Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

TOKOH DI INDONESIA TENTANG AKHLAK TASAWUF DAN WALISONGO

Oleh : elrosyadi296



TOKOH DI INDONESIA TENTANG AKHLAK TASAWUF DAN WALISONGO
A.                 Syekh Siti Jenar
           Syekh Siti Jenar dikenal dengan banyak nama seperti Sitibrit dan Lemah Abang. Menurut Dalhar Shodig, Syeikh ini berasal dari Cirebon, Jawa Barat dengan nama asli Ali Hasan, ia hidup pada pertengahan 16 M. Dalam mengembangkan ajarannya Syeikh Siti Jenar dianggap amat liberal dan kontroversial dinilai melawan arus yang dibangun oleh Wali Songo. Pemikiran Syeikh Siti Jenar bahwa hidup didunia dinilai sebagai kematian dan lepasnya nyawa sebagai awal dari kehidupan, baginya syariat Islam berlaku setelah manusia menjalani kehidupan pasca kematian.
Pendapat Siti jenar yang lain adalah bahwa tuhan itu bersemayam didalam dirinya dan shalat lima waktu sehari juga zikir merupakan suatu keputusan hati, tergantung kepada kehendak pribadi. Siti Jenar berpendapat bahwa Tuhanlah satu-satunya penguasa Alam ini dan Dia pula yang berkuasa atas segala kehendak-Nya, Dialah yang Maha Mulia, Pangkal dari segala Ilmu, Maha sempurna dan tanpa cacat seperti Hamba-Nya.
B.                 Hamzah Fansuri
Hamzah fansuri adalah ulama dan sufi pertama yang menghasilkan karya tulis ketasawufan dan keilmuan dalam bahasa melayu tinggi atau baku. Berdasarkan kata “fansur” yang menempel pada namanya, sebagian peneliti beranggapan bahwa ia berasal dari fansur, sebutan orang arab terhadap barus yang sekarang merupakan kota kecil di pantai barat sumatera utara yang terletak diantara Sibolga dan Singkel. Dipercaya bahwa hamzah fansuri hidup antara pertengahan abad ke-16 hingga awal abad ke-17.
     Pemikiran-pemikiran fansuri tentang tasawuf banyak dipengaruhi ibn’arabi dalam paham wahdat wujudnya. Diantara ajaran-ajarannya adalah:
1.        Allah. Allah adalah dzat yang mutlak dan qadim sebab dia adalah yang pertama dan pencipta alam semesta.
2.        Hakikat wujud dan penciptaan. Semua benda yang ada sebenarnya merupakan manifestasi  dari yang haqiqi yang disebut al-haqq ta’ala. Ia menggambarkan wujud tuhan bagaikan lautan dalam yang tak bergerak, sedangkan alam semesta merupakan gelombang lautan wujud tuhan. Pengaliran dari dzat yang mutlak ini diumpamakan gerak ombak yang menimbulkan uap, asap, awan, yang kemudian menjadi dunia gejala. Itu pula yang disebut tanazul. Kemudian segala sesuatu kembali lagi kepada tuhan (taraqqi) yang digambarkan bagaikan uap, asap, awan, lalu hujan dan sungai dan kembali lagi ke lautan.
3.        Manusia. Walaupun manusia sebagai tingkat terakhir dari penjelmaan, ia adalah tingkat yang paling penting dan merupakan penjelmaan yang paling penuh dan sempurna.
4.        Kelepasan. Manusia sebagai makhluk penjelmaan yang sempurna dan berpotensi untuk menjadi insan kamil (manusia sempurna), tetapi karena ia lalai, pandagannya kabur  dan tiada sadar bahwa seluruh alam semesta ini adalah palsu dan bayangan.

