Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

TUGAS INDIVIDU STUDI TAFSIR KLASIK DAN PERTENGAHAN TAFSIR WAL MUFASSIRUN KARYA ADZ DZAHABI


TUGAS INDIVIDU
STUDI TAFSIR KLASIK DAN PERTENGAHAN
TAFSIR WAL MUFASSIRUN KARYA ADZ DZAHABI
Oleh : L.Rosyadi (IQT/IV)
NIM : 1631037
A.    BIOGRAFI PENGARANG : Dr. Muhammad Husain Adz-Dzahabi
1.      KELAHIRAN
Beliau adalah : al-Imam al-Hafizh, ahli sejarah Islam, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin Abdullah at-Turkmani al-Fariqi asy-Syafi’i ad-Dimasyqi adz-Dzahabi. Beliau dilahirkan pada Rabiul Akhir 673 H di sebuah desa bernama Kafarbatna di dataran padang hijau Damaskus, di tengah sebuah keluarga yang berasal dari Turkmenistan, yang ikut kepada kabilah Bani Tamim, dan mereka menetap di kota Mayyafarqin dari daerah Bani Bakar yang paling terkenal.
Adz-Dzahabi tumbuh di tengah keluarga yang cinta ilmu dan beragama. Keluarga inilah yang memberikan perhatian kepada beliau dengan mengirimnya kepada para syaikh kota Damaskus yang terkenal. Dan adz-Dzahabi telah berhasil mendapat ijazah dari mereka ketika masih kecil, sewaktu umurnya belum genap 18 tahun, perhatian dan orientasinya sangat jelas untuk menuntut ilmu. Adz Dzahabi tinggal selama 4 tahun bersama salah seorang sastrawan, yaitu Alaudin Ali bin Muhammad Al Halabi, yang terkenal dengan sebutan Al Bushbush. Dia mulai fokus menuntut ilmu ketika berusia 18 tahun.
2.      PERJALANAN MENUNTUT ILMU
Perhatiannya bermula kepada ilmu qiraah dan hadis; dan yang mendorongnya ke arah itu adalah kecerdasaannya yang sangat jenius dalam berdiskusi dan memahami ilmu, dan kemampuannya yang luar biasa dalam mengingat dan menghafal, serta cita-citanya yang tinggi untuk bertemu para ulama dan berpetualang dalam menuntut ilmu.
Adz Dzahabi belajar qira`at (cara mengucapkan lafazh-lafazh Al Qur`an dan mempraktekkannya, baik yang disepakati maupun yang diperselisihkan, dan menyandarkannya kepada periwatnya kepada Syaikhul Qurra` Jamaludin Abu Ishaq Ibrahim bin Daud Al Asqalani Ad-Dimasyqi, yang terkenal dengan sebutan Al Fadhili. Kemudian dia belajar kepada Syaikh Jamaludin Abu Ishaq Ibrahim bin Ghali Al Muqri` Ad-Dimasyqi. Dia mengikuti majlis yang diadakan Syaikh Syamsudin Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Aziz Ad-Dimyathi Ad-Dimasyqi, seorang ahli qira`at, yang kemudian mempercayakan majlis-nya kepadanya pada tahun 692 H di masjid Jami’ dinasti Umayyah. Dia juga mendengar (belajar) kitab Asy-Syathibiyyah (Kitab Imam Syathibi tentang Qira`at Sab’) tidak hanya dari seorang ahli qira`at.
Adz-Dzahabi telah mencurahkan kesungguhan dalam mengambil kedua disiplin ilmu itu secara langsung dari syaikh-syaikh negeri Syam yang paling masyhur pada masa itu. Disamping belajar hadits dan qira`at, dia juga belajar ilmu-ilmu lainnya, seperti nahwu. Dia belajar kitab Al Hajibiyyah dalam ilmu nahwu (tata bahasa Arab). Ia juga belajar kepada pakar Bahasa Arab, Ibnu An-Nahhas, disamping mempelajari kumpulan-kumpulan syair, bahasa, serta sastra, secara sima’i (mendengarkan). Adz-Dzahabi juga mempelajari kitab-kitab sejarah. Dia menyimak al maghazi, sirah, sejarah umum, mu’jam para syaikh dan syaikhat, serta buku-buku biografi lainnya.
