MAKALAH AGAMA DAN KEBUDAYAAN
MAKALAH
AGAMA DAN KEBUDAYAAN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi-AntropologiAgama pada semester IV
Dosen Pengampu: Muzayyin, M.Hum.
Disusun Oleh:
Kholiliyyatul Mufakhiroh
(1631047)
FAKULTAS USHULUDDIN
PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA KEBUMEN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Agama dan Kebudayaan (system symbol, worldview dan ethos)” ini tepat pada waktunya.
Sholawat dan salam senantiasa kita haturkan kepada Baginda Rasulullah SAW. yang telah membawa kita selaku ummatnya dari zaman jahiliyyah menuju zaman yang penuh dengan nuansa Islami dan zaman yang penuh penerangan ini.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada Dosen Pembimbing yakni Bapak Muzayyin, M.Hum. dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan agar makalah ini mengalami perbaikan ke arah yang lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Kebumen, 21 April 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama dan budaya memang sulit untuk dipisahkan. Masing-masing memiliki keeratan satu sama lain. Namun banyak orang yang masih belum memahami bagaimana menempatkan posisi Agama dan posisi Budaya dalam suatu kehidupan. Banyak masyarakat yang mencampur adukkan antara Agama dan Budaya yang padahal kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat serratus persen disamakan, bahkan mungkin berlawanan.
Oleh karena itu demi terjaganya eksistensi dan nilai-nilai agama sekaligus memberi pengertian, disini penulis hendak mengulas mengenai Apa itu Agama dan Apa itu Budaya. Penulis berharap apa yang ditulis nanti dapat menjadi panduan pembaca dalam mengaplikasikan serta dapat membandungkan antara Agama dan Budaya.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat di ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu agama dan apa itu kebudayaan?
2. Bagaimana hubungan antara agama dan kebudayaan itu?
3. Bagaimana Agama dan kebudayaan sebagai sistem symbol, pandangan hidup (worldview) dan etos?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama dan Kebudayaan
Pengertian agama: dalam masyarakat Indonesia selain dari kata Agama, dikenal pula kata “din”(الدين)dari Bahasa Arab dan kata “religi” dari Bahasa Eropa. Agama berasal dari kata Sanskrit. Satu pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata, “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti pergi, maka kata agama dapat diartikan tidak pergi, tidak ditempat, diwarisi turun-menurun. Sedangkan kata “din” itu sendiri dalam Bahasa Semit berarti undang-undang atau hokum. Dalam Bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan. Patuh, balasan, kebiasaan. Adapula kata “religi” yang berasal dari Bahasa Latin. Menurut suatu pendapat asalnya ialah “relege” yang mengandung arti mengumpulkan, membaca dan bisa diartikan mengikat. Oleh karena itu agama adalah suatu ketetapan yang dibuat oleh Tuhan Yang Maha Esa secara mutlak atau tanpa adanya campur tangan siapa saja.[1]
Namun agama juga bisa diartikan seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia ghaib, khususnya Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur manusia dengan lngkungannya. Agama dilihat dari system keyakinan yang melahirkan berbagai perilaku keagamaan. System keyakinan tersebut memiliki daya kekuatan yang luar biasa untuk memerintah dan melarang pemeluknya untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu.[2]Pada intinya Agama harus memiliki tiga system berikut agar bisa dikatakan sebagai suatu Agama: pertama, Credo atau keimanan (aqidah), kedua, Critus yang mana didalamnya terdapat unsur peribadatan (syari’at) ketiga, sistem norma (akhlaq).
Pengertian kebudayaan: ditinjau dari sudut Bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari Bahasa Sansekerta”Buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau akal. Pendapat lain mengatakan kata budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budidaya, yang mempunyai arti “daya” dan “budi”. Karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Sedangkan budaya sendiri adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa dan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.[3]
B. Hubungan Agama dan Kebudayaan
Agama dalam pengertian “Addien”, sumbernya adalah wahyu dari Tuhan khususnya agama Islam. Seorang ahli sejarah dan kebudayaan dunia barat bernama Prof. H.A. Gibb menulis dalam bukunya: “Wither Islam” : “Islam is indeed much more than a system of thologi, it is a complete civilization” (Islam adalah lebih daripada suatu cara – cara peribadatan saja, tetapi merupakan suatu kebudayaan dan peradaban yang lengkap). Kelebihan Islam dari agama-agama lain, bahwa Islam memberikan dasar yang lengkap bagi kebudayaan dan peradaban. Oleh karena itu agama Islam adalah agama fitrah bagi manusia, agama hakiki yang murni, terjaga dari kesalahan dan tidak berubah-ubah. Ingatlah ayat suci al-Qur’an yang artinya “Hadapkanlah mukamu kepada agama yang benar: fitrah Tuhan yang telah menjadikan manusia, tidak dapat mengganti kepada makhluk Tuhan. Demikianlah agama yang benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar-Rum: 30).[4]
Berdasarkan sumber-sumber tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Agama mutlak ciptaan Allah SWT dan kebudayaan itu sendiri hasil pemikiran manusia yang tingkat kebenarannya atau kefitrahannya tidak mungkin melebihi agama.
