Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

Apa yang dimaksud Ad Dakhil fi Tafsir?



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril.[1]Al-Qur’an selamat dari penyelewengan, perubahan, terputusnya sanad dan campur tangan orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya, sepertiTaurat dan Injil. Karena memang Allah tidak menjamin Taurat dan Injil untuk menjaganya. Bahkan Allah menyerahkan kepada rahib dan pendeta untuk menghafalnya sendiri.[2] Meskipun demikian dalam memahami al-Qur’an, umat Islam sering menemukan kesulitan. Hal ini karena ada ayat-ayat tertentu yang sukar dimengerti maksud dan kandungannya. Disinilah fungsi tafsir sebagai kunci untuk membuka gudang simpanan yang tertimbun dalam al-Qur’an yang sangat diperlukan. Dan karena fungsinya yang esensial, maka tafsir sudah sepantasnya sebagi ilmu yang paling tinggi derajatnya.

Mempelajari mata kuliah Ad Dakhil fi Tafsir merupakan salah satu kewajiban mahasiswa prodi IQT fakultas Ushuluddin. Dengan tujuan memperdalam dan meningkatkan keimanan serta ketaqwaan kepada Allah, sehingga terwujudlah mahasiswa yang cerdas, beriman, bertaqwa berdasarkan nilai-nilai yang terkandung didalam Al Qur’an dan Al Hadits.

Dari makalah yang disusun, penyusun berharap mampu memberikan kontribusi yang positif akan gambaran tentang Pengertian, sejarah dan pertumbuhan Ad Dakhil fi Tafsir yang lebih dapat diaplikasikan dalam memperdalam kelimuan tentang tafsir Al Qur’an serta mampu mengaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.


B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud Ad Dakhil fi Tafsir?
2. Bagaimana sejarah dan pertumbuhan Ad Dakhil fi Tafsir?


C. Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan atau penyusunan makalah adalah
1. Mengetahui apa Ad Dakhil fi Tafsir
2. Mengetahui sejarah dan pertumbuhan Ad Dakhil fi Tafsir

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ad Dakhil fi Tafsir
Secara etimologi, al-dakhil berasal dari kata d-kh-l yang berarti tamu, yang datang dari luar, dan orang asing. Dalam konteks bahasa, al-dakhil berarti kata-kata asing yang dimasukkan ke dalam bahasa Arab.[3] Bisa juga, al-dakhil berarti hal baru dari luar yang menyelinap kepada yang lain, dan tidak sesuai dengan yang ditempatinya.[4]Fairuzzabaadi dalam kamusnya Al-Muhit mengartikan kata dakhil sebagai sesuatu yang masuk ke dalam tubuh manusia ataupun akalnya berupa penyakit atau sesuatu yang jelek. Menurut Zamakhsyari Dakhil merupakan suatu penyakit atau aib yang masuk ke alam tubuh atau ke dalam makanan sehingga merusaknya, sedangkan masyarakat Arab memaknainya sebagai suatu kata atau bahasa asing yang masuk dan bercampur ke dalam bahasa Arab. Dapat disimpulkan, arti dakhil secara bahasa adalah; tamu,datang dari luar, makar, rekayasa, aib, kerusakan, dan tidak sesuai dengan yang ditempatinya.
Sedang makna dakhil secara istilah menurut ulama tafsir, sebagaimana yang di defenisikan oleh Dr. Ibrahim Khalifah adalah; penafsiran Al-Quran yang tidak memiliki sumber jelas dalam Islam, baik itu tafsir menggunakan riwayat-riwayat hadits lemah dan palsu, ataupun menafsirkannya dengan teori-teori sesat sang penafsir (karena sebab lalai ataupun disengaja). Sedang, Dr. Abdul Wahhab memaknai dakhil dengan; menafsirkan Al-Qur’an dengan metode dan cara yang diambil bukan dari Islam.[5]
Pengertian al Dakhil yang diungkapkan oleh Sayyid Mursy Ibrahim al Buyumy seperti yang dikutip oleh Ibrahim Nayil adalah semua penafsiran yang didasarkan pada khabar dan riwayat-riwayat yang dha’if apalagi maudhu’ dan setiap penafsiran yang dihasilkan tanpa terpenuhinya syarat-syarat penafsiran.[6]