C.                 Syamsuddin Sumatrani
Syamsuddin Sumatrani adalah keturunan seorang ulama, ia mendapat pendidikan agama dari Syeikh Hamzah Fansuri. Syamsuddin Sumatrani dikenal dengan nama Syamsuddin Pasai.[1] Hidup diantara tahun 1575-1630 M. Ia mengikuti tarekat Qadirriyah yang mendapat sokongan dari Sultan Iskandar, selain mendapat sokongan Syamsudin Sumatrani juga pernah memangku jabatan sebagai perdana menteri kerajaan aceh. Setelah mangkatnya sultan Iskandar Muda, Nuruddin Al-Raniri berhasil mempengaruhi Sultan Iskandar Tsani dan karena ini ajaran Hamzah Fansuri yang disiarkan oleh Syamsyudin Sumatrani terhapus.
Pokok-pokok ajaran dari Syamsuddin Sumatrani :
1.        Tentang Allah, Syamsuddin mengajarkan bahwa Allah itu Esa ada nya, qadim dan baqa.  
2.        Tentang penciptaan. Sufi ini menggambarkan tentang penciptaaan dari Dzat yang mutlak itu melalui beberapa tahapan atau tingkatan dimulai dari tingkatan ahadiyah, wahdah, wahidiyah, alam arwah, alam mitsal, alam ajsam dan alam insan.
3.         Tentang manusia ia berpendapat bahwa manusia seolah-olah semacam objek ketika tuhan menzahirkan sifatnya. Semua sifat yang dimiliki oleh manusia ini adalah sekadar penggambaran dari sifat-sifat tuhan, bukan berarti sifat-sifat yang dimiliki manusia sama dengan Tuhan.