Dari situlah agama dan kebudayaan tidak dapat terpisahkan, berikut adalah pengaruh antara agama dengan budaya sehingga menghasilkan interaksi. Interaksi antara agama dengan budaya dapat terjadi dengan:
1. Agama mempengaruhi kebudayaan dalam pembentukannya, nilainya adalah agama, simbolnya adalah budaya. Misalnya, bagaimana shalat mempengaruhi bangunan.
2. Kebudayaan dapat mempengaruhi simbol agama. Kebudayaan Indonesia mempengaruhi Islam dengan pesanteren dan kiai yang berasal dari padepokan.
3. Kebudayaan dapat menggantikan sistem nilai dan simbol agama. Contoh, pernikahan pada suku batak didominasi oleh adat bukan agama.[5]
C. Agama dan Kebudayaan: Sebagai Sistim Simbol, Pandangan Hidup (worldview) dan Etos (Ethos).
Ø Sebagai Sistem Simbol
Sebelum memaknai lebih dalam agama sebagai system symbol, terlebih dahulu kita mengetahui apa makna dari symbol.
Simbol adalah tanda sakral dalam kehidupan keagamaan.Simbol terdiri dari berbagai sistem, model dan bentuk yang berhubungan dengan manusia sesuai dengan kebutuhannya. Simbol adalah ciri khas agama, karena simbol lahir dari sebuah kepercayaan, dari berbagai ritual dan etika agama.Simbol dimaknai sebagai sebuah tanda yang dikulturkan dalam berbagai bentuknya sesuai dengan kultur dan kepercayaan masing-masing agama. Kultur ini kemudian melahirkan sebuah sistem dan struktur simbol yang dapat membentuk manusia menjadi homo simbolicus dalam tipe atau pola religiusnya.[6]
Symbol juga memiliki beberapa fungsi, diantaranya:
1. Simbol memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan dunia material dan sosial dengan membolehkan mereka memberi nama, membuat katagori, dan mengingat objek-objek yang mereka temukan dimana saja. Dalam hal ini bahasa mempunyai peran yang sangat penting.
2. Simbol menyempurnakan manusia untuk memahami lingkungannya.
3. Simbol menyempurnakan kemampuan manusia untuk berfikir. Dalam arti ini, berfikir dapat dianggap sebagai interaksi simbolik dengan diri sendiri.
4. Simbol meningkatkan kemampuan manusia untuk mecahkan persoalan manusia, sedangkan manusia bisa berfikir dengan menggunakan simbol-simbol sebelum melakukan pilihan-pilihan dalam melakukan sesuatu.
5. Penggunaan simbol-simbol memungkinkan manusia bertransendensi dari segi waktu, tempat dan bahkan diri mereka sendiri. Dengan menggunakan simbol-simbol manusia bisa membayangkan bagaimana hidup dimasa lampau atau akan datang. Mereka juga bisa membayangkan tentang diri mereka sendiri berdasarkan pandangan orang lain.
6. Simbol-simbol memungkinkan manusia bisa membayangkan kenyataan-kenyataan metafisis seperti surga dan neraka.
7. Simbol-simbol memungkinkan manusia agar tidak diperbudak oleh lingkungannya. Mereka bisa lebih aktif ketimbang pasif dalam mengarahkan dirinya kepada sesuatu yang mereka perbuat.[7]
Dalam uraian di atas telah disinggung bahwa agama merupakan sistem kebudayaan dan oleh karena itu berarti pula sebagai sistem simbol, sehingga untuk mengkaji agama sangat relevan dengan menggunakan perspektif hermeneutik. Agama yang dimaksud di sini adalah agama yang melekat pada diri manusia, dan bukan agama yang ada di sisi "Tuhan". Geertz menjelaskan tentang definisi agama kedalam lima kalimat, yang masing-masing saling mempunyai keterkaitan.
