Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

MAKALAH METODOLOGI PENELITIAN HADITS MENGHANCURKAN KREDIBILITAS ULAMA HADITS

KALAH METODOLOGI PENELITIAN HADITS
MENGHANCURKAN KREDIBILITAS ULAMA HADITS



Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas individu pada semester IV
Dosen Pembimbing :
Wahyuni Sifaturrohmah, S.Th.I, M.S.I
Disusun Oleh :
Luthfi Rosyadi NIM : 1631037

ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR / IV
FAKULTAS USHULUDDIN, DAKWAH, DAN SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
KEBUMEN
2018/2019

بِسْمِ الله ِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, rabbul ‘alamin. Dzat yang memiliki sifat dzal jalali wal ikram, yang mana telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini.

Shalawat serta salam, semoga selalu tercurahkan kepada sang pembawa kedamaian, pembebas perbudakan, beliau Baginda Agung Nabi Muhammad SAW. Semoga kita bisa berkumpul dengan Beliau di yaumul akhir, amin

Penulis ucapkan terimakasih, kepada Ibu Wahyuni Sifaturrohmah, S.Th.I, M.S.I, khususnya yang telah membimbing dalam pembuatan makalah, dan kepada semua teman-teman saya pada umumnya, yang telah mambantu terselesaikannya makalah ini. Jaza kumulloh khoiro jaza.

Di penghujung kata pengatar ini, penulis mengharapkaan kepada para pembaca sekalian, agar memberikan kritik dan saran yang mampu meningkatkan kualitas makalah-makalah yang akan tercetak pada waktu yang akan datang.
Sekian,
Kebumen, 23 Mei 2018

Penulis




Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, selalu menggunakan dalil-dalil dalam mengatasi suatu permasalahan umat. Dimana dalil-dalil tersebut bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Akan tetapi, dengan perkembangan zaman, muncul orientalis-orientalis yang mempunyai niat buruk, yaitu ingin menghilangkan Islam dari peredarannya. Bahkan bukan hanya orientalis, intelektual Islam pun, ikut serta didalamnya. Mereka menggunakan bermacam jalan, yang diantaranya adalah dengan menghancurkan kredibilitas ulama hadits.
Dengan melakukan penghancuran kredibilitas ulama hadits, maka pandangan umat Islam terhadap hadits-hadits yang mereka riwayatkan akan bergeser, yang lama-kelamaan akan hilang. Setelah hilangnya kredibilitas ulama hadits dalam pandangan umat, maka umat Islam tidak akan lagi menggunakan hadits mereka sebagai dalil.
Lalu, siapa sajakah ulama hadits yang dijadikan sasaran oleh orientalis maupun intelektual Islam (yang sealiran) untuk dihancurkan kredibilitasnya. Dalam hal ini penulis mencoba menjabarkan hal tersebut.

1. Apakah yang di maksud dengan kredibilitas ?
2. Apa sajakah syarat krediilitas ulama hadits ?
3. Apa saja yang menjadi sasaran penghancuran kredibilitas ?

1. Mengetahui pengertian kredibilitas.
2. Mengetahui syarat kredibilitas ulama hadits
3. Mengetahui sasaran penghancuran kredibilitas.



Kredibilitas, menurut KBBI adalah perihal dapat dipercaya.[1]Sedangkan menurut istilah adalah suatu keadaan atau kondisi yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana mestinya.[2]

Dalam ilmu hadits, seorang perawi haruslah memenuhi syarat kredibilitas sebagai seorang perawi, yaitu ‘adil dan dabith. Adapun mengenai pengertian keduanya :

1. ‘Adil[3]
Al-Khotib al-Badawi berpendapat bahwa pengertian adil dalam ilmu hadits adalah rawi yang menjalankan segala kewajiban, menepati segala yang diperintahkan, menjaga hal-hal yang dilarang, menjauhi hal-hal yang keji oleh syara’, bersungguh-sungguh dalam menjalankan taqwa dan kewajiban dan menjaga ucapannya yang dapt merusak agama dan muru’ah. Mayoritas ulama mendefinisikan adil dalam ilmu hadits sebagai suatu tabiat yang mendorong pemiliknya untuk selalu melakukan taqwa dan menjaga muru’ahnya (harga dirinya).

