Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

MAKALAH STUDI TAFSIR DI INDONESIA AL QUR’AN DEPARTEMEN AGAMA DAN TERJEMAHANNYA


MAKALAH STUDI TAFSIR DI INDONESIA

AL QUR’AN DEPARTEMEN AGAMA DAN TERJEMAHANNYA







Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas individu pada semester IV
Dosen Pembimbing :
Nihayatun Husna, M.Si
Disusun Oleh :
Luthfi Rosyadi     NIM : 1631037

ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR / III
FAKULTAS USHULUDDIN, DAKWAH, DAN SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
KEBUMEN
2017/2018

KATA PENGANTAR

بِسْمِ الله ِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, rabbul ‘alamin. Dzat yang memiliki sifat dzal jalali wal ikram, yang mana telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam, semoga selalu tercurahkan kepada sang pembawa kedamaian, pembebas perbudakan, beliau Baginda Agung Nabi Muhammad SAW. Semoga kita bisa berkumpul dengan Beliau di yaumul akhir, amin
Penulis ucapkan terimakasih, kepada Ibu Nihayatun Husna, M.Si, khususnya yang telah membimbing dalam pembuatan makalah, dan kepada semua teman-teman saya pada umumnya, yang telah mambantu terselesaikannya makalah ini. Jaza kumulloh khoiro jaza.
Di penghujung kata pengatar ini, penulis mengharapkaan kepada para pembaca sekalian, agar memberikan kritik dan saran yang mampu meningkatkan kualitas makalah-makalah yang akan tercetak pada waktu yang akan datang.
Sekian,
                                                                        Kebumen, 19 Oktober 2018

                                                                        Penulis



DAFTAR ISI






BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Al-Qur`an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril merupakan perintah dari Allah SWT kepada seluruh manusia. Pesan Al-Qur`an tidak terbatas pada pewarnaan kehidupan orang-orang tertentu, untuk lingkungan serta kurun waktu tertentu, akan tetapi diperuntukkan kepada seluruh umat manusia.
Al-Qur`an juga merupakan sandaran Islam yang senantiasa dinamis dan mukjizat abadi, yang mampu mengalihkan dan senantiasa dapat mengalahkan kekuatan manusia manapun, sepanjang sejarah kehidupan umat manusia ini merupakan aturan Islam yang mencakup dengan fitrah manusia dan bersumber dari kedalaman hati nurani manusia.
Di zaman yang semakin modern ini pengetahuan manusia mengenai Al-Qur`an semakin menyusut. Bagi umat muslim, sangatlah penting untuk memahami isi dari Al-Qur`an yang di tulis dalam bahasa Arab. Namun tidak semua orang mengerti bahasa arab sehingga perlunya terjemahan isi Al-Qur`an kedalam bahasa yang mudah dipahami dan biasanya terjemahan disesuaikan dengan bahasa dari negara masing-masing.
Oleh karena itu, munculah inisiatif-inisiatif baru untuk menerjemahkan Al-Qur`an ke berbagai bahasa, khususnya bahasa Indonesia yang sebagaimana dilakukan oleh instansi Departemen Agama Republik Indonesia. Hadirnya terjemahan tersebut bukan merupakan acuan esensial, namun hanya bersifat sebagai sarana untuk memudahkan dalam memahami Al-Qur`an tingkat dasar. Sehingga orang awam tidak buta pengetahuan dengan kita sucinya.
Namun, bukan berarti segala sesuatu yang tetulis dalam terjemahan hasil Departemen Agama adalah benar, juga bukan salah. Akan tetapi, kita harus belajar ketingkatan lebih tinggi, seperti mempelajari ilmu tafsir. Berikut penulis, mencoba memaparkan penjelasan mengenai Al-Qur`an terjemahan Departemen Agama, beserta contoh terjemahannya yang dituding salah karena dapat menimbulkan pemikiran radikal.

B.     Rumusan Masalah

1.      Sejarah Al-Qur`an terjemah Departemen Agama ?
2.      Apakah metode yang digunakan dalam Al-Qur`an terjemahan Departemen Agama ?
3.      Bagaimanakah konsentrasi terhadap penafsiran ayat-ayat spesifik ?
4.      Bagaimanakah salah satu kesalahan dalam Al-Qur`an terjemahan Departemen Agama ?