Definisi agama menurut Geertz: 1) Agama sebagai sebuah system budaya berawal dari sebuah kalimat tunggal yang sistem simbol yang bertujuan; 2) Membangun suasana hati dan motivasi yang kuat, mudah menyebar dan tidak mudah hilang dalam diri seseorang dengan cara; 3) Merumuskan tatanan konsepsi kehidupan yang umum; 4) Melekatkan konsepsi tersebut pada pancaran yang factual; 5) Yang pada akhirnya konsepsi tersebut akan terlihat sebagai suatu realitas yang unik.
Definisi diatas cukup menjelaskan secara runtut keseluruhan keterlibatan antara agama dan budaya. Pertama, sistem simbol adalah segala sesuatu yang membawa dan menyampaikan ide kepada seseorang. Ide dan simbol tersebut bersifat public, dalam arti bahwa meskipun masuk dalam pikiran pribadi individu, namun dapat dipegang terlepas dari otak individu yang memikirkan simbol tersebut. Kedua, agama dengan adanya simbol tadi bisa menyebabkan seseorang marasakan, melakukan atau termotivasi untuk tujuan-tujuan tertentu. Orang yang termotivasi tersebut akan dibimbing oleh seperangkat nilai yang penting, baik dan buruk maupun benar dan salah bagi dirinya. Ketiga, agama bisa membentuk konsep-konsep tentang tatanan seluruh eksistensi. Dalam hal ini agama terpusat pada makna final (ultimate meaning), suatu tujuan pasti bagi dunia.Keempat, konsepsi–konsepsi dan motivasi tersebut membentuk pancaran faktual yang oleh Geertz diringkas menjadi dua, yaitu agama sebagai “etos”dan agama sebagai “pandangan hidup”. Kelima, pancaran faktual tersebut akan memunculkan ritual unik yang memiliki posisi istimewa dalam tatanan tersebut, yang oleh manusia dianggap lebih penting dari apapun.
Geertz mencontohkan upacara ritual di Bali sebagai pencampuran antara etos dan pandangan dunia. Pertempuran besar antara dukun sihir Rangda dan Monster Barong aneh. Penonton terhipnotis masuk dalam tontonan tersebut dan mengambil posisi mendukung salah satu karakter, yang pada akhirnya ada beberapa yang jatuh tidak sadarkan diri. Drama tersebut bukan sekedar tontonan, melainkan kegiatan ritual yang harus diperankan. Agama di Bali begitu sangat khas dan spesifik hingga tatanan tersebut tidak bisa diubah menjadi suatu kaidah umum bagi semua agama.
Simbol merupakan sesuatu, yang dengannya proses-proses yang berada di luar sistem-sistem simbol itu dapat diberi sebuah bentuk tertentu. Dengan mendefinisikan agama sebagai sistem simbol, berarti Geertz juga memandang bahwa dalam satu segi agama merupakan bagian dari sistem budaya. Seseorang proses belajar atau pencarian bagi yang bersangkutan
Agama maupun tingkah laku agama seseorang merupakan simbol dari pengalaman-pengalamannya tentang sesuatu realitas. Seseorang memeluk agama tertentu dikarenakan ada sebab-sebab lingkungan yang mempangaruhinya. Berbagai sistem pengetahuan yang ada dalam pikirannya tentang agama inilah selanjutnya melahirkan berbagai macam tingkah laku agama yang akan selalu berbeda antarseseorang dengan yang lain. Oleh karena itu menurut Geertz, setiap studi agama menuntut dua tahapan operasi.Pertama, orang harus menganalisis serangkaian makna yang terdapat dalam simbol-simbol agama lahir sendiri. Kedua,yang lebih sulit, karena simbol sangat berhubungan dengan struktur masyarakat dan psikologi individu para anggotanya, hubungan-hubungan itu harus ditemukan di sepanjang sirkuit sinyal yang terus-menerus diberi, diterima, dan dikembalikan. Simbol merupakan unit terkecil dari suatu ritual, yang mengandung sifat-sifat khusus dari tingkah laku ritual itu, serta merupakan unit terpokok dari struktur spesifik dalam ritual.[8]
Contoh agama sebagai system symbol seperti yang telah penulis tulis di atas, bahwa dalam Islam, simbolisme dalam beberapa hal juga menjadi bagian dari ajaran. Ka’bah sebagai benda sakral juga menjadi simbol umat Islam. Umat Islam diperintahkan untuk shalat menghadap ke Kiblat, dimana Ka’bah menjadi kiblat umat Islam. Perintah agar umat Islam menghadap ke Ka’bah tercantum dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 144.
