Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

MAKALAH TAFSIR SOSIAL DAN TEKNOLOGI PENCIPTAAN LANGIT DAN BUMI

MAKALAH
TAFSIR SOSIAL DAN TEKNOLOGI
PENCIPTAAN LANGIT DAN BUMI
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah ilmu tafsir (Sosial dan Teknologi )
pada semester V
Dosen pengampu : Ali mahfudz .M.Si



Disusun oleh :
IDHOH MUNTAFINGATUR ROFIQOH
Nim : 1631043

PRODI ILMU QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSITUT AGAMA ISLAM NAHDLOTUL ULAMA
KEBUMEN
TAHUN AKADEMI 2018/2019

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh
            Al-Hamdulillah kita haturkan kepada Allah Subhanahuwata’ala yang senantiasa melimpahkan nikmat, taufiq, dan hidayahNYA, Kepada kita berupa kesehatan jasmani dan rohani, iman dan islam. Sholawat serta salam semoga terus tercurahkan kepada  Nabi Agung Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Semoga atas bacaan sholawat kita mendapatkan Asy-Syafa’atu al-‘udlma dihari kebangkitan, Dimana orang-orang tidak ada yang duduk manis (hari kiamat).
            Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang ilmu alam semesta, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
            Tidak lupa Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Ali Mahfudz selaku Dosen pembimbing mata kuliah ilmu tafsir yang senantiasa sabar dan tulus membimbing Mahasiswa terutama kelas Ushuluddin dan Dakwah.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu mohon bantuan saran dan kritik dari para pembaca apabila dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangandan kesalahan dalam penulisan makalah.

Wassalamu‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh




Kebumen, 1Desember 2018

                                                                                                            PENULIS


BAB 1
PENDAHULUAN
  1. Latar belakang
            Al-Qur’an adalah wahyu Tuhan dengan kebenaran mutlak yang menjadi sumber ajaran Islam. Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat Islam yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar. Ia berfungsi untuk memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Ia juga menjadi tempat pengaduan dan pencurahan hati bagi yang membacanya. Al-Qur’an bagaikan samudra yang tidak pernah kering airnya, gelombangnya tidak pernah reda, kekayaan dan khazanah yang dikandungnya tidak pernah habis, dapat dilayari dan salami dengan berbagai cara, dan memberikan manfaat dan dampak luar biasa bagi kehidupan manusia.
            Dalam kedudukannya sebagai kitab suci dan mukjizat bagi kaum muslimin, Al-Qur’an merupakan sumber keamanan, motivasi, dan inspirasi, sumber dari segala sumber hukum yang tidak pernah kering bagi yang mengimaninya. Di dalamnya terdapat dokumen historis yang merekam kondisi sosio ekonomis, religious, ideologis, politis, dan budaya dari peradaban umat manusia sampai abad ke VII masehi. Jika demikian itu halnya, maka pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an melalui penafsiran-penafsiran, memiliki peranan sangat besar bagi maju-mundurnya umat, menjamin istilah kunci untuk membuka gudang simsimpani yang tertimbun dalam Al-Qur’an.
            Allah menurunkan Kitab Suci Al Qur’an bagi manusia. Al Qur’an memberikan informasi paling akurat tentang segala hal. Karena setiap yang tercantum di dalam Al Qur’an merupakan Firman Allah Yang Maha Agung dan Maha Perkasa. Namun, ketika Al Qur’an diturunkan, ilmu pengetahuan dan teknologi masih belum secanggih sekarang. Bahkan, hingga saat ini, tak seorang pun mampu membuat penelitian mengenai semua hal-hal yang tercantum dalam Alqur’an. Meskipun demikian, saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi telah sangat maju. Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan seluruhnya sesuai dengan yang tercantum dalam Alqur’an. Alqur’an mengabarkan pada kita bahwa langit dan bumi –alam semesta- dahulu merupakan satu kesatuan, tapi kemudian Allah memisahkannya. Dalam Alqur’an, fakta ilmiah ini digambarkan pada Surat Al Anbiya’ : 30.
            Sebagai pedoman hidup untuk segala zaman, dan dalm berbagai aspek kehidupan
manusia, Al-Qur’an merupakan kitab suci yang terbuka (open ended) untuk dipahami, ditafsirkan dan dita’wilkan dalam perspektif metode tafsir maupun perspektif dimensi-dimensi kehidupan manusia.


B. Rumusan Masalah
            Dari latar elakang di atas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut
1.      Bagaimana surat Al Anbiya  ayat 30 itu ?
2.      Bagaimana makna perkata dari surat Al Anbiya ayat 30 ?
3.      Bagaimana tafsir dari surat Al Anbiya ayat 30 ?