B. Sejarah Ad Dakhil fi Tafsir
Pada zaman Rasulullah, ad Dakhil belum ada, sebab semua penafsiran al-Qur’an dilakukan oleh Rasulullah dan di bawah pengawasan Allah secara langsung. Jadi, penafsiran yang dilakukan Rasulullah tidak mungkin ada kesalahan. Jika para sahabat menemukan kesulitan dalam memahami isi al-Qur’an, maka mereka akan langsung bertanya pada Rasulullah.
Ad Dakhil muncul pertama kali pada era para sahabat. Tepatnya sejak tahun 41 H, dengan munculnya perpecahan umat lslam pada saat itu. Sehingga tak sedikit mufasir yang memasukkan ad Dakhil ke dalam penafsirannya hanya untuk menguatkan ideologi golongannya tersebut atau sebab yang lainnya.
Dakhil bisa muncul dari dua sudut; Pertama, Dakhil yang timbul dari orang-orang non Islam (ad-Dakhil al-Khariji). Dakhil semacam ini muncul dari pemikiran musuh-musuh umat Islam yang ingin menghancurkan agama Islam baik itu dari orang Yahudi, Nasrani, orang yang tidak memiliki agama, maupun dari golongan Orientalis yang mereka hanya bertujuan untuk mempermainkan agama dan ingin menampakkan bahwa kitab suci al-Qur’an sangat bertentangan dengan dinamika kehidupan manusia. Mereka mulai memasukkan ideologi salah dalam memahami al-Qur’an agar terjadi fitnah di antara sesama Islam, agar umat Islam ragu terhadap kitab suci Allah, dan agar umat Islam bercerai berai.[7]
Kedua Dakhil yang muncul dari orang Islam sendiri. Dakhil macam ini bisa muncul dari golongan beragam yang mengatasnamakan golonganya beragama Islam, namun pada kenyataannya mereka mempunyai hubungan gelap dengan musuh-musuh Islam. Golongan Islam itu hanya menjalankan strategi yang dirumuskan oleh musuh-musuh Islam.[8]


C. Perkembangan Ad Dakhil fi Tafsir
Pada zaman Tabi’in, kaum Yahudi, Nasrani, dan orang-orang non-Arab semakin banyak yang memeluk Islam. Kisah-kisah tentang Isrāiliyyāt dan ajaran-ajaran agama lama mereka pun semakin mudah membaur dengan ajaran Islam. Dengan fenomena seperti ini, disadari ataupun tidak, riwayat-riwayat bohong dan paham-paham yang menyimpang mulai merasuk dalam penafsiran al-Quran.[9]
Pada masa Tabi’ Tabi’in, riwayat-riwayat ini dengan mudah masuk ke buku-buku tafsīr, karena sebagian mereka tidak peduli (sengaja) memasukkan cerita-cerita tersebut untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’ān yang menceritakan sebuah kisah secara terperinci. Sebenarnya banyak karya tafsir dihasilkan oleh para ulama’ dalam periode ini.[10]
Namun, karena tafsir-tafsir itu tak mencantumkan sanad secara tegas, maka bercampur baurlah antara riwayat yang sahīh dan riwayat yang tidak sahīh. Kondisi semacam ini merambah pada pemuatan kisah-kisah Isrāiliyyāt. Di antara para mufassir yang banyak memasukkan ad-Dakhil dalam mereka adalah Muhammad bin As-Saib Al-Kalbī, Abdul Mālik bin Abdul ‘Aziz bin Juraih, dan juga Muqatil bin Sulaiman.[11]
Perkembangan periode selanjutnya yaitu mulai dari era Abbasiyyah sampai sekarang. Era tersebut merupakan era dimana wilayah negara Muslim sangat luas, berkembang banyak sekali aliran seberagam pula opini-opini keagamaan mereka, dan begitu juga faktor latar belakang sosial kultur mereka. Ilmu pengetahuan mereka pun berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan yang ada. Seperti halnya ilmu fikih, linguistik, filsafat, dan lain sebagainya. Hal itu berdampak pada upaya untuk memasukkan keilmuan-keilmuan yang ada tersebut dalam tafsir.[12]