2. Pengertian Dhabit[4]
Dari segi bahasa, kata dhabit memiliki pengertian, seperti tersebut dalam kitab lisanul ‘Arab, Ibnu Mandzur menjelaskan :
الظبط : لزوم شيئ لا يفرقه في كل شيئ
Adapun pengertian dhabit menurut Ibnu Hajar al-Asqalaniy, dhabit dapat dimaknai dengan sesuainya sesuatu dan tidak bertentangan dengan lainnya, mengingat sesuatu secara sempurna, kuat pegangannya. Sedangkan yang disebut orang dhabit adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa-apa yang didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya itu kapan saja dia menghendakinya.

C. Terinspirasi Dari Pepatah
Ada sebuah pepatah dalam bahasa arab yang mengatakan, “Iqta al-ashl fa saqata al-far’” (tebanglah pohonnya maka runtuhnya dahannya). Pepatah ini digunakan untuk menghilangkan pengaruh pemikiran atau pendapat seseorang agar tidak diikuti oleh orang lain. Untuk menghilangkan pengaruh dari suatu pemikiran, seseorang tidak perlu bersusah payah melawan pemikiran itu, melainkan cukup dengan memojokkan orang yang mencetuskan pemikiran itu sehingga ia kehilangan kepercayaan dari orang-orang lain. Apabila hal ini terjadi maka pada gilirannya pemikiran itu tidak dipakai orang dan tidak berpengaruh sama sekali.

Terlepas dari apakah pepatah itu telah digunakan oleh sementara orang yang anti hadits atau tidak, namun yang jelas adalah bahwa praktik-praktik mereka sejalan dengan maksud pepatah tersebut. Untuk menghilangkan kepercayaan umat Islam terhadap kedudukan Hadits Nabawi dalam Islam, mereka telah melecehkan beberapa Ulama hadits. Di antaranya yang menjadi sasaran utama mereka adalah Imam Abu Hurairah (w 57 H), Imam Al Zuhri (w 123H), dan Imam Al Bukhari (w 256 H).
Adapun yang menjadi objek sasaran penghancuran kredibilitas, diantara adalah sebagai berikut :

1. Sang Kolektor Hadits Terbanyak
Sekurang-kurangnya ada dua penulis modern Islam yang telah melecehkan shahabat Abu Hurairah RA (w 57 H). Mereka adalah Prof. Ahmad Amin dalam bukunya Fajr al-Islam dan Abu Rayyah dalam bukunya Adhwa ala al-Sunah al-Muhammadiyah. Sementara di kalangan orientalis, Ignaz Goldziher adalah orang yang banyak disebut-sebut sebagai peleceh Abu Hurairah.[5]
Mengapa Abu Hurairah perlu di gebuk ? jawabannya mudah saja. Karena Abu Hurairah adalah shahabat Nabi SAW yang paling banyak menerima dan meriwayatkan hadits dari beliau. Shahabat (bentuk tunggalnya : Shahabi) adalah orang yang bertemu dengan Nabi SAW dalam keadaan mukmin dan ia meninggal juga dalam keadaan mukmin.[6] Ada 6 orang shahabat yang tergolong banyak menerima dan meriwayatkan hadits Nabi SAW. Mereka adalah Abu Hurairah, beliau meriwayatkan 5374 hadits; Abdullah bin’Umar, meriwayatkan 2630 hadits; Anas bin Malik, meriwayatkan 2286 hadits; Aisyah Ummu al-Mukminin, meriwayatkan 2210 hadits; Abdullah bin’Abbas, meriwayatkan 1660 hadits; dan Jabir bin ‘Abdullah, meriwayatkan 1540 hadits.[7]

Generasi shahabat adalah orang-orang yang menerima ajaran islam langsung dari Nabi SAW. mereka adalah juga orang-orang yang menyaksikan langsung turunnya Al-Qur’an. Tanpa generasi shahabat, umat Islam yang belakangan tidak akan mengatahui apa-apa tentang Islam. Karenanya, untuk menghancurkan Islam dari dalam, kredibiltas shahabat perlu dihancurkan terlebih dahulu, agar umat Islam tidak percaya lagi kepada mereka. Dan manakala umat Islam sudah tidak percaya kepada para shahabat, maka kini tiba gilirannya mereka akan melempar apa saja yang diterimanya dari para shahabat, termasuk Al-Qur’an dan hadits. Oleh karena itu, Abu Hurairah adalah orang yang paling banyak menerima dan meriwayatkan hadits dari Nabi SAW, maka Abu Hurairah harus dihancurkan terlebih dahulu.

