatibu al-naas ‘ala qadri uqulihim mengisyaratkan keharusan mempertimbangkan faktor budaya dari suatu masyarakat yangmenjadi sasaran utama dakwah. Karena kemampuan akal seseorang sangat berkaitan erat dengan lingkungan budaya yang mengikat kehidupannya.[11]
      Komunikator (da’i) menyesuaikan pembicaraanya dengan komunikan (maudhu). Dalam istilah al-qur’an, berbicara fi anfusihim (tentang diri mereka). sebagaimana ungkapan “billisana qaumihi (menggunakan bahasa kaumnya) yang terdapat dalam QS Ibrahim : 4[12]: ِ
لهمليبينقومهبلسانالارسولمنوماارسلنا
“tidaklah Kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengan bahasa kaumnya”
Dalam istilah sunnah (hadits), ala qadri uqulihim (sesuai dengan kadar akal mereka (kaumnya))[13] yang terdapat dalam sebuah hadits riwayat Muslim yang artinya: “berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar akal (intelektualitas) mereka”Pesan komunikator menyentuh komunikan pada hati dan otaknya sekaligus. Aristoteles pernah menyebut tiga cara yang efektif untuk memengaruhi manusia, yaitu ethos, logos, dan pathos. Dengan ethos (kredibilitas komunikator) kita merujuk pada kualitas komunikator. Dengan logos (pendekatan rasional) kita meyakinkan orang lain tentang kebenaran argumentasi kita. Dengan pathos (pendekatan emosional) kita bujuk komunikan untuk mengikuti pendapat kita.[14]Dalam berdakwah juga seorang da’i harus sefektif mungkin (tidak bertele-tele) dalam menyampaikan dakwahnya dan langsung kepada maksudnya agar bisa langsung dipahami oleh mad’unya dan langsung menyentuh hati dan otaknya sekaligus.























BAB IV
PENUTUP

A.  Kesimpulan Dalam QS.An-Nisa tersebut, metode dakwah yang digunakan adalah menggunakanQaulanBalighan, yaitu menggunakan perkataan yang membekas pada jiwa.Sehingga dalam menyampaikan pesan dakwah langsung sampai kepada hati mad’u tanpa bertele-tele. Selain itu, ada beberapa kriteria pesan yang akan disampaikan agar langsung menyentuh hati dan otak sekaligus. Di manapun kita berada, dalam situasi dan kondisi apapun maka kita harus bisa menyesuaikan perkataan dan gaya bahasa kita dalam berkomunikasi sesuai keadaan dan situasi serta lawan bicara kita.serta tidak akan terjadi kesalahpahaman dalam pemahaman komunikasi yang kita sampaikan dan mereka bisa menerima dan memahaminya.
B.  Saran Untuk menambah wawasan kita dalam memahami qaulan balighan, kita bisa menambahkan atau mencari referensi tafsir lainnya.Bukan hanya saat berdakwah saja kita menggunakan qaulan balighan, tetapi dalam komunikasi sehari-haripun kita harus menggunakannya.


 Bahasa Komunikasi

Dalam Al-Qur’an
ada beberapa قَوْلًا(pola komunikasi)

 قَوْلًا بَلِيْغًا (النِّسَاء : 63)
قَوْلًا سَدِيْدًا (النساء : 9 ، الاحزاب : 7) artinya jelas, jitu, benar, jujur, lurus.
قَوْلًا مَعْرُوْفًا (النساء : 5)artinya ucapan yang baik dan pantas
قَوْلًا كَرِيْمًا (الإسراء : 23)
قَوْلًا مَيْسُوْرًا (الإسراء : 28) perkataan yang mudah
قَوْلًا لَيِّنًا (طه : 44)ucapan yang lemah lembut, konteksnya biasanya saat dakwah
قَوْل الزُّوْر (الحجّ : 30)













DAFTAR PUSTAKA
QS. An-nisa:63
QS. Ibrahim:4 Asep Saepul Muhtadi, 2012.
 Komunikasi Dakwah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Jalaluddin Rakhmat, 2011. Psikologi Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Jalaluddin Asy-Syuyuthi & Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahalliy, 2009.
 Tafsir Jalalain.
Tafsir Ibnu Katsir, juz 5.
 M. Quraish Shihab, 2000.
 Tafsir Al-Mishbah volume 2, Ciputat: Lentera Hati. Mohamad Surya, 2004.
 Konsep-konsep Konseling, Bandung: Pustaka Bani Quraisyi.
Onong Uchjana Effendy, 2011. Ilmu Komunikasi,  Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Themilikita.blogspot.com/2011/06/macam-macam-qawlan.html?m=1




[1] Onong Uhcjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011), hlm.9
[2] Onong Uhcjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011), hlm. 13-14.
[3] Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011), hlm. 13.
[4]QS. An-nisa:63
[5]Tafsir Ibnu Katsir Juz 5, Hlm. 280
[6]Tafsir Ibnu Katsir juz 5, hlm. 280.
[7]Tafsir Ibnu Katsir juz 5, hlm. 281.
[8]Tafsir Jalalain
[9]M. Quraish Shihab, 2000. Tafsir Al-Mishbah volume 2, Ciputat: Lentera Hati, hlm. 468
[10]M. Quraish Shihab, 2000. Tafsir Al-Mishbah volume 2, Ciputat: Lentera Hati, hlm. 469.
[11]Asep Saepul Muhtadi, 2012. Komunikasi Dakwah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, hlm. 52.
[12]QS. Ibrahim : 4
[13]Asep Saepul Muhtadi, Komunikasi Dakwah (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2012), hlm. 8
[14] Themilikita.blogspot.com


Post a Comment for "MAKALAH TAFSIR SURAH AN NISA AYAT : 63 BAHASA KOMUNIKASI"