Contoh lain dalam kebudayaan lokal adalah seperti sedekah laut. Tradisi ini menyimbolkan di daerah Cilacap. Kemudian, contoh lain adalah kenduri dan selamatan sebagai salah satu solusi dari kebiasaan upacara sejenis yang menu hidangan utamanya daging, ikan, nasi tumpeng dan air teh. Kenduri ini dalam tradisi masyarakat Jawa yang diniatkan sebagai sedekah dalam bentuk makan-makan setelah berdo’a dan bersyukur sebagaimana yang telah Nabi anjurkan, agar berbagi suka dalam bentuk hidangkan makanan bagi sesamanya. Masih banyak lagi ritual-ritual yang menjadi simbol kebudayaan lokal.
Ø Sebagai Pandangan Hidup (wordview).
Pandangan Hidup adalah pendapat atau pertimbagan yanag dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya.[9]Manusia adalah bagian dari pandangan hidup. Dalam kehidupan tidak ada seorang pun manusia yang tidak memiliki pandangan hidup. Apapun yang di katakan manusia adalah sebuah pandangan hidup karena dapat dipengaruhi oleh pola pikir tertentu pada setiap individu. Pandangan hidup bersifat elastis, tergantung kepada situasi dan kondisi dan dapat dipengaruhi oleh lingkungan hidup dimana manusia tsb berada.
Sumber pandangan hidup berasal dari agama, ideologi maupun hasil perenungan seseorang yang bersifat relatif. Setiap individu memiliki pandangan hidup dan cita-citanya sendiri dan selalu bermimpi untuk mencapai apa yang dia inginkan sesuai dengan cita-citanya.
Pandangan hidup yang diklasifikasikan berdasarkan asalnya yaitu terdiri dari 3 macam:
a) Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan yang mutlak kebenarannya
b) Pandangan hidup yang berupa idiologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada negara tersebut
c) Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.[10]
Menurut Ninian Smart, worldview adalah kepercayaan, perasaan dan apa-apa yang terdapat dalam pikiran orang yang befungsi sebagai motor bagi keberlangsungan dan perubahan sosial dan moral”. Sedangkan Thomas F Wall mengemukakan bahwa worldview adalah sistem kepercayaan asas yang integral tentang hakekat diri kita, realitas, dan tentang makna eksistensi (An integrated system of basic beliefs about the nature of yourself, reality, and the meaning of existence). Prof. Alparslan dalam bukunya The Framework for a history of Islamic philosophy menyatakan bahwa, “worldview is the foundation of all human conduct, including scientific and technological activities. Every human activity is ultimately traceable to its worldview, and as such it is reducible to that worldview. Beliau mengartikan worldview sebagai asas bagi setiap perilaku manusia, termasuk aktifitas-aktifitas ilmiyah dan teknologi. Setiap aktifitas manusia akhirnya dapat dilacak pada pandangan hidupnya, dan dalam pengertian itu maka aktifitas manusia dapat direduksi menjadi pandangan hidup.
Ada tiga poin penting dari definisi diatas, seperti yang dipaparkan oleh Ust.Hamid Fahmi Zarkasyi yaitu bahwa worldview adalah motor bagi perubahan sosial, asas bagi pemahaman realitas dan asas bagi aktifitas ilmiah. Dalam konteks sains, hakekat worldview dapat dikaitkan dengan konsep “perubahan paradigma” (Paradigm Shift) Thomas S Kuhn yang oleh Edwin Hung juga dianggap sebagai weltanschauung Revolution. Sebab paradigma menyediakan konsep nilai, standar-standar dan metodologi-metodologi, atau ringkasnya merupakan worldview dan framework konseptual yang diperlukan untuk kajian sains. Namun dari definisi diatas setidaknya kita dapat memahami bahwa worldview adalah identitas untuk membedakan antara suatu peradaban dengan yang lain. Bahkan dari dua definisi terakhir menunjukkan bahwa worldview melibatkan aktifitas epistemologis manusia, sebab ia merupakan faktor penting dalam aktifititas penalaran manusia.