C. Tujuan Masalah
1.  untuk mengetahui surat Al Anbiya ayat 30.
2.  Untuk mengetahui makna perkata surah Al Anbiya ayat 30
3.  Untuk mengetahui tafsir dan penjelasan surat Al Anbiya ayat 30
           



















QS AL ANBIYA AYAT 30

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ

“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”

Makna Perkata
أَوَلَمْ : ataukah tidak      كَانَتَا : adalah keduanya            حَيٍ : yang hidup
يَر : Melihat                  رَتْقًا: berpadu                            أَفَلَا : apakah maka tidak
الَّذِينَ:orang orang yang فَفَتَقْنَاهُمَا: lalu kami pisah          يُؤْمِنُونَ : mereka beriman                    
كَفَرُوا:kafir/ingkar         :وَجَعَلْنَا : dan kami jadikan
أَنَّ : bahwasannya        مِنَ : dari
السَّمَاوَاتِ : langit           الْمَاءِ : air
وَالْأَرْضَ : dan bumi     كُلَّ : tiap tiap
                                     شَيْءٍ    : sesuatu                                             







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tafsir  dan penjelasan surat Al A`raf ayat 30
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya.” (Surat al-Anbiya’: 30
Mufrodat penting       
            Kata كَفَرُوٓا۟ adalah jama’ dari akar kata (ر ف  ك ) yang berarti menutup, melepas diri, menghapus, menyembunyikan dan lain-lain. Maksud dari kata ini adalah menutup diri dari kenyataan bahwa Allah Swt., adalah sumber kehidupan karena Dia (tanpa campur tangan mahluk) adalah pencipta, pembina dan pengatur alam semesta dengan kebenaran mutlak (haq). Kata kafara juga dapat disandangkan kepada mereka yang tidak bersyukur dan mereka yang kikir yakni enggan membagikan rizki yang telah diterima kepada orang lain...[1]
           