 Kemudian beliau bertualang ke Mesir dan Syam, dan beliau mengunjungi lebih banyak kota untuk tujuan yang mulia ini, hingga ilmu yang digapainya menjadi perumpamaan (tauladan). Imam Adz-Dzahabi sangat berambisi melakukan perjalanan ke negeri-negeri lain untuk mendapatkan sanad Ali, supaya dapat belajar secara sima’i (mendengar langsung), dan bertemu dengan para ahli hadits untuk belajar dan mengambil manfaat dari mereka. Namun, ayahnya tidak mendukungnya. Setelah berusia 20 tahun, ayahnya membolehkannya melakukan perjalanan-perjalanan yang tidak jauh. Ayahnya mendampinginya saat mendatangi orang-orang yang dituju. Bahkan kadang-kadang mendampinginya dalam sebagian perjalanannya dan ikut mendengar dari beberapa syaikh.
Adz-Dzahabi melakukan perjalanan di kota-kota negeri Syam pada tahun 693 H, dengan melewati kota-kota yang paling terkenal, yaitu Ba’albek, Halab, Himsh, Hamah, Tripoli, Karak, Ma’arrah, Basra, Nabulus, Ramallah, Al Quds (Jerusalem), dan Tabuk. Dia mendengar dan belajar kepada beberapa orang syaikh yang hidup pada masa itu, diantaranya Al Muwaffiq An-Nashibi (W. 695 H). 
Dia juga melakukan perjalanan ke Mesir pada tahun 695 H dengan melewati Palestina. Kemudian melakukan perjalanan ke Iskandariyah (Alexandria) dan Bilbis, lalu belajar kepada beberapa orang syaikh disana, seperti Jamaludin Abu Al Abbas Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Al Halabi, yang terkenal dengan sebutan Ibnu Azh-Zhahiri (W. 696 H). Dia juga melakukan perjalanan untuk menunaikan ibadah haji pada tahun 698 H, dan di sana dia belajar dengan cara sima’i kepada beberapa orang syaikh di Makkah, Madinah, Arafah, dan Mina. Di antara mereka adalah Syaikh Dar Al Hadits di Madrasah Al Mustanshiriyah, yaitu Al Alim Al Musnid Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Muhsin, yang terkenal dengan sebutan Ibnu Al Kharrath Al Hanbali (W. 748 H).
 Nama beliau pun mulai bergaung di dunia Islam, dan para penuntut ilmu berdatangan dari segala penjuru, setelah beliau menjelma menjadi seorang imam dalam ilmu qiraah, syaikh penghafal hadis yang ulung, seorang ulama yang unggul dalam kritik hadis, dan ternama sebagai hujjah dalam al-Jarh wa at-Ta’dil.
Adz-Dzahabi sempat menduduki sejumlah jabatan keilmuan di kota Damaskus, di antaranya: pemberi khutbah, pengajar, menjadi syaikh agung di sejumlah perguruan hadis, seperti Dar al-Hadis di Turbah Umm ash-Shalih, Dar al-Hadis azh-Zhahiriyah, Dar al-Hadis wa al-Qur’an at-Tankiziyah, dan Dar al-Hadis al-aFadhiliyah. Pada tahun 1944 M, ia mendapat gelar doktoral dalam bidang Tafsir dan Hadits. lalu menjadi dosen bidang As-Syari’ah wal Qanun di universitas Al-Azhar. Tahun 1968 ditunjuk universitas Kuwait untuk mengampu dosen bidang Tafsir dan Hadits dan pada tahun 1971 kembali ke Mesir untuk mengajar kuliah Ushuluddin.
Pada tanggal 15 April 1975 beliau terpilih menjadi Menteri Waqaf. Namun beliau hanya bertahan satu tahun saja sampai pada tahun 1976. Walau hanya sebentar saja menjabat sebagai mentri, tetapi beliau telah menunjukkan sikap-sikap terpuji yang layak ditiru pemimpin manapun. Seperti beliau menolak security khusus di depan rumahnya, dan setiap malam rumahnya selalu ramai dengan kajian-kajian Islam yang terbuka bagi siapa saja.
Dan semua kesibukan ini tidaklah menghalanginya untuk melakukan penelitian akademis dan penulisan karya tulis. Bahkan beliau telah meninggalkan kekayaan ilmiah yang besar dan penuh berkah, di mana kitab-kitab dan karya tulis beliau mencapai 215 buah yang mencakup disiplin: qiraat, hadis, mushthalah hadis, sejarah, biografi, akidah, ushul fiqh, dan raqa’iq (ilmu etika berbicara).