Dalam islam, memang tidak ada kata khusus yang merujuk pada istilah worldview. Namun, hal ini tidak berarti bahwa tidak ada konsep worldview dalam islam. Para ulama terdahulu menggunakan istilah yang berbeda-beda seperti al-Mawdudi mengistilahkannya dengan Islami nazariat (Islamic Vision), Sayyid Qutb menggunakan istilah al-Tasawwur al-Islami (Islamic Vision), Mohammad Atif al-Zayn menyebutnya al-Mabda’ al-Islami (Islamic Principle), Prof. Syed Naquib al-Attas menamakannya Ru’yatul Islam lil wujud (Islamic Worldview). Meskipun istilah yang dipakai berbeda-beda pada umumnya para ulama tersebut sepakat bahwa Islam mempunyai cara pandangnya sendiri terhadap segala sesuatu.
Manurut al-Mawdudi, yang dimaksud Islami Nazariyat adalah pandangan hidup yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan (shahadah) yang berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kehidupan manusia di dunia. Sebab shahadah adalah pernyataan moral yang mendorong manusia untuk melaksanakannya dalam kehidupannya secara menyeluruh.
Shaykh Atif al-Zayn mengartikan mabda’ sebagai aqidah fikriyyah (kepercayaan yang rasional) yang berdasarkan pada akal. Sebab setiap Muslim wajib beriman kepada hakekat wujud Allah, kenabian Muhammad saw, dan kepada al-Qur’an dengan akal. Iman kepada hal-hal yang ghaib itu berdasarkan cara penginderaan yang diteguhkan oleh akal sehingga tidak dapat dipungkiri lagi. Iman kepada Islam sebagai Din yang diturunkan melalu Nabi Muhammad saw untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, dengan dirinya dan lainnya. Sayyid Qutb mengartikan al-tasawwur al-Islami, sebagai akumulasi dari keyakinan asasi yang terbentuk dalam pikiran dan hati setiap Muslim, yang memberi gambaran khusus tentang wujud dan apa-apa yang terdapat dibalik itu. Al-Attas mengartikan worldview Islam adalah pandangan Islam tentang realitas dan kebenaran yang nampak oleh mata hati kita dan yang menjelaskan hakekat wujud; oleh karena apa yang dipancarkan Islam adalah wujud yang total maka worldview Islam berarti pandangan Islam tentang wujud (ru’yaat al-Islam lil-wujud)
Pandangan-pandangan tersebut telah cukup merefleksikan apa yang disebut dengan pandangan hidup islam. Hanya para ulama berbeda fokus dalam pelaksanaannya. Ada yang lebih menekankan pada politik, ideologi, atau metafisik dan epistimologis.
Dari proses lahirnya pandangan hidup Islam dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang sarat dengan ajaran yang mendorong timbuhnya ilmu pengetahuan. Ajaran tentang Ilmu pengetahuan dalam Islam yang cikal bakalnya adalah konsep-konsep kunci dalam wahyu itu kemudian ditafsirkan kedalam berbagai bidang kehidupan dan akhirnya berakumulasi dalam bentuk peradaban yang kokoh. Suatu peradaban yang lahir dan tumbuh atas dukungan tradisi intelektual yang berbasis pada wahyu.
Elemen-elemen worldview
Sebagai sebuah sistem yang telah mempunyai definisi yang jelas, worldview atau pandangan hidup memiliki karakteristik tersendiri yang ditentukan oleh beberapa elemen yang menjadi asas atau tiang penyangganya. Menurut Thomas F. Wall suatu pandangan hidup ditentukan oleh pemahaman individu terhadap enam bidang pembahasan yaitu: Tuhan, Ilmu, realitas, diri, etika dan masyarakat. Elemen tersebut bersifat integral dan berkaitan satu sama lain. Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa,
It (belief in God’s existence) is very important, perhaps the most important element in any worldview. First if we do believe that God exists, the we are more likely to believe that there is a plan and a meaning of life, if we are consistent, we will also believe that the source of moral value is not just human convention but divine will and that God is the highest value. Moreover, we will have to believe that knowledge can be of more than what is observable and that there is a higher reality – the supernatural world. If on the other hand, we believe that there is no God and that there is just this one world, what would we then be likely to believe about the meaning of life, the nature of ourselves, and after life, the origin of moral standards, freedom and responsibility and so on.”