Itulah strategi lawan-lawan Islam – baik dari kalangan orientalis maupun murid-murid setia mereka – untuk menghilangkan Islam dari peredarannya. Dan tampaknya, strategi ini sangat ‘bagus’, sebab dengan munculnya orang-orang yang setia kepada mereka, seperti Prof. Ahmad Amin dan Abu Ruyyah, kini bukanlah, mereka sendiri yang melecehkan Abu Hurairah, melainkan orang-orang yang tergolong intelektual Islam yang melakukan hal itu. Dan ini tentu lebih efektif, daripada mereka (orientalis) sendiri yang melakukannya.

Salah satu contoh pelecehan terhadap Abu Hurairah yang mereka lancarkan adalah tuduhan bahwa mereka sejumlah shahabat yang lain seperti Ibnu ‘Abbas dan Aisyah menolak sejumlah hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Mereka bahkan menuduh Abu Hurairah sebagai pendusta.[8]

2. Awal Rintisan Penulisan Hadits
Ungkapan Imam Malik bin Anas (w 179 H), bahwa orang yang pertama kali ‘menulis’ hadits adalah Ibnu Syihab al-Zuhri,[9] telah disalahpahami oleh sebagian orang. Mereka beranggapan bahwa Imam al-Zuhri (w 123 H) adalah orang yang pertama kali menulis hadits secara mutlak, dimana sebelumnya belum ada orang yang menulis hadits. Kesalahpahaman ini telah diluruskan oleh pakar-pakar ilmu hadits kontemporer seperti Prof. Dr. Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib dalam bukunya al-Sunnah qabl al-Tadwin, dan Prof. Dr. Muhammad Mustafa Azami dalam bukunya Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya. Dengan didukung hasil-hasil penelitian mutakhir, kedua pakar ini berkesimpulan bahwa hadits sudah ditulis pada masa Nabi SAW. Karenanya, ungkapan Imam Malik itu harus diartikan bahwa Ibnu Syihab al-Zuhri adalah orang yang pertama kali mengumpulkan tulisan-tulisan hadits, bukan orang yang pertama kali menulis hadits.[10]

Bahkan jauh sebelum al-Khatib dan Azami meluruskan kekeliruan pemahaman itu, imam al-Suyuti (w 911 H) dalam kitabnya yang populer dengan sebutan alfiyah al-suyuti mengatakan bahwa Ibnu Syihab al-Zuhri adalah awwalu jami’ al-hadits (orang yang pertama kali mengumpulkan hadits).[11]
Namun demikian, dampak negatif dari kesalahpahaman dalam menafsirkan ungkapan Imam Malik itu masih terasa sampai sekarang. Masih banyak orang yang beranggapan – bahkan di kalangan intelektual sekalipun – bahwa Imam al-Zuhri adalah orang yang pertama kali menuliskan hadits secara mutlak, dimana sebelum beliau melakukan hal itu belum ada orang yang menuliskan hadits. Anggapan ini sekaligus memberikan peran dan kedudukan yang luar biasa kepada Imam al-Zuhri, bahwa tanpa beliau tentulah hadits-hadits Nabawi tidak akan kita terima secara tertulis.

Karenanya, agar umat Islam tidak lagi percaya terhadap apa yang dikumpulkan oleh al-Zuhri itu, maka kredibilitas al-Zuhri perlu dihancurkan lebih dahulu. Sehingga pada gilirannya, semua hadits yang dihimpun oleh al-Zuhri tidak akan dipakai lagi oleh umat Islam sebagai sumber syariat umat Islam.
Sebagai contoh pelecehan terhadap kredibilitas al-Zuhri adalah tuduhan Ignaz Goldziher bahwa al-Zuhri memalsu hadits Tidak diperintahkan pergi kecuali menuju tiga masjid, Masjid Nabawi, Masjidil Haram, dan Masjid Al-Aqsha. Menurut para ulama hadits, hadits ini kualitasnya shahih, diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari.[12] Namun, menurut Ignaz Goldziher, hadits ini palsu dan hanya buatan al-Zuhri untuk kepentingan penguasa Binasti Umayyah pada saat itu. [13]