Husain Az-Zahabi termasuk salah satu ulama tahun 70-an yang memberikan seluruh ilmunya untuk meninggikan bendera Islam dan melawan kedhaliman dalam berbagai bentuk. Menurutnya dakwah Islam harus dilakukan dengan cara yang baik, bukan dengan kekerasan atau terorisme dan penegakan hukum Islam adalah jalan keluar untuk segala problematika umat baik dalam akhlaq, politik ekonomi. Beliau juga memandang bahwa pemikiran Islam harus dibersihkan dari segala macam bentuk khurafat dan kesesatan karena hari ini suara kesesatan lebih kuat daripada suara kebenaran.
3.      KARIR KEILMUANNYA
Imam Adz-Dzahabi memegang jabatan Khatib di masjid Kafr Batna —salah satu desa di lembah Damaskus— pada tahun 703 H, dan menetap disana sampai tahun 718 H. Sebelum meninggal, dia bekerja sebagai guru besar hadits di lima tempat di Damaskus, yaitu: Masyhad Urwah atau Dar Al Hadits Al Urwiyyah, Dar Al Hadits An-Nafisah, Dar Al Hadits At-Tankaziyah, Dar Al Hadits Al Fadhiliyah di Kallasah, dan Turbah Ummu Ash-Shalih.
4.      KARYA-KARYA ILMIAHNYA
Imam Adz-Dzahabi meninggalkan banyak karya yang sangat berhraga, diantaranya: Tarikh Al Islam wa Wafayat Al Masyahir wa Al A’lam, Tadzkirah Al Huffazah, Mizan Al I’tidal fi Naqd Ar-Rijal, Akhbar Qudhat Dimasyq, Man Tukullima fihi Wahuwa Mautsuq, Tajrid Asma` Ash-Shahabah, Al Kasyif fi Rijal Al Kutub As-Sittah, Mukhtashar Taqwim Al Buldan, Ahl Al Mi`ah Fasha’idani, Talkhish Al Mustadrak, At-Talwihat fi Ilm Al Qira`at, Al Arba’un Al Buldaniyah, Al ’Adzb As-Salsal fi Al Hadits Al Musalsal, Al Muqizhah fi ’Ilm Mushthalah Al Hadits, Ahadits Ash-Shifat, Mas`alah Al Ijtihad, Kasyf Al Kurbah ’Inda Faqd Al Ahibbah, Juz’un fi Mahabbati Ash-Shalihin, Tarjamah Ahmad bin Hambal, Ath-Thibb An-Nabawi dan masih banyak lagi karyanya.
WAFAT
Perjalanan dakwah tak pernah lekang aral rintangan yang bisa sampai pada pembunuhan, dan itu beliau alami. Pada tanggal 4 Juli 1977 sekelompok teroris yang tidak suka dengan cara dakwahnya membunuhya sehingga beliau wafat dan mendapatkan karunia syahid yang diidam-idamkan banyak orang. Jasad beliau dishalatkan di masjid jami’ Al-Azhar dan yang menjadi imamnya Syaikh Shalih Al-ja’fari. Beribu-ribu orang ikut menshalatkannya dari teman, murid-murid dan orang-orang yang mengenalnya dan mengetahui budi pekertinya. Sebagai pernghormatan baginya, jasad beliau dimakamkan di komplek makam keluarga Imam Syafi’i.
B.     METODOLOGI TAFSIR WAL MUFASSIRUN
Adapun metodologi yang di gunakan oleh Adz Dzahabi dalam karangannya ini (tafsir wal mufassirun), menurut saya tidaklah menggunakan metodologi-metodologi yang biasa digunakan dalam kebanyakan  kitab-kitab tafsir, yaitu tahlili (diskriprif-analitis), ijmali (tafsir global), muqorron (perbandingan), maudhu’i (tematik). Karena menurut saya kitab tafsir wal mufassirun bukanlah kitab tafsir yang isinya membahas ayat-ayat Al-Qur’an, bahkan bisa dikatakan bukan kitab tafsir Al-Qur’an ya karena memang isinya bukan ayat-ayat Al-Qur’an yang di tafsirkan. Melainkan sebuah tulisan yang di tulis berdasarkan kaidah penulisan risalah doctoral, yang memang kitab ini ditulis untuk di ajukan sebagai risalah doctoriyah (tesis Ph.D) pada tahun 1365 H atau 1946 di kuliah Ushuludin di Uneversitas Al-Azhar. Bahakan oleh beberapa kalangan, kitab ini dikatagorikan sebagai kamus tafsir, karena kitab ini dengan secara detail mebahas berbagai metode yang ditempuh oleh para mufassir, berbagai corak yang dikenal di kalangan ulama klasik, juga corak corak tafsir yang lahir di masa kontemporer. Dalam kitab ini, juga lebih dominan membedah profil kitab dan pengarang tafsirnya sekaligus, yang diklasifikasikan menurut masa dan corak tafsir yang dikembangkannya.