C.    Tujuan Makalah

1.      Mengetahui sejarah Al-Qur`an terjemah Departemen Agama.
2.      Mengetahui metode yang digunakan dalam Al-Qur`an terjemah Departemen Agama.
3.      Mengetahui konsetrasi terhadap penafsiran ayat-ayat spesifik.
4.      Mengetahui salah satu kesalahan dalam Al-Qur`an terjemah Departemen Agama.







BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Terjemah

Terjemah dalam KBBI diartikan sebagai pengalihan makna dari bahasa tertentu ke bahasa lain.[1] Pelaku pekerjaan mengalihkan makna atau amanat tersebut diberi nama penerjemah. Sementara definisi terjemah dari segi istilah atau ‘urf (menurut paham umum) adalah ungkapan makna dari bahasa tertentu ke bahasa lain sesuai dengan maksud yang terkandung dalam bahasa tertentu tersebut. Maksudnya ialah mengungkapkan suatu “pengertian” dengan suatu kalam yang lain dalam bahasa yang lain, dengan memenuhi arti dan maksud yang terkandung di dalam pengertian tadi.

B.     Jenis-Jenis Terjemahan

Secara global terjemahan terbagi menjadi dua jenis, yakni terjemahan harfiah (leterlek) dan terjemahan tafsiriyah (maknawiyah).

a.         Terjemahan Harfiyah

Terjemahan harfiyah adalah pengalihan bahasa yang dilakukan sesuai urut-urutan kata bahasa sumber. Dalam hal ini terdapat upaya memindahkan sejumlah kata dari suatu bahasa kepada bahasa lain dengan kosa kata dan susunan bahasa yang susuai dengan bahasa aslinya. Menurut Az-Zarqaniy, terjemahan seperti ini tak ubahnya dengan kegiatan mencari padanan kata. Terjemahan ini juga disebut dengan terjemahan lafdziyah atau musawiah.
Terjemahan jenis ini dilakukan dengan cara memahami arti kata demi kata yang terdapat dalam teks terlebih dahulu. Kemudian dicari padanan kata dalam bentuk bahasa penerima, dan disusun sesuai dengan urut-urutan kata bahasa sumber meskipun maksud kalimat menjadi tidak jelas. Contoh : QS. Al-`Isra ayat 29 :
وَلَا تَجۡعَلۡ يَدَكَ مَغۡلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبۡسُطۡهَا كُلَّ ٱلۡبَسۡطِ فَتَقۡعُدَ مَلُومًا مَّحۡسُورًا )٢٩ (
Artinya : Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”.
Maka terjemahan harfiyahnya adalah dengan mengalih bahasakan satu persatu kata.

b.        Terjemahan Maknawiah  Atau Tafsiriyah

Terjemahan jenis ini adalah alih bahasa tanpa terikat dengan urut-urutan kata atau susunan kalimat bahasa sumber. Dalam definisi lain adalah menerang-kan pengertian yang terkandung dalam suatu kalam dengan bahasa yang lain dengan terlepas dari kosa kata dan struktur kalimat bahasa lainnya. Terjemahan tafsiriyah mengutamakan ketepatan makna dan dimaksud secara sempurna dengan konsekuensi terjadi perubahan urut-urutan kata atau susunan kalimat. Karena itu terjemahan ini juga dinamakan dengan terjemahan mak-nawiah karena mendahulukan ketepatan makna. Az-Zarqaniy dan Manna’ al-Qattan sama-sama menamakan terjemahan tafsiriyah dengan terjemahan mak-nawiah. Contoh untuk terjemah maknawiyah QS. Al-`Isra ayat 29 diatas adalah sebagai berikut : “dan janganlah kamu terlalu kikir dan janganlah kamu terlalu dermawan, karena itu dapat membuat tercela dan menyesal”

C.    Sejarah Penerjemahan Al-Qur`an di Indonesia

Dalam perjalanan sejarah Indonesia, penerjemahan di Indonesia terbagi menjadi 3 generasi :