D.                 Nuruddin Al-Raniri
 Nama lengkapnya adalah Nuruddin Muhammad bin Ali bin Hasanji bin Muhammad Hanif Al-Raniri Al-Quraisyi Al-Syafi’i. Nuruddin Al Raniri adalah sarjana India keturunan Arab, beliau dilahirkan di daerah Ranir yang tak jauh dari Gujarat.[2]
Al Raniri berkunjung ke Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar II, Raniri menjabat sebagai mufti untuk kerajaan aceh selama  7 tahun. Selain sebagai Ulama dan Mufti, Al-Raniri juga sebagai figur yang produktif dan berpengetahuan luas diberbagai bidang Ilmu pengetahuan. Dibuktikan dengan berbagai karya-karya ilmiahnya mencakup bidang-bidang Fiqh, Hadits, Tasawuf, Perbandingan Agama dan Filsafat.
Tatkala Sultan Iskandar Tsani naik tahta, Syaikh Nuruddin Al Raniri segera menjadi Mufti karena menjalin hubungan yan baik dengan Sultan. Kesempatan ini tidak disia-siakan dan dia segera melancarkan kampanye pemberantasan apa yang disebutnya tasawuf wujudi “ateis”  yang menjadi sasarannya adalah pengikut  Al-Fansuri dan semua buku-buku dan karya dari Al-Fansuri dimusnahkan.
Adapun ajaran-ajaran  tasawuf Nuruddin Al-Raniri adalah:
1.      Tentang Tuhan
Pendirian Al-Raniri dalam masalah ketuhanan pada umumnya bersifat kompromis. Ia berusaha menyatukan  paham mutakallimin dengan paham para sufi yang diwakili Ibn ’Arabi. Ia  berpendapat bahwa ungkapan wujud Allah dan alam esa” berarti bahwa alam ini merupakan sisi lahiriah dari hakikatnya yang batin, yaitu Allah. Namun, ungkapan itu pada hakikatnya adalah bahwa alam ini tidak ada. Yang ada hanyalah wujud Allah yang esa. Jadi tidak dapat dikatakan bahwa alam ini berbeda  atau bersatu dengan Allah. 
2.      Tentang alam
Ar-Raniry berpandangan bahwa alam ini diciptakan Allah melalui tajalli. Ia menolak teori al-faidh  (emanasi) Al-Farabi karena akan membawa  kepada pengakuan bahwa alam ini qadim sehingga dapat jatuh kepada kemusyrikan. Alam dan falak, menurutnya, merupakan wadah tajalli asma dan sifat Allah dalam bentuk yang kongkret. Sifat ilmu bertajalli pada alam dan akal; nama Rahman ber-tajalli pada arsy, nama Rahim ber-tajalli pada kursy, nama Raziq bertajalli pada falaq ketujuh, dan seterusnya.
3.      Tentang manusia
Manusia, menurut Ar-Raniri, merupakan makhluk Allah yang paling sempurna di dunia ini. Sebab, manusia merupakan khalifah Allah di bumi yang dijadikan sesuai dengan citra-Nya. Juga karena ia merupakan mazhhar (tempat kenyataan asma dan sifat Allah paling lengkap dan menyeluruh). Konsep insan kamil, menurutnya hampir sama dengan apa yang telah digariskan  Ibn ’Arabi.
4.      Tentang wujudiyah
Inti ajaran wujudiyah, menurut Ar-Raniri, berpusat pada wahdat al-wujud, yang disalahartikan kaum wujudiyyah dengan arti kemanunggalan Allah dengan alam. Menurutnya, pendapat Hamzah Fansuri tentang wahdat al-wujud dapat membawa kekafiran. Ar-Raniri berpandangan bahwa jika benar Tuhan dan makhluk hakikatnya satu, dapat dikatakan  bahwa manusia adalah Tuhan dan Tuhan adalah manusia, maka jadilah seluruh makhluk itu adalah Tuhan. Semua yang dilakukan manusia, buruk atau baik, Tuhan turut serta melakukannya. Jika demikian halnya, manusia mempunyai sifat-sifat Tuhan.
5.      Tentang hubungan syari’at dan hakikat
Pemisahan antara syari’at dan hakikat, menurut Ar-Raniri, merupakan sesuatu yang tidak benar. Untuk menguatkan argumentasinya, ia mengajukan beberapa pendapat pemuka sufi, diantaranya adalah syekh Abdullah Al-Aidarusi yang menyatakan bahwa tidak ada jalan menuju Allah, kecuali melalui syari’at yang merupakan pokok dan cabang islam.[3]
Dalam berbagai karyanya kecendrungan Al-Raniri adalah menentang pendapat-pendapat Fansuri dan Al-Sumatrani, bersandarkan kepada pemikiran, sebagai berikut :
1.      Panteisme persis sama dengan pendapat-pendapat filosof, Zoroaster dan ajaran Reinkarnasi dalam hal hubungan khaliq dan makhluq.
2.      Panteisme mempraktikkan ajaran al-hulul-nya orang-orang ateis, yaitu percaya bahwa tuhan berada di dalam makhluq.
3.      Panteisme percaya bahwa wujud Allah swt. Adalah basith (simpel)
4.       Panteisme mengikuti doktrin bahwa Al-Quran ini adalah sebuah makhluq sesuai dengan aliran Mu’tazillah