C.    CORAK PENAFSIRAN TAFSIR WAL MUFASIRUN
Sama halnya dengan metodologi, corak penafsiran kitab tafsir wal mufassirin ini tidak menonjolkan salah satu dari corak-corak penafsiran yang digunakan pada kitab-kitab tafsir (apakah itu bercorak tafsir sufi, fiqhi, falsafi, ilmi, atau, adabi ijtima’i). Bahkan isinya adalah pembeberan corak tafsir yang digunakan oleh para ahli tafsir beserta kitabnya.
Yang mana pada dasarnya, kitab ini membicarakan tentang tafsir dan perkembangannya, yang secara mendetail mengupas berbagai metode dan corak yang digunakan oleh para mufassir, sehingga menurut kitab ini tidak masuk dalam corak-corak kitab tafsir.
Adapun ringkasan isi dari ke-3 jilid kitab tafsir wal mufassirun.
A.       JILID I :
Muqaddimah : di dalamnya beliau membahas tentang:
a.      Pengertian Tafsir dan Takwil serta perbedaan antara keduanya
b.      Tafsir Al-Qur’an dengan selain Bahasa Arab
c.       Tarjamah Tafsiriyah pada Al-Qur’an dan pembahasan yang berkaitan dengannya.
Bab Pertama: Membahas tentang Tafsir pada masa Nabi SAW dan para Sahabat, lalu membahas tentang sumber tafsir pada masa ini yaitu Al-Qur’an, Hadits serta Ijtihad dan Istimbath, juga membahas tentang Ahli Tafsir yang terkenal pada masa Sahabat dan metode tafsir mereka dan yang terakhir membahas tentang kelebihan Tafsir pada masa Nabi SAW dan Sahabat.
Bab Kedua: Membahas tentang Tafsir pada masa Tabi’in. Bab ini membahas tentang Madrasah Tafsir pada masa tabi’in yaitu Madrasah Tafsir di Makkah yang didirikan oleh Ibnu Abbas, Madrasah Tafsir di Madinah yang didirikan oleh Ubay bin Ka’ab dan Madrasah Tafsir di Iraq yang didirikan oleh Ibnu Mas’ud, lalu membahas tentang kelebihan Tafsir pada masa Tabi’in.
Bab Ketiga: Membahas tentang  Tafsir yang beliau istilahkan dengan Ushur at-Tadwin (masa kodifikasi), dalam bab ini dibahas urutan kodifikasi tafsir, lalu tentang Tafsir bil Ma’tsur dan Israiliyat selanjutnya dalam bab ini dibahas sebagian metode kitab Tafsir yang terkenal yaitu:
1.         Jami’ al-Bayan fi at-Tafsir Al-Qur’an oleh Imam Thabari
2.         Bahr al-Ulum oleh Samarqandi
3.         Al-Kasf wa al-Bayan an Tafsir Al-Qur’an oleh ats-Tsa’labi
4.         Ma’alimat-Tanzil oleh al-Baghawi
5.         Al-Muharra al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-Aziz oleh Ibnu Atiyah
6.         Tafsir Al-Qur’an al-Adhim oleh Ibnu Katsir
7.         Al-Jawahir al-Hasan fi at-Tafsir Al-Qur’anoleh ats-Tsa’alabi
8.         Ad-Duur al-Mantsur fi at-Tafsir bil Ma’tsur oleh as-Suyuthi
Dalam bab ketiga ini terdapat beberapa fashal, yang pertama, yaitu tentang apakah Tafsir bil Ma’tsur itu ?. yang kedua, tentang Tafsir bir Ra’yi dan yang berhubungan dengannya. Kemudian pada pasal yang ketiga membahas tentang pentingnya kitab Tafsir bir Ra’yi yang diperbolehkan dan studi tentang kitab-kitabnya, yaitu:
1.         Mafatih al-Ghaib oleh Fakhruddien ar-Raazi
2.         Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Takwil oleh al-Baidhawi
3.         Madarik at-Tanzil wa Haqaiq at-Takwil oleh an-Nasafi