Generasi Pertama

Al-Qur`an telah diterjemahkan pada pertengahan abad ke XVII oleh ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī[2] ke dalam bahasa Melayu. Walaupun terjemahan ini jika ditinjau dari sudut pandang ilmu bahasa Indonesia modern, belum sempurna, te-tapi pekerjaan ini mampu memberikan kontribusi besar terhadap rintisan awal ter-jemahan di Indonesia. Setelah munculnya terjemahan Al-Qur`an karya Abdul Ra’uf al-Fansuri, seperti dilansir dalam laman Republika, terjadi kevakuman yang cukup panjang; hampir tak ditemukan lagi terjemahan Al-Qur`an dalam bahasa Indonesia hingga abad ke-19 M. [3]
Menengok latar belakang secara singkat, Abdur Ra’uf menimba di Arab Saudi sejak 1640, dan ia kembali ke Tanah Air pada 1661. Ulama terkemuka itu lalu menerjemahkan Al-Qur`an ke dalam bahasa Melayu dalam tafsir Tarjuman al-Mustafid. Tafsir Al-Qur`an pertama di Nusantara itu disambut umat Islam yang bersemangat mempelajari dan memahami isi ajaran Al-Qur`an
Selain di Indonesia, tafsir tersebut juga digunakan oleh umat Islam di Singapura dan Malaysia. Tafsir itu pernah diterbitkan di Singapura, Penang, Bombay, Istanbul (Matba’ah al-Usmaniyyah, 1302 H/ 1884 M dan 1324 H/ 1906 M), Kairo (Sulaiman al-Maragi), serta Mekkah (al-Amiriah).
Sedikitnya ada dua pendapat besar mengenai tafsir yang ditulis Abdul Ra’uf itu. Pertama, orientalis asal Belanda, Snouck Hurgronje menganggap bahwa terjemah tersebut lebih mirip sebagai terjemahan tafsir al-Baidhawi.[4] Rinkes, murid Hurgronje, menambahkan bahwa selain sebagai terjemahan tafsir al-Baidhawi, karya ulama asal Aceh itu juga mencakup terjemahan tafsir al-Jalalain.
Kedua, Riddel dan Harun memastikan bahwa Tarjuman Al-Mustafid adalah terjemahan tafsir al-Jalalain, hanya pada bagian tertentu saja tafsir tersebut memanfaatkan tafsir al-Baidhawi dan tafsir al-Khazin. Abdul Ra’uf, menurut kedua ahli itu, cenderung memilih tafsir Jalalain. Secara emosional, Singkel memiliki runtutan sanad itu dapat ditelusuri melalui gurunya, baik al-Qusyasyi maupun atau al-Kurani.
Menurut Azyumardi Azra, Abdul Ra’uf menulis terjemahan Al-Qur`an ke dalam bahasa Melayu dalam perlindungan dan fasilitas penguasa Aceh ketika itu. Ia sangat yakin, karya besar itu ditulis di Aceh. Tarjuman Mustafid  karya Abdul Ra’uf merupakan salah satu petunjuk besar dalam sejarah keilmuan Islam, khususnya tafsir di tanah Melayu.
Sejak akhir tahun 1920-an dan seterusnya, mulai bemunculan sejumlah terjemahan Al-Qur`an, baik dalam bentuk juz per juz, maupun seluruh isi Al-Qur`an. Dan usaha ini di dukung oleh gerakan nasional yang disebut dengan “sumpah pemuda” pada tahun 1928.
Pada tahun 1938, Maḥmūd Yūnus menerbitkan Tarjamah Al-Qur`an al-Karīm, yang telah dimulai pada tahun 1924. Ini merupakan karya pertama yang dapat diakses dalam bahasa Melayu untuk keseluruhan ayat al-Qur`an, sejak karya ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī (Tarjumān al-Mustafid) yang muncul sekitar tiga abad sebelumnya.