5.      Panteisme percaya bahwa “alam bersifat qadim” seperti halnya ajaran-ajaran sebagian filosof.
E.                  Muhammad Nafis Al Banjari
 Tokoh ini merupakan tokoh Tasawuf Kalimantan selatan, lahir pada 1148/1735 di Martapura dari keluarga bangsawan Banjar. Pendidikan awalnya ditempuh dikampung halamannya kemudian diteruskan ke Mekkah. Guru-guru beliau antara lain adalah Al-Sammani, Muhammad al-Jawhari, Abd’ Allah Ibn Hijazi al-Syarqawi, Muhammad Shiddiq ibn Umar Khan.
 Muhammad Nafis Al Banjari diketahui berteman dengan Al-Palimbani, Muhammad Arsyad, dll. Muhammad Nafis seperti kebanyakan Ulama Melayu Indonesia yaitu bermazhab Syafi’i dan berteologi Asy’ari. Dia berafiliasi dengan beberapa tarekat yaitu Qadirriyah, Syatarriah, Sammaniyah, Naqsybandiah dan Khalwatiyyah. Muhammad Nafis adalah seorang ahli Kalam dan Tasawuf karyanya al-Durr Al-Nafs menekankan transedental mutlak dan ke-esaan Tuhan. Buku beliau ini dilarang oleh Belanda karena dikhawatirkan akan mendorong umat Islam melakukan Jihad.[4]
 Menurut Muhammad Nafis keesaan Tuhan (tauhid) terdiri atas empat tahap: Tauhid Al-Af’al (keesaan perbuatan Tuhan), Tauhid al-Shifat (keesaan sifat-sifat Allah) Tauhid Al-Asma’(keesaan nama-nama tuhan) dan Tauhid al-Dzat. Muhammad Nafis menekankan pentingnya kepatuhan terhadap syariat baik lahir maupun batin untuk mencapai tahap Kasyf, mustahil seseorang sampai tahap itu tanpa menguatkan daya spritualnya dengan cara menjalankan ibadah-ibadah lain yang ditetapkan dalam syariat.
F.                  Ismail Al-Minangkabawi
Nama lengkap beliau adalah Al-‘Alim Al-Fadhil Al-Hammam Al-Kamil Shahib Al-Wilayah Wal Karamah Syeikh Ismail Al-Khalidi. Syeikh Ismail al-Khalidi adalah pelopor tarekat Naqsyabandiyah khalidiyyah di Minangkabau. Pendidikan agama Syeikh Ismail bermula di Surau, kemudian melanjutkan pelajarannya ke Tanah Suci, semasa di Arab beliau menetap selama 30 tahun Makkah dan 5 tahun di Madinah sambil menulis kitab karangan beliau yaitu Kifayat Al-Ghulam ditulis dalam bahasa Melayu klasik. Syeikh Ismail al Minangkabawi mempunyai banyak murid, dua diantranya yang terkenal adalah Raja Ali Ibn Yamtuan Muda Raja Ja’far dan sepupunya Raja Ali Haji.[5]
    Ismail sendiri dibai’at masuk ke Tarikat Naqsabandiyah oleh Khalifah dari Maulana Khalid di Mekkah. Sebelum mengadakan perjalanan kembali ke Asia Tenggara, Ismail sudah lama mengajarkan Tarikat Naqsyabandiyah Khalidiyyahdi Makkah, dan ketika memulai perjalanannya kembali ke Asia Tenggara ia mula-mula singgah di Singapura dan menjadikannya sebagai basis sementara dan mulai mengajarkan tarekat disana. Ajaran yang dibawanya sendiri ini juga ada yang menentang, diantaranya adalah seorang Ulama berasal dari Hadramaut yaitu Salim bin Samir.
Kitab Khifayat al-Ghulam karangan Ismail al-Minangkabawi berisi dimulai dengan Rukun Islam, Rukun Iman, lalu membicarakan sifat sepuluh yang wajib diketahui, karena menurutnya tidak sah ibadah seseorang tanpa mengetahui sifat Tuhannya. Ada juga bab khusus yang berbicara tentang Bersuci, Shalat, Puasa, Haji dan Nikah yang menjadi banyak perhatian di Asia tenggara, karena keunggulan kitab ini dibanding kitab-kitab lain.
G.                 HAMKA
Hamka ( Haji Abdul Malik Karim Amrullah) dilahirkan di Tanah Sirah, Sungai Batang, di tepi Danau Maninjau, tepatnya pada tanggal 13 Muharram 1362 H, bertepatan dengan 16 februari 1908 M. Ayahnya adalah Abdul Karim Amrullah. Ayah Hamka termasuk keturunan Abdul Arief, gelar Tuanku Pauh Pariaman atau Tuanku Nan Tuo, salah seorang pahlawan paderi. Pemikiran-pemikiran Hamka tentang tasawuf diantaranya:
a.       Hakikat tasawuf
Tasawuf  pada hakikatnya adalah usaha yang bertujuan untuk memperbaiki budi dan membersihkan batin. Artinya, tasawuf adalah alat untuk membentengi dari kemungkinan-kemungkinan seseorang terpeleset ke dalam lumpur keburukan budi dan kekotoran batin yang intinya, antara lain dengan berzuhud seperti teladan hidup yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah lewat As-sunnah yang shahih.
b.      Fungsi tasawuf