4.         Lubab at-Takwil fi Ma’ani at-Tanzil oleh Khazin
5.         Al-Bahr al-Muhith oleh Abi Hayan
6.         Gharaib Al-Qur’an wa Raghaibal-Furqan oleh Yasaburi
7.         Tafsir al-Jalalain oleh Jalauddien al-Muhalli dan Jalaluddien as-Suyuthi
8.         As-Siraj al-Munir fi al-I’anah ala Ma’rifati Ba’dhi Ma’ani Kalam Rabbuna al-Hakim al-Khabir oleh Khatib as-Sirbani
9.         Irsyad al-Aql as-Salim ila Mazaya al-Kitab al-Karim oleh Abi Su’ud
10.     Ruuh al-Ma’ani fi Tafsir Al-Qur’an al-Adhim wa as-Sab’u al-Matsani oleh al-Alusi
Dan pada pasal yang keempat membahas tentang Tafsir bir Ra’yi al-Madhmumah atau Tafsir dari kelompok bid’ah:
1.      Muktazilah, kitab-kitab Tafsir mereka:
1.         Tanzih Al-Qur’an ‘an al-Mutha’in oleh al-Qadhi Abdul Jabbar
2.         Gharar al-Fawaid wa Durar al-Qalaid oleh Amali as-Syarif al-Murtadha
3.         Al-Kasyaf ‘an Haqaiq at-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-Takwil oleh Zamakhsyari, selesai jilid pertama.
B.       JILID II
2.       Syiah dan kelompok-kelompok pecahannya, antar lain :
1.      Kelompok Syiah Rafidhah atau Itsna Asariyah dan membahas tentang enam kitab dan metode Tafsir Syiah yaitu:
1.         Miratul Anwar wa Miskat al-Asrar oleh Maula Abdullatif al-Kazarani
2.         Tafsir al-Hasan al-Askari
3.         Majma’ al-Bayan li Ulum Al-Qur’an oleh ath-Thabarsi
4.         As-Shaafi fi Tafsir Al-Qur’an al-Karim oleh Mula Muhsin al-Kaashi
5.         Tafsir Al-Qur’an oleh Sayid Abdullah al-Alawi
6.         Bayan as-Sa’adah fi Maqamat al-Ibadah oleh Sulthan Muhammad al-Khurasani
2.      Kelompok al-Ismailiyah (Batiniyah), membahas tentang mauqif mereka terhadap Al-Qur’an serta takwil mereka.
3.      Kelompok Babiyah dan Bahaiyah, membahas tentang mauqif mereka terhadap Al-Qur’an serta takwil mereka.
4.      Kelompok Zaidiyah, membahas tentang mauqif mereka terhadap Al-Qur’an serta takwil mereka.
3.       Khawarij yang didalamnya membahas tentang mauqif kelompok khawarij terhadap Al-Qur’an, selanjutnya ia bahas salah satu kitab tafsir dari kalangan Khawarij yaitu Haiman az-Zaad ila Daar al-Ma’ad oleh Muhammad Yusuf Athfis, salah seorang mufasir dari kalangan Khawarij yang berasal dari lembah Mizab di pegurunan Jazair, ia wafat pada tahun 1332 H.
Kemudian dilanjutkan dengan pasal yang kelima, membahas tentang Tafsir Sufi dan metode Tafsir mereka seperti metode tafsir Ibnu Arabi kemudian membahas Tafsir Isyari dan sebagian kitab-kitab mereka :
1.                  Tafsir Al-Qur’an al-Adhim oleh at-Tusturi
2.                  Haqaiq at-Tafsir oleh as-Silmi
3.                  ‘Arais al-Bayan fi Haqaiq Al-Qur’an oleh Abi Muhammad as-Sairazi
4.                  At-Takwilat an-Najmiyah oleh Najmuddien Dayah dan Ala’ ad-Daulah as-Samnani
5.                  Lalu ditutup dengan pembahasan Tafsir Ibnu Arabi dan metode Tafsirnya.
Pasal yang keenam, membahas tentang Tafsir Filsafat dan metode tafsir mereka dalam dua puluh lembar dan beliau sebutkan contoh Tafsir Filsafat dan metodenya seperti al-Farabi dan Ibnu Sina.