Apakah mereka buta, tidak melihat bahwa langit beserta segala isinya dan bumi beserta segala isinya semula bersatu, tidak retak, kemudian Kami pisah-pisahkan serta Kami jadikan masing-masing di suatu arah, lalu masing-masing menunaikan tugasnya.
            Kata ratqan dari segi bahasa berarti terpadu, sedangkan kata fataqnahuma yang berarti terbelah / terpisah. Berbeda-beda pendapat ulama tentang kata-kata tersebut. Ada yang memahaminya dalam arti langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan yang terpadu. Hujan tidak turun dan bumi pun tidak ditumbuhi perpohonan, kemudian Allah membelah langit dan bumi dengan jaln menurunkan hujan dari langit dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan di bumi. Ada lagi yang berpendapat bahwa bumi dan langit tadinya merupakan sesuatu yang utuh tidak terpisah, kemudian Allah pisahkan dengan mengangkat langit ke atas dan membiarkan bumi tetap di tempatnya berada di bawah lalu memisahkan keduanya dengan udara[2]
Tafsir Al-Maraghi
            Secara umum ayat ini membahas tentang keesaan Allah yang terdapat pada penciptaan langit dan bumi. Allah mencela orang-orang musyrik yang menyembah tuhan-tuhan selain-Nya karena tidak memikirkan tanda-tanda keesaan-Nya yang dipancangkan di dalam alam. Kemudian, Allah mengarahkan perhatian mereka, bahwa mereka tidah patut menyembah berhala dan patung, karena Tuhan yang Kuasa atas seluruh makhluk ini Dialah yang berhak disembah, bukan batu atau pohon yang tidak dapat mengelakkan kemudharatan, tidak pula kuasa mendatangkan manfaat.
            Sesuai dengan ayat pertama yang artinya “Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa dahulu langit dan bumi itu berpadu dan saling berhubungan, kemudian Kami memisahkan keduanya dan menghilangkan kesatuannya”. Ahli astonomi dewasa ini juga mengatakan hal yang sama. Mereka menetapkan bahwa matahari adalah bola api yang berotasi (berputar pada sumbunya) selama jutaan tahun. Ditengah-tengah perjalanannya yang cepat, planet kita (bumi) dan planet-planet lain dari garis khatulistiwa matahari terpisah daripadanya dan menjauh. Hingga kini bumi kita tetap berotasi dan berevolusi menurut sistem tertentu, sesuai dengan hukum daya tarik.
            Prof. Abbul Hamid, wakil peneropong bintang Kerajaan Mesir (dahulu), mengatakan: Teori modern mengenai lahirnya bumi dan planet-planet (bintang-bintang beredar) lainnya dari matahari, bermula dari dekatnya sebuah bintang besar kepada matahari pada masa yang silam. Lalu, dari permukaannya tertarik timbunan kabut yang tidak lama kemudian terpisah dari matahari dalam bentuk anak panah yang kedua tepinya berhias dan tengahnya dalam. Kemudian timbunan kabut ini menebal di angkasa yang dingin hingga menjadi timbunan-timbunan terpisah, yang kemudian menjadi bumi kita dan planet-planet lainnya.[3]
Tafsir Ibnu Katsir
            Allah Ta’ala berfirman mengingatkan tentang kekuasaan-Nya yang sempurna dan kerajaan-Nya yang agung. “Dan apakah orang-orang yang kafir itu tidak mengetahui”, yaitu orang-orang yang mengingkari kekuasaan Allah. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Allah adalah Rabb Yang Maha Esa dalam penciptaan lagi bebas dalam penataan, maka bagaimana mungkin Dia layak disekutukan bersama yang lain-Nya? Apakah mereka tidak mengetahui bahwa langit dan bumi dahulunya adalah bersatu? Lalu berpecah-belah, maka langit menjadi tujuh dan bumi menjadi tujuh serta antara langit dan bumi dipisahkan oleh udara, hingga hujan turun dari langit dan tanah pun menumbuhkan tanam-tanaman.[4]
Tafsir Al-Mishbah
            Berbeda-beda pendapat ulama tentang firman-Nya ini. Ada yang memahaminya dalam arti langit dan bumi tadinya merupakan gumpalan yang terpadu. Hujan tidak turun dan bumipun tidak ditumbuhi pepohonan, kemudian Allah membelah langit dan bumi dengan jalan menurunkan hujan dari langit dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan di bumi. Ada lagi yang berpendapat bahwa bumi dan langit tadinya merupakan sesuatu yang utuh tidak terpisah, kemudian Allah pisahkan dengan mengangkat langit ke atas dan membiarkan bumi tetap ditempatnya berada dibawah lalu memisahkan keduanya dengan udara.
            Ayat ini dipahami oleh sementara ilmuan sebagai salah satu mukjizat Al-qur’an yang mengungkap peristiwa penciptaan planet-planet.  Banyak teori ilmiah yang dikemukakan oleh para pakar dengan bukti-bukti  yang cukup kuat, yang menyatakan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan atau yang diistilahan oleh ayat ini dengan  ratqan. Lalu gumpalan itu berpisah sehingga terjadilah pemisahan antar bumi dan langit. [5]
Tafsir Jalalain
            Menurut Tafsir Jalalain, apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasannya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah sesuatu yang padu. Kemudian Allah telah menjadikan langit tujuh lapis dan bumi tujuh lapis pula. Kemudian langit itu dibuka sehingga dapat menurunkan hujan yang sebelumnya tidak dapat menurunkan hujan. Kami buka pula bumi itu sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, yang sebelumnya tidak dapat menumbuhkannya.[6]
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ
Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup.”
            Allah telah menjadikan segala yang hidup dari air, baik pohon kayu maupun binatang. Tidak ada benda hidup yang tidak membutuhkan air, bahkan air lah yang menjadi asalnya. Hewan berasal dari nuthfah, sedangkan nuthfah itu adalah air. Tumbuh-tumbuhan juga tidak bisa hidup tanpa air.
            Sebagian ulama pada masa sekarang ini berpendapat bahwa segala binatang pada mulanya dijadikan di laut. Baik burung maupun ternak darat adalah berasal dari laut. Airlah unsur yang penting bagi kehidupan sesuatu yang hidup. Hewan bisa hidup sampai 70 hari tanpa mengenyam makanan, jika masih meminum air.[7]

Tafsir al maraghi
            “dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup” demikian pula dengan air itu, Dia menghidupkan dan menumbuhkan setiap tumbuhan. Qatadah mengatakan: “Kami menciptakan setiap yang tumbuh dari air”. Maka setiap yang tumbuh itu ialah hewan dan tumbuhan. Sebagian kaum cendekia dewasa kini berpendapat bahwa setiap hewan pada mulanya diciptakan di laut. Maka seluruh jenis burung, binatang melata dan binatang darat itu berasal dari laut. Kemudian setelah melalui masa yang sangat panjang, hewan-hewan itu mempunyai karakter sebagai hewan darat, dan menjadi berjenis-jenis. Untuk membuktikan hal itu, mereka mempunyai banyak bukti.[8]
Tafsir ibnu katsir
            Untuk itu Dia berfirman: “Dan dari air, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” yaitu, mereka menyaksikan berbagai makhluk, satu kejadian demi kejadian secara nyata. Semua itu adalah bukti tentang adanya Maha Pencipta yang berbuat secara bebas lagi Maha kuasa atas apa yang dikehendaki-Nya.[9]
Tafsir jalalain
            “Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. Maksudnya airlah yang menjadi penyebab bagi seluruh kehidupan baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Namun mengapalah orang-orang kafir tiada juga beriman terhadap keesaan Allah.[10]

 أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
“Apakah mereka tetap tidak mau beriman?”
            Mengapa mereka tidak memperhatikan dalil-dalil yang telah dikemukakan supaya mereka meyakini adanya Pencipta Yang Maha Kuasa, lalu mereka mengimaninya?[11]
            Setelah ayat-ayat yang lalu mengemukakan aneka argumen tentang keesaan Allah swt., baik yang bersifat akli, yakni yang dapat dicerna oleh akal, maupun yang nakli, yaitu yang bersumber dari kitab-kitab suci, kini kaum musyrik diajak untuk menggunakan nalar mereka guna sampai kepada kesimpulan yang sama dengan apa yang dikemukakan itu.  Nalar mereka digugah oleh ayat ini dengan menyatakan: Dan apakah orang-orang yang kafir belum juga menyadari apa yang telah Kami jelaskan melalui ayat yang lalu dan tidak melihat, yakni menyaksikan dengan mata hati dan pikiran sejelas mata, bahwa langit dan bumi keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan keduanya. Dan Kami jadikan dari air yang tercurah dari langit, yang terdapat di dalam bumi dan yang terpancar dalam bentuk sperma segala sesuatu yang hidup. Maka, apakah mereka buta sehingga mereka tidak juga berimantentang keesaan dan kekuasaan Allah swt.,? atau belum juga percaya bahwa tidak ada satupun dari makhluk yang terdapat di langit dan di bumi yang wajar dipertuhankan?
            Di dalam ayat ini juga menerangkan tentang kegunaan air, segala sesuatu yang hidup Allah jadikan dari air dan untuk bertahan hidup pun segala sesuatu yang hidup memerlukan air.
















BAB III
PENUTUP
            Dalam ayat ini Allah Swt. dijelaskan bahwa keadaan orang yang tidak memperhatikan keadaan alam ini, dan tidak memperhatikan kejadiannya, padahal dari makhluk-makhluk yang ada di alam ini dapat diperoleh bukti-bukti tentang adanya Allah Swt serta kekuasaan-Nya yang mutlak.
             Allah Swt menegaskan bahwa mereka itu buta, sehingga tidak dapat melihat bahwa langit dan bumi itu dulunya merupakan suatu yang padu dan tidak berpecah; kemudian Allah Swt dengan kekuasaan-Nya yang mutlak dan dapat berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya, seperti memisahkan antara langit dan bumi itu, dan masing-masing beredar menurut garis edarnya, dan melakukan tugas tertentu, dengan sebaik-baiknya.       Setelah menghidangkan ilmu pengetahuan tentang kejadian alam ini, yaitu langit dan bumi, selanjutnya dalam ayat ini Allah Swt mengajarkan pula suatu prinsip ilmu pengetahuan yang lain, yaitu mengenai kepentingan fungsi air bagi kehidupan semua makhluk yang hidup di alam ini, baik manusia, hewan maupun tumbuhtumbuhan. Maka Allah Swt berfirman: “.. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. Pada masa sekarang ini, tidak ada orang yang mengingkari pentingnya air bagi manusia, maupun untuk keperluan binatang ternaknya, ataupun untuk kepentingan tanam-tanaman dan sawah ladangnya.
            Manusia dan hewan sanggup bertahan hidup berhari-hari tanpa makan, asalkan ia mendapatkan minum. Akan tetapi iatakkan dapat hidup tanpa mendapatkan minum beberapa hari saja. Di samping itu, manusia dan hewan, selain memerlukan air untuk hidupnya, ia juga berasal dari air, yang disebut “nuṭfah”. Selanjutnya, apabila manusia sudah meyakini pentingnya air bagi kehidupannya, dan meyakini pula bahwa air tersebut adalah salah satu dari nikmat Allah Swt., maka tidak adalah alasan bagi manusia untuk tidak beriman kepada Allah Swt serta mengingkari nikmat-Nya yang tak ternilai harganya.
 







Daftar pustaka
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra), 1989.
DR. ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i),
M. Quiaish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati), 2002.
Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2008.
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur jilid 3, (Semarang: pustaka rizki putra, 2000).
http://langitjinggadipelupukmatarumahmakalah.blogspot.com/2014/12/tafsir-surat-al-anbiya-ayat-30.html







[2] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah jilid 8 (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm. 41.
[3] ] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra), 1989, Hlm. 37-41.

[4] DR. ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i), 2005, hlm. 446-448.
[5] M. Quiaish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati), 2002, hlm 442-445
[6] ] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2008, hlm. 126-127.
[7] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur jilid 3, (Semarang: pustaka rizki putra, 2000), hlm. 2604
[8] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra), 1989, Hlm. 37-41.
[9] . ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i), 2005, hlm. 446-448.

[10] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2008, hlm. 126-127.
[11]  Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur jilid 3, (Semarang: pustaka rizki putra, 2000), hlm. 260

Post a Comment for "MAKALAH TAFSIR SOSIAL DAN TEKNOLOGI PENCIPTAAN LANGIT DAN BUMI"