Menurut pendapat Hamka, tasawuf yang bermuatan zuhud yang benar, yang juga dilaksanakan lewat peribadahan agama yang didasari I’tiqad yang benar, mampu berfungsi sebagai media pendidikan moral yang religius yang efektif. Pendapat ini didasarkan atas pengamatannya terhadap cara melaksanakan hidup ketasawufan dikalangan masyrakat. Menurutnya, dalam tasawuf senantiasa ditekankan masalah pembinaan moral secara positif.
c.       Tasawuf modern
Dari segi struktur, tasawuf yang ditawarkan Hamka berbeda dengan tasawuf pada umumnya (tasawuf tradisional). Tasawuf yang ditawarkan Hamka (disebut tasawuf modern atau tasawuf positif) berdasar pada prinsip “tauhid”, bukan  pencarian pengalaman “mukasyafah”. Jalan tasawufnya melalui sikap zuhud yang dapat dilaksanakan dalam peribadahan resmi sikap zuhud, tidak perlu terus menerus bersepi-sepi diri dengan menjauhi kehidupan normal.
Secara garis besar, konsep dasar sufistik yang ditawarkan Hamka adalah sufisme yang berorientasi kedepan, yang ditandai dengan mekanisme sebuah system ketasawufan yang unsur-unsurnya meliputi: prinsip tauhid, dalam arti menjaga trensendensi Tuhan dan sekaligus merasa dekat dengan Tuhan memanfaatkan peribadahan sebagai media bertasawuf, dalam arti disamping melaksanakan perintah agama juga mencari hikmah di balik semua perintah agama, juga mencari hikmah dibalik semua perintah ibadah itu; dan menghasilkan  refleksi hikmah yang berupa sikap positif terhadap hidup dalam wujud memiliki etos sosial yang tinggi.
d.      Qana’ah
Menurut Hamka, maksud qana’ah amatlah luas. Menyuruh benar-benar percaya akan adanya kekuasaan yang melebihi kekuasaan kita, sabar menerima ketentuan Illahi jika ketentuan itu tidak menyenangkan diri, dan bersyukur jika dipinjami-Nya nikmat. Qana’ah adalah  modal yang paling teguh untuk menghadapi penghidupan, menimbulkan kesungguhan hidup yang betul-betul (energi) mencari rezeki.
e.       Tawakkal
Hamka menjelaskan tawakkal adalah menyerahkan keputusan segala perkara, ikhtiar, dan usaha kepada tuhan semesta alam. Dia yang kuat dan kuasa, sedangkan kita lemah dan tidak berdaya. Tidaklah keluar dari garisan tawakkal, jika kita berusaha menghindarkan diri dari kemelaratan, baik yang menyangkut diri, harta-benda, anak turunan, baik kemelaratan yang yakin akan datang, atau berat pikiran akan datang, atau boleh jadi akan datang. 
Wali Songo
"Walisongo" berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid. Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Secara garis besar aliran tasawuf yang berkembang pada zaman Wali Songo dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu : 
1.      Tasawuf Sunni
Tasawuf sunni adalah bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Al-Qur'an dan Al Hadits secara ketat, serta mengaitkan ahwal (keadaan) dan maqamat (tingkat rohaniah) mereka pada dua sumber tersebut. Dalam tasawuf sunni terdapat tiga langkah utama yang yang harus dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT :
a.       Senantiasa mengawasi jiwa (muraqabah) dan menyucikannya dari segala kotoran.
b.      Memperbanyak zikrullah.
c.       Zuhud di dunia, tidak terikat dengan dunia dan gemarkan akhirat.
2.      Tasawuf Falsafi
Di dalam tasawuf falsafi metode pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf sunni, kalau tasawuf sunni lebih menonjol kepada segi praktis, sedangkan tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis sehingga dalam konsep-konsep tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendektan-pendekatan filosofis, yang ini sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam, bahkan bisa dikatakan mustahil.

Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
Anggota :
ANAS MASRURI
M. MUTIQ ROSYADI
L. ROSYADI


[1] Sri Mulyati. 2006. Tasawuf Nusantara, Jakarta. Hal. 81
[2] Alwi Shihab.2009. Akar Tashauf diIndonesia, hal  77

[3] M. Sholihin, Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf untuk Mata Kuliah Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, ) h., 250

[4] Sri Mulyani Op Cit  hal 118
[5] Ibid hal 159
 

Post a Comment for "TOKOH DI INDONESIA TENTANG AKHLAK TASAWUF DAN WALISONGO"