Kepercayaan terhadap Tuhan sangat penting, mungkin elemen yang terpenting dalam pandangan hidup manapun. Pertama jika kita percaya bahwa Tuhan itu wujud, maka kita tentu percaya bahwa disana terdapat tujuan dan makna hidup. Jika kita konsisten, kita juga akan percaya bahwa sumber nilai moral bukanlah hanya sekedar kesepakatan manusia tapi kehendak Tuhan, dan bahwa Tuhan adalah nilai Tertinggi. Selanjutnya kita akan percaya bahwa (makna) ilmu pengetahuan itu lebih dari apa yang dapat diamati dan bahwa disana terdapat realitas yang lebih tinggi – dunia supranatural. Jika sebaliknya, kita percaya bahwa disana tidak ada Tuhan dan bahwa yang ada hanya dunia ini, maka demikian pulalah kira-kira yang akan kita percayai tentang makna hidup, hakekat diri kita, kehidupan sesudah mati, asal usul standar moralitas, kebebasan, tanggung jawab dan lain-lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa elemen pandangan hidup saling terkait dan konsep Tuhan memegang peranan penting. Artinya kepercayaan individu terhadap adanya atau tidak adanya Tuhan akan berkaitan secara konseptual dengan ilmu, realitas, diri, etika dan masyarakat.
Menurut Porf. Al-Attas elemen asas bagi worldview Islam sangat banyak dan yang ia merupakan jalinan konsep-konsep yang tak terpisahkan. Diantara yang paling utama adalah Konsep tentang hakekat Tuhan, Konsep tentang Wahyu (al-Qur’an), Konsep tentang penciptaan, Konsep tentang hakekat kejiwaan manusia, Konsep tentang ilmu, Konsep tentang agama, Konsep tentang kebebasan, Konsep tentang nilai dan kebajikan, Konsep tentang kebahagiaan dll. Disini Prof. al-Attas menekankan pada pentingnya konsep sebagai elemen pandangan hidup Islam. Konsep-konsep ini semua saling berkaitan antara satu sama lain membentuk sebuah struktur konsep yang sistemik dan menyeluruh.
Selanjutnya, beliau menjelaskan tentang karakteristik pandangan hidup Islam sebagai berikut.
1) Dalam pandangan hidup Islam, realitas dan kebenaran dimaknai berdasarkan kepada kajian metafisika terhadap dunia yang nampak (visible world) dan yang tidak nampak (invisible world).
2) Pandangan hidup Islam bercirikan pada metode berfikir yang tawhidi (integral). Artinya dalam memahami realitas dan kebenaran pandangan hidup Islam menggunakan metode yang tidak dikotomis, yang membedakan antara obyektif dan subyektif, historis-normatif, tekstual-kontektual dsb.
3) Pandagan hidup Islam bersumberkan kepada wahyu yang diperkuat oleh agama (din) dan didukung oleh prinsip akal dan intuisi. Karena itu pandangan hidup Islam telah sempurna dan dewasa sejak lahir
4) Elemen-elemen pandangan hidup Islam menentukan bentuk perubahan (change), perkembangan (development) dan kemajuan (progess) dalam Islam. Elemen-elemen dasar ini berperan sebagai tiang pemersatu yang meletakkan sistim makna, standar tata kehidupan dan nilai dalam suatu kesatuan sistim yang koheren dalam bentuk worldview.
5) Pandangan hidup Islam memiliki elemen utama yang paling mendasar yaitu konsep tentang Tuhan yang membedakannya dari agama lain. Adapun kesamaan-kesamaan beberapa elemen tentang konsep Tuhan antara Islam dan agama lain tidak kemudian berarti bahwa terdapat Satu Tuhan Universal seperti yang diserukan oleh kelompok yang mengusung ide Transendent Unity of Religion, sebab sistem konseptualnya berbeda.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama dan pandangan hidup yang secara konseptual dapat dibedakan dari pandangan hidup lain. Islam adalah Din dan peradaban (tamaddun) yang tumbuh dari pandangan hidup Islam (wordview) yang diproyeksikan oleh Al-Qur’an dan hadist. Untuk memahami lebih dalam mengenai The Worldview of Islam dapat dilakukan dengan mengkaji konsep-konsep kunci dalam pandangan hidup Islam sehingga menjadi framework pemikiran setiap muslim. Dengan demikian kita bisa mengetahui apakah suatu pemikiran sesuai dengan pandangan hidup Islam atau tidak. Layak diadopsi oleh umat Islam atau sebaliknya membahayakan keimanan.[11]
Ø Sebagai Etos (Ethos).