Generasi Kedua

Pada generasi ini, penerjemahan Al-Qur`an di Indonesia masuk juga dilakukan dalam rangka tafsir, dan ini muncul pada pertengahan tahun 60-an. Baru di awal abad ke-20 M, sejumlah karya-karya terjemahan Al-Qur`an lengkap dengan tafsirnya dibuat. Di antara karya-karya tersebut adalah Al-Furqan oleh A Hassan dari Bandung (1928), Tafsir Hidayatur Rahman oleh KH Munawar Chalil, Tafsir Qur’an Indonesia oleh Mahmud Yunus (1935), Tafsir Al-Qur’an oleh H Zainuddin Hamid cs (1959), Tafsir Al-Qur’anil Hakim oleh HM Kasim Bakry cs (1960).
Kendati karya-karya terjemahan Al-Qur`an berbahasa Indonesia masih terbilang sedikit, namun pemerintah Republik Indonesia menaruh perhatian besar terhadap terjemahan Al-Qur`an ini. Hal ini terbukti bahwa penerjemahan Al-Qur`an masuk dalam Pola I Pembangunan Semesta Berencana, sesuai dengan keputusan MPR.
Untuk melaksanakan program ini Kementerian Agama pada masa itu telah membentuk sebuah lembaga Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Penafsir Al-Qur`an yang diketuai oleh Prof RHA Soenarjo SH, mantan Rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, waktu itu. Tim ini beranggotakan para ulama dan para sarjana Islam yang mempunyai keahlian dalam bidangnya masing-masing.
Setelah adanya dukungan dari Menteri Agama Republik Indonesia di Arab Saudi, akhirnya karya terjemahan tersebut memiliki status de facto sebagai terje-mahan Al-Qur`an berbahasa Indonesia. The King Fahd Complex for the Printing of the Holy Qur`an mencetak ulang terjemahan tersebut dengan format yang bagus, dan diberikan kepada para jamaah haji Indonesia dan segenap pengunjung Tanah Haram.
Pada masa Orde Baru, dari Repelita ke Repelita, pemerintah selalu men-cetak kitab suci Al-Qur`an. Pada Repelita V (1984-1989), misalnya, telah dicetak 3.729.250 buah Al-Qur`an, terdiri dari Mushaf Al-Qur`an, Juz ‘Amma, Al-Qur`an dan Terjemahannya, serta Al-Qur`an dan Tafsirnya.
Atas masukan dan saran masyarakat serta pendapat Musyawarah Kerja Ulama Al-Qur`an ke XV (23-25 Maret 1989), terjemah dan tafsir Al-Qur`an ter-sebut disempurnakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama bersama Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur`an.
Adapun di antara terjemahan-terjemahan Al-Qur`an ke dalam bahasa Indonesia adalah terjemahan yang dilakukan oleh Kemajuan Islam Yogyakarta, Qur`an Kejawen dan Qur`an Sundawiyah, dan penerbit-penerbit percetakan A.B. Sitti Syamsiah Solo, di antaranya tafsir Hidāyah al-Raḥman oleh K.H. Munawar Chalil, Tafsir Qur`an Indonesia oleh Mahmud Yunus (1935), al-Furqān oleh A. Hasan Bandung (1928).

Generasi Ketiga

Generasi ketiga ini muncul, setelah Era Reformasi. Perkembangan mut-akhir penerjemahan Al-Qur`an di Indonesia ini ditandai dengan sejumlah ter-jemahan yang mengadopsi pola penerjemahan yang lazim berlaku, yakni pe-nerjemahan kalimat, juga penerjemahan per kata, dimana di bawah setiap kata sepanjang baris ayat dibubuhkan arti harfiahnya. Ini merupakan terobosan yang sangat unik dan tentu saja singnifikan dalam pemahaman dan penafsiran Al-Qur`an. Sejumlah edisi terjemahan pola ini cukup bervariatif dan memperkaya khazanah. Satu di antaranya ialah Departemen Agama RI, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah Per-Kata, Syaamil International, 2007.

