Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

Apa itu Eufemismus, Litotes, Histeron Proteron, Pleonasme, Tautologi, dan Perifrasis, serta Prolepsis ?

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama dan manusia memiliki hubungan yang sangat erat kaitannya, karena agama sangat dibutuhkan oleh manusia agar manusia memiliki pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal ini adalah Islam. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia.

Mempelajari mata kuliah Stilistika Al Qur’an, merupakan salah satu kwajiban mahasiswa fakultas Ushuluddin. Dengan tujuan memperdalam dan meningkatkan keimanan serta ketaqwaan kepada Allah, sehingga terwujudlah mahasiswa yang cerdas, beriman, bertaqwa berdasarkan nilai-nilai yang terkandung didalam Al Qur’an dan Al Hadits.

Dari makalah yang disusun, penyusun berharap mampu memberikan kontribusi yang positif akan gambaran tentang Gaya Retoris II yang lebih dapat diaplikasikan dalam memperdalam kelimuan tentang tafsir Al Qur’an serta mampu mengaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara

B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan Eufemismus?
2. Apa yang dimaksud dengan Litotes?
3. Apa yang dimaksud dengan Histeron Proteron?
4. Apa yang dimaksud dengan Pleonasme dan Tautologi?
5. Apa yang dimaksud dengan Perifrasis?
6. Apa yang dimaksud dengan Prolepsis?

C. Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan atau penyusunan makalah adalah
1. Untuk mempelajari serta mengetahui tentang Eufemismus
2. Untuk mempelajari serta mengetahui tentang Litotes
3. Untuk mempelajari serta mengetahui tentang Histeron Proteron
4. Untuk mempelajari serta mengetahui tentang Pleonasme dan Tautologi
5. Untuk mempelajari serta mengetahui tentang Perifrasis
6. Untuk mempelajari serta mengetahui tentang Prolepsis


BAB II
PEMBAHASAN

Gaya bahasa retoris adalah gaya penggunaan bahasa untuk menyatakan sesuatu sebagaimana pada makna denotatifnya (makna yang sebenarnya).[1]

1. Eufemismus
Kata eufisme atau eufemismus diturunkan dari kata Yunani euphemi yang berarti “mempergunakan kata-kata dengan arti yang baik atau dengan tujuan yang baik.”. sebagai gaya bahasa, eufemisme adalah semacam acuan berupa ungkapan ungkapan yang tidak tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan.[2] Contoh eufimisme dalam kalimat berikut:
§ Banyak orang baru tahu jika Setiawan kini adalah seorang tunanetra. (tuna netra = buta)
§ Kebanyakan makan obat, kakek kini menjadi seorang tuna rungu. (tuna rungu = tuli)
§ Bayu baru diketahui tuna wicara setelah usianya menginjak 5 tahun. (tuna wicara = bisu)[3]

Contoh dalam Al Qur’an yang menggunakan gaya eufimisme. Misalnya:
احل لكم ليلة الصيام الرفث الي نسائك
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu (187)
Penjelasan : Dalam firman Allah menggunakan lafal الرفث yang berarti bercampur. Tetapi dalam konteks ini yang dimaksudkan adalah bersetubuh. Dimana diperhalus dengan lafadz bercampur. Gaya bahasa ini termasuk gaya bahasa kesopanan.[4]

2. Litotes
Litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnya atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya.[5] Misalnya “Singgahlah ke gubukku.” Contoh dalam al Qur’an :
إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ
”Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.”(Q.S al-Fatihah:5)
Penjelasan : Ayat ini menunjukkan kerendahan seorang hamba dan ini merepakan hal yang baik terutama ketika kita berdo’a. Penggunaan ini termasuk gaya bahasa litotes.[6]

3. Histeron Proteron
Histeron Proteron adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar. Gaya bahasa ini juga disebut hiperbaton.[7] Contoh : Bila ia sudah berhasil mendaki tebing itu, sampailah ia di tepi danau dengan airnya yang jernih. Tuturan dalam kisah Ibrahim yang menggunakan ini adalah ucapan Sarah dalam Q.S Hud ayat 72 dimana secara tidak logis nenek-nenek bisa melahirkan seorang anak.

4. Pleonasme dan Tautologi
Pada dasarnya, pleonasme dan tautology adalah ungkapan yang mempergunakan kata kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Walaupun secara praktis kedua gagasan ini sama, namun ada yang ingin membedakan keduanya. Suatu ungkapan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetap utuh. Sebaliknya, kata itu disebut tautologi jika kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain.
Contoh : capek mata menangis. Sedangkan contoh pleonasme dalam kisah Ibrahim adalah Q.S Al Anbiya ayat 52 berikut :
إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ
(Ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya,”Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?”

Kalimat diatas termasuk pleonasme karena memasukan kata abihi. Kata tersebut sudah termasuk pada cakupan makna qaumihi (umat Ibrahim) sehingga jika kata kata abihi dihilangkan, artinya tetap utuh. Pencantuman kata tersebut dalam tuturan diatas bertujuan untuk memperlihatkan bahwa Ibrahim sangat memerhatikan keselamatan akidah bapaknya.