3. Kitab Paling Otentik
Imam Abu al-Shalah (w 634 H) mengatakan bahwa kitab yang paling otentik (shahih) setelah Al-Qur’an adalah kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Pendapat Ibnu al-Shalah ini kemudian dipopulerkan oleh Imam al-Nawawi (w 676 H) seraya diberi tambahan bahwa para ulama telah sepakat (ijma’) dalam masalah itu sementara umat Islam telah menerimanya.[14]
Pendapat yang muncul pada abad ke tujuh hijri itu ternyata masih relevan sampai abad ke lima belas ini. Padahal pada abad ke tujuh sampai abad ke lima belas ini banyak kritik-kritik ditujukan kepada Imam al-Bukhari dan Imam Muslim. Maka tak pelak lagi, apabila umat Islam masih tetap mempercayai kredibilitas mereka, maka umat Islam akan tetap menggunakan dua kitab hadits mereka sebagai rujukan dalam agama Islam.

Karenanya, agar umat Islam tidak mau lagi menggunakan kitab hadits mereka – khususnya kitab Shahih al-Bukhari karena penulisnya lebih unggul daripada kitab Shahih Muslim – Imam Bukhari perlu dibabat terlebih dahulu. Caranya adalah dengan melontarkan tuduhan yang dapat menggoyahkan kepercayaan umat Islam terhadap kredibilitas Imam al-Bukhari. Misalnya dengan menuduh bahwa Imam al-Bukhari tidak menggunakan metodologi yang ilmiyah dalam menyeleksi hadits, sehingga dalam kitabnya terdapat juga hadits-hadits yang ternyata palsu.

Dan lagi-lagi nama Ignaz Goldziher selalu tampil didepan dalam membabat kredibilitas ilmiyah al-Bukhari. Dalam melakukan kritik hadits (menyeleksi hadits antara yang shahih dengan yang tidak shahih) al-Bukhari dianggap hanya menggunakan metode kritik sanad saja, tidak menggunakan kritik matan. Sebab ternyata, menurut Ignaz Goldziher, banyak hadits dalam kitab Shahih al-Bukhari yang semula dinilai shahih, ternyata terbukti di kemudian hari tidak shahih.[15]

Di antara para penulis modern atau intelektual Islam yang ikut-ikutan cara berfikir kaum orientalis adalah Prof. Ahmad Amin. Dalam bukunya Fajr al-Islam, ia tidak kepalang tanggung ikut melecehkan kredibilitas ulama hadits secara umum. Kemudian secara khusus, Imam al-Bukahri digebuknya. Katanya, “kita melihat sendiri, meskipun tinggi reputasi ilmiyahnya dan cermat penelitiannya, Imam al-Bukhari ternyata menetapkan hadits-hadits yang tidak shahih di tinjau dari segi perkembangan zaman dan penemuan ilmiyah, karena penelitian beliau hanya terbatas kritik sanad saja”.[16]

Menurut Ahmad Amin, banyak hadits-hadits al-Bukhari yang tidak shahih, atau tepatnya palsu. Di antaranya adalah sebuah hadits di mana Nabi SAW bersabda, “seratus tahun lagi tidak ada orang yang masih hidup di atas bumi ini”. Hadits ini oleh Amin dinilai palsu, karena ternyata setelah seratus tahun sejak Nabi SAW mengatakan hal itu, masih banyak orang yang hidup di atas bumi ini.[17]

Ahmad Amin yang ikut ramai-ramai melecehkan Imam al-Bukhari ini ternyata keliru dalam memaknai hadits tersebut. Sebab yang dimaksud oleh hadits itu bukanlah sesudah seratus tahun semenjak Nabi SAW mengatakan hal itu tidak akan ada lagi orang yang masih hidup di atas bumi ini, melainkan adalah orang-orang yang masih hidup ketika Nabi SAW mengatakan hal itu seratus tahun lagi mereka sudah wafat semua. Dan ternyata memang demikian, sehingga hadits tersebut oleh para ulama dinilai sebagai mukjizat Nabi SAW.[18]

Itulah tiga tokoh ulama hadits yang menjadi sasaran utama pelecehan kaum orientalis dan para pendukungnya. Dan seperti disinggung di depan, tiga ulama ini memiliki posisi strategis dalam kajian hadits. Abu Hurairah adalah shahabat yang paling banyak menerima dan meriwayatkan hadits dari Nabi SAW, Ibnu Syihab al-Zuhri adalah orang yang pertama kali dalam menghimpun tulisan-tulisan hadits, dan al-Bukhari adalah penulis kitab yang paling otentik sesudah Al-Qur’an.