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari makalah yang telah disusun, dapat disimpulkan bahwa ad dakhil menurut etimologi adalah tamu,datang dari luar, makar, rekayasa, aib, kerusakan, dan tidak sesuai dengan yang ditempatinya. Sedang makna dakhil secara istilah menurut ulama tafsir:
1. Dr. Ibrahim Khalifah adalah; penafsiran Al-Quran yang tidak memiliki sumber jelas dalam Islam, baik itu tafsir menggunakan riwayat-riwayat hadits lemah dan palsu, ataupun menafsirkannya dengan teori-teori sesat sang penafsir (karena sebab lalai ataupun disengaja).
2. Dr. Abdul Wahhab memaknai dakhil dengan; menafsirkan Al-Qur’an dengan metode dan cara yang diambil bukan dari Islam.
3. Sayyid Mursy Ibrahim al Buyumy seperti yang dikutip oleh Ibrahim Nayil adalah semua penafsiran yang didasarkan pada khabar dan riwayat-riwayat yang dha’if apalagi maudhu’ dan setiap penafsiran yang dihasilkan tanpa terpenuhinya syarat-syarat penafsiran.
Ad Dakhil muncul pertama kali pada era para sahabat. Tepatnya sejak tahun 41 H, dengan munculnya perpecahan umat lslam pada saat itu.Dakhil bisa muncul dari dua sudut
1. Dakhil yang timbul dari orang-orang non Islam (ad-Dakhil al-Khariji). Dakhil semacam ini muncul dari pemikiran musuh-musuh umat Islam yang ingin menghancurkan agama Islam baik itu dari orang Yahudi, Nasrani, orang yang tidak memiliki agama, maupun dari golongan Orientalis yang mereka hanya bertujuan untuk mempermainkan agama dan ingin menampakkan bahwa kitab suci al-Qur’an sangat bertentangan dengan dinamika kehidupan manusia.
2. Dakhil yang muncul dari orang Islam sendiri. Dakhil macam ini bisa muncul dari golongan beragam yang mengatasnamakan golonganya beragama Islam, namun pada kenyataannya mereka mempunyai hubungan gelap dengan musuh-musuh Islam. Golongan Islam itu hanya menjalankan strategi yang dirumuskan oleh musuh-musuh Islam.
Pada masa Tabi’ Tabi’in, riwayat-riwayat ini dengan mudah masuk ke buku-buku tafsīr, karena sebagian mereka tidak peduli (sengaja) memasukkan cerita-cerita tersebut untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’ān yang menceritakan sebuah kisah secara terperinci.Perkembangan periode selanjutnya yaitu mulai dari era Abbasiyyah sampai sekarang.


KRITIK DAN SARAN
Demikian makalah yang kami susun, semoga bermanfaat. Apabila terdapat kesalahan kata dan penyusunan penyusun memohon kritik dan saran serta permohonan maaf yang sebesar-besarnya.

DAFTAR PUSTAKA

journal.uin-alauddin.ac.id,



[1]Diakses pada http://repo.iain-tulungagung.ac.id/7284/4/BAB%20I.pdf, dikutip dari Ata’illah, Sejarah al Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 15
[2]Diakses pada http://repository.uin-suska.ac.id/3873/2/BAB%20I.pdf, dikutip dari Abduh Zulfidar Akaha, Al-Qur’an dan Qira’at, Jakarta, Pustaka Al-Kausar, 1996, hal.20
[3]Diakses pada journal.uin-alauddin.ac.id, dikutip dari Ibrahim Musthafa. Al-Mu’jam al-Washit, juz 1, (tk: tp, tt), hlm. 572. Lihat juga, Ahmad Warson Munawwir. Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), hlm. 393.
[4] Diakses padajournal.uin-alauddin.ac.id, dikutip dari Jum’ah Ali Abdul Qadir. Al-dakhil baina al-Dirasah al-Manhajiyyah wa alNamadzij al-Tathbiqiyyah, (Mesir: tp, tt), hlm. 15.
[5]Diakses pada http://kajian-islah.blogspot.com/2009/04/dakhil-dalam-tafsir-al-quran.html
[7] Diakses pada https://www.academia.edu/34876941/MUNCUL_DAN_BERKEMBANGNYA_AL-DAKHIL_FI_TAFSIR, dikutip dari Salih al-‘Adili, al-Dakhil fi al-Tafsir, (Tesis—Jami’at al-Madinah al-‘Alamiyah, ttp), hlm. 12-13.
[8] Diakses pada https://www.academia.edu/34876941/MUNCUL_DAN_BERKEMBANGNYA_AL-DAKHIL_FI_TAFSIR, dikutip dari Salih al-‘Adili, al-Dakhil fi al-Tafsir, (Tesis—Jami’at al-Madinah al-‘Alamiyah, ttp), hlm. 13
[9] Diakses pada https://www.academia.edu/34876941/MUNCUL_DAN_BERKEMBANGNYA_AL-DAKHIL_FI_TAFSIR, dikutip dari Husain Az-Ẑahabi, Al-Isrā'iliyāt fī At-Tafsīr wa Al-Ḥadīṡ (Kairo: Majma' Al-Buḥus Al-Islāmiyyah, 1971), hlm. 85
[10] Ibid, hlm. 85
[11] Ibid, hlm 86
[12] Ibid, hlm. 86

Post a Comment for "Apa yang dimaksud Ad Dakhil fi Tafsir?"