Pasal yang ketujuh, membahas tentang Tafsir Fuqaha’ sekitar lima puluh halaman, berbicara tentang perkembangan Tafsir Fiqih ayat-ayat hukum pada setiap mazhab fiqih. Dan membahas enam kitab Tafsir tentang Ahkam Al-Qur’an.
1.        Ahkam Al-Qur’an oleh al-Jashash al-Hanafi
2.        Ahkam Al-Qur’an oleh Kaya al-Hirasyi as-Syafi’i
3.        Ahkam Al-Qur’an oleh Ibnul Arabi al-Maliki
4.        Al-Jami’ li AhkamAl-Qur’an oleh al-Qurtubi al-Maliki
5.        Kanzul Irfan fi Fiqh Al-Qur’an oleh Miqdad as-Suyuri ar-Rafidhi dari kalangan Imamiyah Itsna Asairah
6.        Ats-Tsamarat al-Yani’ah wa al-Ahkam al-Wadhihah al-Qathi’aholeh Yusuf ats-Tsalai az-Zaidi dari kalangan Zaidiyah
Pasal yang kedelapan, membahas tentang Tafsir Ilmi dalam enam belas halaman, ia sebutkan pendapat ulama terdahulu dan ulama sekarang kemudian ia sebutkan ikhtiyarnya dan menolak tafsir ilmi seperti yang dirajihkan oleh Imam Syatibi.
Penutup, kitab ini ditutup dengan pembahasan tentang corak tafsir pada masa modern,pembahasan ini menghabiskan sekitar seratus dua puluh halaman, beliau sebutkan beberapa kitab tafsir:
1.      Al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’anal-Karim oleh Syaikh Thanthawi Jauhari, syaikh az-Zahabi telah mengkritik dengan keras kitab ini.
2.      Kitab al-Hidayah wa al-Irfan fi Tafsir Al-Qur’an bil Quran, beliau contohkan kiab ini sebagai kitab Tafsir Ilhadi
3.      Berbicara tentang metode tafsir Syaikh Muhammad Abduh
4.      Berbicara tentang metode tafsir Muhammad Rasyid Ridha
5.      Berbicara tentang Syaikh Muhammad Mustafa al-Maraghi, pembahasan ini mengakhiri kitab Tafsir wal Mufasirun.
C.       JILID III
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pada jilid ke tiga, kitab tafsir wal mufassirun ini ditulis oleh putranya yaitu Doktor Musthafa Muhammad Adz Dzahabi sebagai pelengkap apa yang telah ditulis oleh ayahnya tersebut. Adapun pembahasan yang diuraikan didalamnya terbagi kedalam delapan bab, yaitu;
1.      Kitab kitab tafsir al-ma’tsur oleh ahlu as sunnah. Seperti; muqotil bin sulaiman, dll.
2.      Kitab kitab tafsir bir-ra’yi oleh alhu as sunnah, seperti; tafsir ibnu abi hatim, dll.
3.      Kitab kitab tafsir al imamiyah al itsna asyariyah, seperti; tafsir iyasy, tafsir al-Qummy, dll.
4.      Kitab kitab tafsir ismailiyah, sepeti; asas at takwil.
5.      Kitab tafsir ibadiyyah, seperti; tafsir kitabillah al aziz.
6.      Kitab tafsir zaidiyyah; tafsir al-A’qom.
7.      Kitab tafsir shufiyyaah, seperti; tafsir lathooif.
8.      Dan terakhir pembahasan mengenai kitab kitab tafsir yang berkaitan dengan ayat ayat ahkam, seperti; tafsir ahkamil qur’an karya at-tohawy.
Akan tetapi ada juga yang memang seharusnya di cetak 2 jilid menjadi 3 jilid, dimana yang jilid ketiga berisi pembahasan tentang : Al-Kisaniyah, Az-Ziyadiyah, Al-Imamiyah, Al-Ghilah, dan Al-Ima’iliyah.

1 comment for "TUGAS INDIVIDU STUDI TAFSIR KLASIK DAN PERTENGAHAN TAFSIR WAL MUFASSIRUN KARYA ADZ DZAHABI"