Contoh tautology adalah ucapan Ibrahim kepada bapaknya dalam surat Maryam ayat 42-45. Dalam tuturan ini mengulang kata ya abati (wahai bapakku) sebanyak empat kali. Menurut pembacaan sepintas, jumlah ini termasuk berlebihan. Kata ini sebenarnya cukup diucapkan sekali saja dibagian depan, sedangkan kalimat-kalimat berikutnya tinggal dihubungakan denagn kata penghubung “dan”.
Penyebutan ya abati secara berulang ulang bertujuan untuk memperlihatkan betapa hormatnya Ibrahim kepada bapaknya dan betapa banyak perhatiannya untuk menyelamatkan akidah bapaknya.

5. Perifrasis
Sebenarnya periphrasis adalah gaya yang mirip dengan pleonasme, yaitu gaya bahasa yang mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan. Bedanya, dalam periphrasis kata kata yang berlebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja. Misalnya kalimat “Ia telah beristirahat dengan damai”. Kalimat ini sama artinya dengan “Ia telah mati atau meninggal”. Pada kisah Ibrahim gaya ini digunakan dalam Q.S Maryam ayat 42-43
يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِي
)Ingatlah( ketika ia berkata kepada bapaknya: “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah asesuatu yang yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?”

Pada ayat 42, Ibrahim berkata kepada bapaknya yang suka menyembah berhala dari batu dengan menggunakan kata-kata: ma la yasma’u wa la yubshiru wa la yughni ‘anka syai’a (sesuatu yang yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun. Kata ini cukup panjang dan hal itu merujuk pada makna batu(hajr). Ibrahim menggunakan kata yang cukup panjang untuk menggambarkan sikap sopan santunnya kepada ayahnya dan sekaligus argumentasi ketidakbergunaan penyembahan pada batu itu.
يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا
Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yanfg tidak datang kepadamu maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukan kepadamu jalan yang lurus.

Pada ayat 43, kata-kata qad ja’ani min al ‘ilmi lam ya’tika (sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yanfg tidak datang kepadamu) ditujukan untuk menyatakan “Engkau bodoh (anta jahil)”. Akan tetapi kata kata panjang itu yang dipilih Ibrahim guna mbersikap hormat kepada sang bapak. Selain itu, ungkapan panjang itu juga untuk mengatakan bahwa pengetahuannya itu bukan semata-,ata bukan pemikirannya sendiri melainkan berdasarkan wahyu Allah.

6. Prolepsis
Prolepsis atau antisipasi adalah gaya bahasa dimana kata-kata diungkapkan sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi. Misalnya : Rita berlari kegirangan karena akan mendapatkan piagam terbaik. Salah satu contoh kisah Ibrahim dalam Q.S Al Ankabut ayat 16
وَإِبْرَاهِيمَ إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُون

Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata pada kaumnya, “Sembahlah olehmu Allah dan bertaqwalah kepada-Nya. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.
Kata Ibrahim adalah obyek dari kata kerjanya yang dibuang (arsalna).kata tersebut disebutkan secara menyendiri diawal kalimat, padahal tentang peristiwa yang terjadi pada Ibrahim baru diceritakan sesudahnya. Efek gaya ini adalah membuat pendengar atau pembaca “penasaran” ingin segera mengetahui apa yang terjadi pada Ibrahim sehingga mereka ada kesiapan untuk mengetahui isi kisah ini.[8]


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Dari makalah yang telah disusun dengan pembahasan tentang Gaya Retoris II dapat disimpulkan bahwa:
7. Eufimisme adalah majas pengganti kata kasar dengan yang halus agar terkesan sopan.
8. Litotes adalah majas untuk menyatakan sesuatu yang bertujuan merendahkan diri.
9. Histeron Proteron adalah majas kebailikan dari sesuatu yang wajar.
10. Pleonasme adalah majas yang penggunaan katanya sebenarnya tidak diperlukan.
11. Tautology adalah majas yang mempunyai arti sama dengan kata sebelumnya.
12. Parifrasis adalah majas yang berfungsi menggantikan serangkaian kata yang mempunyai arti sama.
13. Prolepsis adalah majas yang menggunakan kalimat pendahului tetapi makna sebenarnya akan diketahui belakangan


DAFTAR PUSTAKA
Qalyubi Syihabuddin,Stilistika Al Qur’an. (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2009)







[1] Diakses melalui http://andikws.blogspot.com/2011/08/gaya-bahasa.html
[2] Syihabuddin Qalyubi,Stilistika Al Qur’an. (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta), dikutip dari Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, hlm. 132
[3] Diakses melalui http://contohmajasku.blogspot.com/2016/02/contoh-majas-eufimisme-pengertian.html
[4] Diakses melalui http://studi-arab.blogspot.com/2016/01/stelistika-al-quran.html
[5] Syihabuddin Qalyubi,Stilistika Al Qur’an. (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta), dikutip dari Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, hlm.132
[6] Diakses melalui http://studi-arab.blogspot.com/2016/01/stelistika-al-quran.html
[7] Syihabuddin Qalyubi,Stilistika Al Qur’an. (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta), dikutip dari Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, hlm.133
[8] Syihabuddin Qalyubi,Stilistika Al Qur’an. (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta), hlm. 127

Post a Comment for "Apa itu Eufemismus, Litotes, Histeron Proteron, Pleonasme, Tautologi, dan Perifrasis, serta Prolepsis ?"