D.    Metode Kajian

Terjemah Al-Qur`an Departemen Agama jika dipandang dari aspek sumber penafsirannya maka akan masuk dalam ranah interpretasi bi al-ra’yi al-maḥmūd[5]. Hal itu dapat diketahui dari asal menafsirkan sebuah ayat-ayat Al-Qur`an yang lebih cenderung ringkas dan hanya menitikberatkan pada substansi makna secara singkat yang terkandung dalam sebuah ayat Al-Qur`an.
Adapun cara penjelasan yang terdapat dalam Terjemah Al-Qur`an Departemen Agama kecenderungannya mengikuti metode bayānī, yaitu sebuah macam penafsiran yang memfokuskan cara penjelasan ayat secara mandiri, tanpa mempertimbangkan atau mengkomparasikan pendapat-pendapat lain yang dapat terjerumus dalam perdebatan di setiap suatu masalah, sehingga penjelasannya akan semakin meluas tanpa adanya sebuah limitasi yang pasti. Apabila ditinjau dari aspek keluasan penjelasannya, maka Terjemah Al-Qur`an Departemen Aga-ma termasuk dalam jenis ijmālī. menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`an dengan cara yang sangat global dan singkat.
Mengenai sasaran dan tertib ayat yang ditafsirkan Terjemah Al-Qur`an De-partemen Agama ini mengikuti metode taḥlīlī, yaitu sebuah sistematika penafsiran yang mengupas ayat demi ayat secara analisis berdasarkan awal surat dalam Al-Qur`an hingga akhir surat.

E.     Konsentrasi Terhadap Penafsiran Ayat-Ayat Spesifik

Dalam sub-bab ini, penulis mencoba untuk menelisik sejauh mana pe-nafsiran yang terdapat dalam Terjemah Al-Qur`an Departemen Agama terkait ayat-ayat tertentu seperti huruf muqaṭṭa’ah, ayat-ayat antropomorfisme, ayat ten-tang ulī al-amr, ayat poligami, dan ayat min nafs wāḥidah. Berikut adalah pen-jelasan mengenai poin-poin ayat tersebut:

1.      Huruf Muqaṭṭa’ah

Huruf muqaṭṭa’ah secara keseluruhan dalam Terjemah Al-Qur`an De-partemen Agama tidak ditafsirkan secara imajinatif, hanya saja ditranslitrasi da-lam bahasa Indonesia dengan ejaan alif laam miim. Kemudian diberi catatan bahwa huruf-huruf abjad (muqaṭṭa’ah) yang terletak pada sebagian dari surat Al-Qur`an ada di antara sebagian ahli tafsir yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah SWT, karena dianggap sebagai ayat-ayat mutashābihāt. Sedangkan golo-ngan lain yang mencoba untuk menafsirkannya adalah bahwa mereka memandang sebagai nama surat. Ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf muqaṭṭa’ah itu berfungsi untuk menarik respons para pendengar agar memperhatikan Al-Qur`an, dan juga untuk mengisyaratkan bahwa Al-Qur`an diturunkan dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf muqaṭṭa’ah.

2.      Ayat-Ayat Antropomorfisme[6]

Disini diambil satu sampel ayat tentang antropomorfisme yang terdapat dalam Q.S al-Fatḥ (48): 10:
يَدُ اللهِ فَوْقَ أَيْدِيْهِمْ
Artinya : “Tangan Allah di atas tangan mereka”
Tangan Allah di atas tangan mereka, ini merupakan penjelasan dalam Terjemah Al-Qur`an Departemen Agama. Dan ini juga membuktikan bahwa lafal yad yang dinisbatkan kepada Allah SWT, tidak ditakwil dengan meng-gunakan makna yang lebih marjūḥ, sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama belakangan. Dan perlu diketahui bahwa Allah SWT Maha Suci dari segala sifat yang menyerupai makhluk-Nya.

3.      Ayat Ulī al-Amr

Lafal ulī al-amr dalam Al-Qur`an disebutkan dua kali dalam QS. al-Nisā`, yaitu pada ayat 59 dan 83. Mengenai ayat 59 Terjemah Al-Qur`an Departemen Agama tidak menjelaskan secara rinci tentang substansi makna ulī al-amr dalam ayat tersebut. Namun dalam ayat 83 sedikit dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ulī al-amr adalah tokoh-tokoh Sahabat dan para cende-kiawan. Di sini dapat diambil kesimpulan bahwa ulī al-amr merupakan orang-orang yang mem-punyai otoritas dan integritas tertinggi dalam merealisasikan semua tindakan.

4.      Ayat Poligami

Problematika tentang poligami sering kali diperdebatkan dalam QS. al-Nisā` (48): 10. Secara garis besar Terjemah Al-Qur`an Departemen Agama men-jelaskan bahwa Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turunnya ayat ini poligami memang sudah ada dan pernah juga dijalankan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Ayat ini membatasi poligami sampai empat istri saja.