Selain tiga ulama tadi, sebenarnya masih banyak ulama hadits yang menjadi sasaran gebukan kelompok anti Islam. Imam Muslim misalnya, termasuk yang dibabat oleh kelompok anti hadits. Karena posisi strategis yang dimiliki ketiga ulama hadits di depan, maka serangan secara gencar diarahkan kepada mereka. Maka tidak diragukan lagi, ketiga ulama tadi merupaka kubu-kubu terakhir pertahanan eksistensi hadits. Manakala kepercyaan umat Islam kepada ketiga ulama tadi sudah tumbang, akan tumbanglah pula kepercayaan mereka terhadap hadits Nabawi. Sudahkah tumbang “pohon-pohon” itu ?. tampaknya tidak, justru sebaliknya, semakin banyak orang yang berusaha untuk merobohkannya, semakin banyak pula akar-akar yang menancap ke bawah tanah. Dan begitulah yang terjadi.



Dari uraian diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa :
1. Seorang ulama hadits harus memenuhi syarat adil dan dhabit, sehingga mempunyai kredibilitas dalam meriwayatkan hadits.
2. Bahwa bukan hanya orientalis saja, yang berupaya menghancurkan kredibilitas ulama ahli hadits, melainkan juga, intelektual Islam yang sejalan dengan orientalis.
3. Bahwa yang menjadi sasaran utama orientalis dalam menghancurkan kredibilitas, adalah mereka yang mempunyai posisi strategis dalam Islam, seperti Abu Hurairah yang merupakan orang yang paling banyak menerima dan meriwayatkan hadits Nabi SAW, Imam al-Zuhri yang merupakan orang yang pertama kali mengumpulkan tulisan-tulisan hadits, dan Imam al-Bukhari yang merupakan penulis kitab Shahih Bukhari yang merupakan kitab paling otentik setelah Al-Qur’an.



1. (n.d.). Retrieved 05 23, 2018, from KBBI ONLINE: https://kbbi.web.id/kredibilitas
2. (n.d.). Retrieved 05 23, 2018, from Pengertian Para Ahli: http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-kredibilitas-dan-contohnya
3. Al-Hafizh, M. (n.d.). Pengertian Adil Dalam Ilmu Hadis. Retrieved 05 23, 2018, from Referensi Makalah: http://www.referensimakalah.com/2012/10/pengertian-adil-dalam-ilmu-hadis.html
4. Al-Hafizh, M. (n.d.). Referensi Makalah. Retrieved 05 23, 2018, from Pengertian Dhabit Dalam Ilmu Hadis: http://www.referensimakalah.com/2012/10/pengertian-dhabit-dalam-ilmu-hadis.html
5. Yaqub, A. M. (1991). Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus.





[1]Kredibilitas dalam https://kbbi.web.id/kredibilitas. Diakses pada 23/05/2018 pukul 01.10 WIB.
[2]Kredibilitas dalam http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-kredibilitas-dan-contohnya/. Diakses pada 23/05/2018 pukul 01.10 WIB.
[3]Pengertian Adil dalam http://www.referensimakalah.com/2012/10/pengertian-adil-dalam-ilmu-hadit.html. Diakses pada 23/05/2018 pukul 01.10 WIB.
[4] Pengertian Dahbit dalam http://www.referensimakalah.com/2012/10/pengertian-adil-dalam-ilmu-hadit.html. Diakses pada 23/05/2018 pukul 01.10 WIB.
[5] Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, Pustaka Firdaus, 1991, hal. 102
[6] Ibid., hal. 104
[7] Ibid., hal. 104
[8] Ibid., hal. 104
[9] Ibid., hal. 105
[10]Ibid., hal. 105
[11]Ibid., hal. 105
[12]Ibid., hal. 106
[13]Ibid., hal. 106
[14] Ibid., hal. 104
[15] Ibid., hal. 104
[16] Ibid., hal. 107
[17] Ibid., hal. 107
[18] Ibid., hal. 107

Post a Comment for "MAKALAH METODOLOGI PENELITIAN HADITS MENGHANCURKAN KREDIBILITAS ULAMA HADITS"