Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

Kaidah Untuk Mengetahui Hadits Maudhu'

Ada beberapa patokan yang bisa digunakan untuk mengetahui hadits maudhu’, diantaranya :

1. Dalam sanad

  • Atas dasar pengakuan para pembuat hadits palsu, sebagaimana pengakuan Abu ‘Ishmah Nuh bin Abi Maryam bahwa ia telah membuat hadits tentang fadhilah membaca Al-Qur’an, surat demi surat.
  • Adanya qarinah (dalil) yang menunjukkan kebohongannya, misal pengakuannya ia meriwayatkan dari seorang syekh, tapi ternyata ia belum pernah bertemu langsung, atau syekh tersebut diketahu telah meninggal saat ia masih kecil. Atau juga pernah menerima hadits dari suatu daerah namun ia belum pernah ke daerah itu.
  • Meriwayatkan hadits sendirian, sementara diri rawi dikenal sebagai pembohong.
2. Dalam matan

  • Buruknya redaksi hadits, padahal Nabi SAW adalah seorang yang sangat fasih dalam berbahasa.
  • Maknanya rusak. Ibnu Hajar menjelaskan bahwa lafadz ini dititikberatkan pada kerusakan arti, sebab dalam sejarah tercatat “periwayatan hadits tidak hanya bi lafdzi tapi juga ada yang bil ma’nawi”.
  • Matannya bertentangan dengan al-Qur’an atau hadits yang lebih kuat
  • Matannya menyebutkan janji yang sangat besar atas perbuatan yang kecil atau ancaman yang besar atas perkara yang kecil.
  • Hadits yang bertentangan dengan sejarah Nabi SAW.
  • Hadits yang terlalu melebih-lebihkan salah satu sahabat.


Sumber :
  1. ‘Ajjaj al-Khatib, hlm.432-436

Post a Comment for "Kaidah Untuk Mengetahui Hadits Maudhu'"