5.      Ayat Min Nafs Wāḥidah

Interpretasi terhadap redaksi ayat min nafs wāḥidah dalam ayat pertama QS. al-Nisā` dijelaskan Terjemah Al-Qur`an Departemen Agama menurut be-berapa pendapat para mufassir. Menurut mayoritas ulama ahli tafsir, min nafs wāḥidah ditafsirkan dengan tulang rusuk Nabi Adam AS. Selain itu, ada pula yang menafsirkan dengan unsur yang serupa, yaitu tanah yang diciptakan menjadi Nabi Adam AS.

F.     Salah Satu Kesalahan Dalam Al-Qur`an Terjemah Departemen Agama.

Dikatakan salah disini dikarenakan, akan menimbulkan pemikiran seseorang menjadi salah. Diantara terjemah ayat Al-Qur’an yang dituding adalah: QS. Al-Baqarah (2): 191. Terjemah Harfiyah Depag:
وَٱقۡتُلُوهُمۡ حَيۡثُ ثَقِفۡتُمُوهُمۡ وَأَخۡرِجُوهُم مِّنۡ حَيۡثُ أَخۡرَجُوكُمۡۚ  ...
Artinya : “dan bunuhlah mereka di-mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Makkah)…”
Kalimat ‘bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai mereka’, seolah oleh ayat ini membenarkan untuk membunuh musuh di luar zona perang. Hal ini, tentu sangat berbahaya bagi ketentraman dan keselamatan kehidupan masyarakat. Karena pembunuhan terhadap musuh diluar zona perang sudah pasti menciptakan anarkisme dan teror, suatu keadaan yang tidak dibenarkan oleh syariat Islam.
Maka Terjemah Tafsiriyahnya adalah: “Wahai kaum mukmin, perangilah musuh-musuh kalian di manapun kalian temui mereka di medan perang dan da-lam masa perang…”
Dijelaskan, Terjemah Departemen Agama diatas berpotensi membenarkan tindakan kejam terhadap non-muslim. Padahal Islam secara mutlak melawan tin-dakan kejam terhadap musuh. Islam sebaliknya memerintahkan kepada kaum muslim berlaku kasih sayang dan adil kepada seluruh uma manusia, sebagai wujud dari misi rahmatan lil-‘alamin.
Dengan contoh terjemah ini, membuktikan bahwa tindakan radikal maupun teror yang banyak terjadi, mendapat dukungan dan pembenaran, bukan dari ayat Al-Qur`an, melainkan terjemah harfiyah terhadap ayat di atas, dan hal itu bertentangan dengan jiwa Al-Qur`an yang tidak menghendaki tindakan anarkis. Dan para pelakunya telah menjadi korban terjemah yang salah ini.
Padahal ketika Rasulullah SAW dan kaum Muslimin di Madinah, beliau hidup berdampingan dengan kaum Yahudi, Nasrani, Musyrik dan kaum yang tidak ber-agama, sepanjang mereka tidak menganggu Islam. Apa yang akan terjadi se-kiranya Rasulullah memerintahkan pengamalan ayat tersebut sebagaimana ter-jemahan Al-Qur`an dan Terjemahnya itu.
Kontroversi terjemah Al-Qur`an versi Departemen Agama RI, terutama di-sebabkan oleh kesalahan memilh metode terjemah. Metode terjemah Al-Qur`an yang dikenal selama ini ada dua macam, yaitu terjemah harfiyah dan terjemah makanwiyah/tafsiriyah, dan Depag memilih metode harfiyah/tekstual.





BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi penjelasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa :
1.      Terjemah adalah proses pengalih bahasaan dari satu bahas ke bahasa lain. Terjemah di bagi menjadi 2, yaitu terjemah harfiyah/leterlek, dan terjemah maknawiyah/tafsiriyah.
2.      Bahwa di Indonesia penerjemahan Al-Qur`an terbagi menjadi 3 generasi.
3.      Adapun Al-Qur`an Terjemah Depatemen Agama, pertama dipandang dari aspek sumber penafsirannya maka akan masuk dalam ranah interpretasi bi al-ra’yi al-maḥmūd. Kedua, dipandang dari cara penjelasan yang terdapat dalam Terjemah Al-Qur`an Departemen Agama kecenderungannya mengikuti metode bayānī. Ketiga, dipandang dari aspek keluasan penjelasannya, maka Ter-jemah Al-Qur`an Departemen Agama termasuk dalam jenis ijmālī. Keempat, Mengenai sasaran dan tertib ayat yang ditafsirkan Terjemah Al-Qur`an Departemen Agama ini mengikuti meto-de taḥlīlī.
4.      Dalam penerjemahannya, Terjemah Al-Qur`an Departeman Agama biasanya menggunakan footnote, jika suatu ayat memilki penaf-siran yang lain.
5.      Bahwa kesalahan dalam Terjemah Al-Qur`an Departemen Agama adalah sebabkan oleh kesalahan memilh metode terjemah. Metode terjemah Al-Qur`an yang dikenal selama ini ada dua macam, yaitu terjemah harfiyah dan terjemah makanwiyah/tafsiriyah, dan De-partemen Agama memilih metode harfiyah/tekstual.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Al-Qur`an, Y. P. (1993). Al-Qur`an Dan Terjemahannya. Semarang: CV. ALWAAH.
2.      Al-Zarqānī. (2010). Manāhil al-Qur`an. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
3.      Kebudayaan, D. P. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
4.      Mahmudi, A. Dipetik April 21, 2018, dari Tafsir Baidhawi (Anwar al-Tansil wa Asrar al-Ta`wil): http//:www.maqalah2.blogspot.com/2015/01.-tafsir-baidhawianwar-al-tanzil-wa_21.html.
5.      Ndeso, C. (2015, 04 24). Karakteristik Terjemah Al-Qur`An Departemen Agama Republik Indonesia Edisi Pertama. Dipetik April 20, 2018, dari Kumpulan Makalah: http://hasnanadip.blogspot.co.id/2015/04/karakteris-tik-terjemah-al.html
6.      Rajasa, S. (2002). Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Karya Utama.
7.      Seekers, T. (t.thn.). Teori Terjemah Al-Qur`an. Dipetik 04 20, 2018, dari Rhap-sodia: http://rhapsodia-inside.blogspot.co.id/2012/07/teori-terjemah-al-quran.html




[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1989, hal. 22.
[2] Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī adalah ulama asal Sinkel, Aceh, Sumatra pertama yang mempelajari pendidikan di Madinah dan beberapa kota di Arab Saudi dalam jangka waktu yang lama. Dan terkenal dengan kitab fonumenalnya yang berjudul “Tarjumān al-Mustafīd”.
[3] Cah, Ndeso. “Karakteristik Terjemah Al-Qur`An Departemen Agama Republik Indonesia Edisi Pertama” dalam http://hasnanadip.blogspot.co.id/2015/04/karakteristik-terjemah-al.html. diakses pada 20 April 2018, pukul 01.00 WIB
[4] Adalah nama seorang mufassir, dengan kitab karangannya “At-Tanzil wa Asrar At-Ta`wil”. Ali, Mahmudi. “Tafsir Baidhawi (Anwar al-Tansil wa Asrar al-Ta`wil)” dalam “http//:www.maqalah2.blogspot.com/2015/01.tafsir-baidhawianwar-al-tanzil-wa_21.html. Diakses pada 21 April 2018, pukul 02.00 WIB
[5] Sebuah rasionalitas penafsiran yang disandarkan pada jalur yang benar dan tidak jauh dari unsur kesesatan. Lihat. Al-Zarqānī, Manāhil al-Qur`an, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2010), hlm. 293.
[6] Istilah antropomorfisme dalam kamus ilmiah dijelaskan sebagai bentuk meletakkan sifat-sifat manusia kepada bukan manusia atau kepada alam. Istilah ini juga digunakan untuk memberikan gambaran tentang sifat Tuhan dengan sifat-sifat dan bentuk manusia. Lihat. Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Karya Utama, 2002), 39.

Post a Comment for "MAKALAH STUDI TAFSIR DI INDONESIA AL QUR’AN DEPARTEMEN AGAMA DAN TERJEMAHANNYA"