Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

Contoh Penafsiran dengan Corak Adabi Ijtima’i

Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa tafsir-tafsir sebelumnya menitik beratkan hanya pada pemaknaan terhadap makna linguistik yang terdapat pada ayat, namun penafsiran dalam corak tafsir adabi ijtimai bukan lagi hanya mefokuskan pada pemaknaan linguistik, tetapi juga melihat keterkaitan makna ayat dengan aspek-aspek atau persoalan yang muncul pada zaman sekarang, sehingga al-Qur’an bukan lagi dianggap sebagai kitab suci yang memiliki sastra tinggi, namun al-Qur’an dapat berfungsisebagaimana fungsi utamanya bagi masyarakat (umat Islam), yakni sebagai petunjuk dalam hidup. Hal inilah yang menjadikan titik perbedaan antara corak tafsir adabi ijtimai dengan yang lainnya.

Sebagaimana dapat dilihat dalam contoh penafsiran juz Amma oleh Muhammad Abduh dalam QS. Al-Fiil: 3-4.

“Dan Dia kirimkan kepada mereka, burung-burung yang berbondong-bondong”. Kata أبابيل ialah kawanan burung atau kuda dan sebagainya yang masing-masing kelompok mengikuti kelompok lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan طيراialah hewan yang terbang di langit, baik yang bertubuh kecil ataupun besar; tampak oleh penglihatan mata ataupun tidak. “yang melempari mereka dengan batu-batu dari tanah yang membatu”. Kata سجيل berasal dari bahasa Persia yang bercampur dengan bahasa Arab, yang berarti tanah yang membatu.

Di dalam tafsir tersebut, Abduh menjelaskan bahwa lafadh طيرا tersebut merupakan dari jenis nyamuk atau lalat yang membawa benih penyakit tertentu. Dan bahwa lafadh بحجارة itu berasal dari tanah kering yang bercampur dengan racun, dibawa oleh angin lalu menempel di kaki-kaki binatang tersebut. Dan apabila tanah bercampur racun itu menyentuh tubuh seseorang, racun itu masuk ke dalamnya melalui pori-pori, dan menimbulkan bisul-bisul yang pada akhirnya menyebabkan rusaknya tubuh serta berjatuhannya daging dari tubuh itu.

Dengan begitu, dapat dilihat bahwa penafsiran Abduh ini, lebih bersifat sosial masyarakat modern. Dalam artian bahwa beliau lebih menonjolkan ketelitian redaksi ayat-ayat tersebut, kemudian menguraikan makna yang dikandung dalam ayat tersebut dengan redaksi yang menarik hati, dan adanya upaya untuk menghubungkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hukum-hukum alam yang berlaku dalam masyarakat.

Berbeda halnya dengan corak penafsiran lain yang dilakukan oleh beberapa ulama era klasik ataupun pertengahan. Sebut saja misalnya penafsiran dalam Tafsir al-Qurthubi dengan corak fiqihnya, yang hanya menafsirinya dengan memaknai ayat secara linguistik saja. Yakni hanya membahas mengenai segi ke-balaghan-nya saja dengan mengkaitkannya pada riwayat-riwayat dari beberapa sahabat. Tanpa memaknainya dengan mengkaitkan kehidupan sosial atau pengetahuan yang ada ketika itu dalam masyarakat. Beliau lebih mencantumkan mengenai perbedaan dari beberapa sahabat dengan pengertian bahwa lafadh طيرا berarti burung yang lebih mirip dengan kelelawar yang bewarna merah dan hitam, sebagaimana yang diriwayatkan Aisyah. Disebutkan juga bahwa lafadh tersebut bermakna burung khudlur(riwayat Said bin Jubair), dan sebagainya. Sedangkan mengenai lafadh بحجارة dalam tafsir tersebut ditafsiri dengan batu yang terbuat dari tanah liat, yang dibakar di atas api neraka, dan pada batu-batu itu tertuliskan nama setiap orang yang berhak atasnya.

Maka dapat disimpulkan dari contoh tersebut bahwa dalam corak adabi ijtima’i mempunyai karakteristik atau ciri tersendiri dalam penafsirannya.Yakni bahwa corak tafsir tersebut berkaitan dengan kehidupan sosial dan perkembangan pengetahuan yang berkembang pada masa modern.


Sumber :
  1. Muhammad Abduh, Tafsir Juz Amma, tej. Muhammad Bagir, (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 320.
  2. Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, tej.Dudi Rosyadi dan Faturrahman (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 755-760.

Post a Comment for "Contoh Penafsiran dengan Corak Adabi Ijtima’i"