Etos berarti pandangan hidup yang khas dari suatu golongan social. Etos berasal dari Bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok masyarakat.
Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta system nilai yang diyakininya. Ethos kebudayaan mengandung makna watak khas suatu kebudayaan yang dapat diamati dari bentuk perilaku warga masyarakatnya. Etos sering tampak pada gaya, perilaku, kegemaran-kegemaran dan berbagai budaya hasil karya masyarakatnya.
Dalam diskusi antropologis baru-baru ini, segi-segi moral (dan estesis) dari suatu kebudayaan tertentu, unsur-unsur evaluative, pada umumnya diringkas dengan istilah “etos”.
Misalnya orang batak yang mengamati kebudayaan jawa sebagai seorang asing yang tidak mengenal kebudayaan jawa dari dalam, dapat mengatakan bahwa watak khas kebudayaan jawa memancarkan keselarasan. Kemudian gambaran orang batak mengenai watak kebudayaan jawa tadi biasanya akan diilustrasikan dengan Bahasa jawa yang terpecah kedalam tingkat-tingkat Bahasa yang sangat rumit dan mendetail, dengan kegemaran orang jawa akan warna-warna gelap dan tua, akan seni suara gamelan yang tidak keras, akan benda-benda keseniandan kerajinan daengan hiasan-hiasan yang sangat mendetail dan sebagainnya. [12]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian tentang “Agama dan Kebudayaan” yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Agama adalah mutlak ciptaan Tuhan yang hakiki oleh karena itu agama dijamin akan kefitrahannya, kemurniannya, kebenarannya, kekekalannya, dana atau tidak dapat dirubah oleh manusia sampai kapanpun. Sedangkan kebudayaan adalah hasil cipta, karya, rasa, karsa, dan akal buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidupnya, dimana kebudayaan itu sendiri akan mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan jaman. Oleh krena itu, meski agama dan kebudayaan memiliki hubungan tapi tetap tidak dapat dicampur adukkan.
Agama mempengaruhi kebudayaan dalam bentuknya, nilainya adalah agama, simbolnya adalah budaya. Kebudayaan dapat mempengaruhi symbol agama, dan tidak dapat dipungkiri dengan sendirinyalah ritual-ritual kebudayaan menjadi sebuah symbol dalam kehidupan kita. Keterlibatan antara agama dan budaya: Pertama, sistem simbol adalah segala sesuatu yang membawa dan menyampaikan ide kepada seseorang. Ide dan simbol tersebut bersifat public, dalam arti bahwa meskipun masuk dalam pikiran pribadi individu, namun dapat dipegang terlepas dari otak individu yang memikirkan simbol tersebut. Kedua, agama dengan adanya simbol tadi bisa menyebabkan seseorang marasakan, melakukan atau termotivasi untuk tujuan-tujuan tertentu. Orang yang termotivasi tersebut akan dibimbing oleh seperangkat nilai yang penting, baik dan buruk maupun benar dan salah bagi dirinya. Ketiga, agama bisa membentuk konsep-konsep tentang tatanan seluruh eksistensi. Dalam hal ini agama terpusat pada makna final (ultimate meaning), suatu tujuan pasti bagi dunia. Keempat, konsepsi–konsepsi dan motivasi tersebut membentuk pancaran faktual yang oleh Geertz diringkas menjadi dua, yaitu agama sebagai “etos” dan agama sebagai “pandangan hidup”. Kelima, pancaran faktual tersebut akan memunculkan ritual unik yang memiliki posisi istimewa dalam tatanan tersebut, yang oleh manusia dianggap lebih penting dari apapun.
Sedangkan agama sebagai pandangan hidup (worldview) bahwa elemen pandangan hidup saling terkait dan konsep Tuhan memegang peranan penting. Artinya kepercayaan individu terhadap adanya atau tidak adanya Tuhan akan berkaitan secara konseptual dengan ilmu, realitas, diri, etika dan masyarakat.
Sedangkan Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta system nilai yang diyakininya. Ethos kebudayaan mengandung makna watak khas suatu kebudayaan yang dapat diamati dari bentuk perilaku warga masyarakatnya. Etos sering tampak pada gaya, perilaku, kegemaran-kegemaran dan berbagai budaya hasil karya masyarakatnya. Dari ketiga elemen tersebut semuanya saling berkaitan dengan Agama dan Kebudayaan dan berlandaskan pada keyakinan serta nilai-nilai dan kepercayaan yang ada pada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Chichi, O. (n.d.). Agama dan Budaya. Retrieved from , http://www.academia.edu/45798/AGAMA_DAN_BUDAYA (diakses pada 22 April 2018, pukul 11.00).
Harsono, E. (2015, February 28). Konsep Worldview. Retrieved from http://www.google.com/amp/s/ekoharsono.wordpress.com/2015/03/29/konsep-worldview/amp/ (diakses 23 April 0:28).
Ikha. (2012, Januari 27). Agama dan Kebudayaan: Simbol dan Sistem Simbol. Retrieved from http://ikha-luphsosant.blogspot.co.id/2012/01/agama-kebudayaan-simbol-dansistem.html?m=1 (diakses pada 22 April, pukul 21.00).
Munawaroh, S. (n.d.). Studi Teoritis Tentang Simbol. Retrieved from tp,. tt
Oeebudhi. (2012, Jun 10). Manusia dan Pandangan Hidup. Retrieved from http://oebudhi.blogspot.co.id/2012/06/manusia-dan-pandangan-hidup.html?m=1 (diakses 23 April 2018).
'Ulhaq, R. D. (2015, Mei 01). Agama Sebagai Pandangan Hidup. Retrieved from http://revhahn.blogspot.co.id/2015/05/agama-sebagai-pandangan-hidup.html?m=1 (diakses 23 April 2018).
Wahyuni, N. T. (2016, Desember 03). Makalah "Agama Sebagai Sistim Simbol". Retrieved from http://ninwahyuni.blogspot.co.id/2016/12/makalah-agama-sebagai-sistim-simbol.html?m=1 (diakses pada 22 April 2018, pukul 11.36).
[1]Ochi Chichi, Agama dan Budaya, http://www.academia.edu/45798/AGAMA_DAN_BUDAYA (diakses pada 22 April 2018, pukul 11.00).
[2]Ninin Tri Wahyuni, Makalah Agama Sebagai Sistim Simbol, http://ninwahyuni.blogspot.co.id/2016/12/makalah-agama-sebagai-sistim-simbol.html?m=1 (diakses pada 22 April 2018, pukul 11.36).
[3]Ochi Chichi, Agama dan Budaya, http://www.academia.edu/45798/AGAMA_DAN_BUDAYA (diakses pada 22 April 2018, pukul 11.00).
[4] Ochi Chichi, Agama dan Budaya, http://www.academia.edu/45798/AGAMA_DAN_BUDAYA (diakses pada 22 April 2018, pukul 11.00).
[5]Ikha, Agama dan Kebudayaan: Simbol dan Sistem Simbol, http://ikha-luphsosant.blogspot.co.id/2012/01/agama-kebudayaan-simbol-dansistem.html?m=1 (diakses pada 22 April, pukul 21.00).
[6] Ninin Tri Wahyuni, Makalah Agama Sebagai Sistim Simbol, http://ninwahyuni.blogspot.co.id/2016/12/makalah-agama-sebagai-sistim-simbol.html?m=1 (diakses pada 22 April 2018, pukul 11.36).
[7]S Munawaroh, Studi Teoritis Tentang Simbol, tp,. tt.
[8] Ninin Tri Wahyuni, Makalah Agama Sebagai Sistim Simbol, http://ninwahyuni.blogspot.co.id/2016/12/makalah-agama-sebagai-sistim-simbol.html?m=1 (diakses pada 22 April 2018, pukul 11.36).
[9]Revi Dhiya ‘Ulhaq, Agama Sebagai Pandangan Hidup, http://revhahn.blogspot.co.id/2015/05/agama-sebagai-pandangan-hidup.html?m=1 (diakses 23 April 2018).
[10]Oeebudhi, Manusia dan Pandangan Hidup, Ilmu Budaya Dasar: http://oebudhi.blogspot.co.id/2012/06/manusia-dan-pandangan-hidup.html?m=1 (diakses 23 April 2018).
[11]Eko Harsono, Konsep Worldview, http://www.google.com/amp/s/ekoharsono.wordpress.com/2015/03/29/konsep-worldview/amp/ (diakses 23 April 0:28).
[12]Arika Nur Sya’adah, Etos Kebudayaan, http://arikathemousleemah.blogspot.co.id/2013/10/etos-kebudayaan.html?m=1 (diakses 24 April 2018 pukul 8.00)
Post a Comment for "MAKALAH AGAMA DAN KEBUDAYAAN"