Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

epistemologi pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Epistemologi adalah salah satu cabang dari filsafat yang mempelajari tentang pengetahuan, beserta sumber, jenis, dan batasannya. . Epistemologi dapat juga dikatakan sebagai teori dari ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang asal, struktur, metode, dan keabsahan dari ilmu-ilmu pengetahuan.Epistemologi pendidikan adalah filsafat tentang sumber-sumber pendidikan dan seluk-beluk pendidikan.Secara epistemologi, landasan pendidikan mengacu pada fitrah sebagai dasar pengembangan dan inovasi pendidikan yang berkarakter, karena pendidikan yang berkarakter selalu bertolak dari aspek-aspek kemanusiaan. Judul makalah ini penting untuk dibahas mengingat pengertian dan ruang lingkupnya yang sangat luas, mulai dari apa yang dimaksud istilah epistimologi, bagaimana para ahli memberikan pengertian terhadap istilah tersebut, apa yang dimaksud dengan “pengetahuan” yang menjadi obyek utama dalam epistemologi, dan apa kaitan epistemolog sendiri dengan pendidikan. Walaupun makalah ini hanya memadukan berbagai materi yang didapat dari berbagai sumber, penulis berharap makalah ini tetap bisa memberikan pengertian kepada pembaca tentang epistemologi pendidikan yang menjadi tugas kami pada mata kuliyah filsafat Pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan epistemology?
2. Apa yang dimaksud dengan pengetahuan?
3. Apa yang dimaksud dengan pendidikan?
4. Apa yang dimaksud dengan epistemologi pendidikan?
5. Bagaimana epistemologi memandang pendidikan?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistemologi
Secara historis, istilah epistemologi digunakan pertama kali oleh J.F. Ferrier, untuk membedakan dua cabang filsafat, epistemologi dan ontologi. Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi ternyata menyimpan “misteri” pemaknaan atau pengertian yang tidak mudah dipahami. Pengertian epistemologi ini cukup menjadi perhatian para ahli, tetapi mereka memiliki sudut pandang yang berbeda ketika mengungkapkannya, sehingga didapatkan pengertian yang berbeda-beda, buka saja pada redaksinya, melainkan juga pada substansi persoalannya.

Substansi persoalan menjadi titik sentral dalam upaya memahami pengertian suatu konsep, meskipun ciri-ciri yang melekat padanya juga tidak bisa diabaikan. Lazimnya, pembahasan konsep apa pun, selalu diawali dengan memperkenalkan pengertian (definisi) secara teknis, guna mengungkap substansi persoalan yang terkandung dalam konsep tersebut. Hal ini berfungsi mempermudah dan memperjelas pembahasan konsep selanjutnya. Misalnya, seseorang tidak akan mampu menjelaskan persoalan-persoalan belajar secara mendetail jika dia belum bisa memahami substansi belajar itu sendiri. Setelah memahami substansi belajar tersebut, dia baru bisa menjelaskan proses belajar, gaya belajar, teori belajar, prinsip-prinsip belajar, hambatan-hambatan belajar, cara mengetasi hambatan belajar dan sebagainya. Jadi, pemahaman terhadap substansi suatu konsep merupakan “jalan pembuka” bagi pembahasan-pembahsan selanjutnya yang sedang dibahas dan substansi konsep itu biasanya terkandung dalam definisi (pengertian).

Demikian pula, pengertian epistemologi diharapkan memberikan kepastian pemahaman terhadap substansinya, sehingga memperlancar pembahasan seluk-beluk yang terkait dengan epistemologi itu. Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu.

Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge).Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Dalam Epistemologi, pertanyaan pokoknya adalah “apa yang dapat saya ketahui”? Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah: 1).Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?; 2). Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh?; 3). Bagaimanakah validitas pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman) (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2003, hal.32).Jujun S. Suriasumantri mengatakan bahwa setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi), dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini sangat berkaitan, jadi ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, dan epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya.

Diantara alat yang dimiliki manusia untuk memperoleh epistemologi adalah “indera”. Manusia memiliki berbagai macam indera ; indera penglihatan, indera pendengaran, indera peraba. Seandainya manusia kehilangan semua indera itu, maka ia akan kehilangan semua bentuk epistemologi. Ada sebuah ungkapan yang amat popular sejak dahulu kala, dan kemungkinan itu adalah ungkapan yang datangnya dari Aristoteles “barang siapa yang kehilangan satu indera, maka ia telah kehilangan satu ilmu”. Setiap manusia yang kehilangan salah satu inderanya, maka ia juga akan kehilangan salah satu bentuk epistemologi. Jika seseorang dilahirkan dalam keadaan buta, maka ia tidak mungkin dapat membayangkan warna-warni, berbagai bentuk dan jarak. Kita tidak akan mampu memberikan penjelasan kepadanya mengenai suatu warna, sekalipun dengan menggunakan berbagai macam kalimat dan ungkapan guna mendefinisikan warna itu agar ia dapat mengenalinya. Kita juga tidak akan mampu untuk menjelaskan kepadanya mengenai warna dari suatu benda.

Disamping indera, manusia juga masih memerlukan pada satu perkara ataupun beberapa perkara yang lain dalam memperoleh pengetahuan, manusia terkadang memerlukan pada suatu bentuk pemilahan dan penguraian serta adakalanya memerlukan berbagai macam bentuk pemilahan dan penguraian. Pemilahan dan penguraian merupakan aktivitas rasio itu, adalah meletakkan berbagai perkara pada kategorinya masing-masing, di mana hal itu disebut dengan pemilahan.Begitu juga dengan penyusunan dalam bentuk khusus, dan di sini logika yang bertugas melakukan aktivitas pemilahan dan penyusunan, yang mana hal ini memiliki penjelasan yang panjang. Sebagai contoh, jika kita mengenal berbagai macam permasalahan ilmiah, maka mereka akan mengatakan kepada kita, “yang itu masuk dalam katagori kuantitas dan yang ini masuk dalam katagori kualitas, dan di sini perubahan kuantitas telah berubah menjadi perubahan kualitas”.

Sedangkan sumber epistemologi adalah alam semesta ini.Yang dimaksud dengan alam, adalah alam materi, alam ruang dan waktu, alam gerak, alam yang sekarang kita tengah hidup di dalamnya, dan kita memiliki hubungan dengan alam ini dengan menggunakan berbagai alat indera kita.Sedikit sekali fakultas yang menolak alam sebagai sumber epistemologi, tetapi baik pada masa duhulu dan juga pada masa sekarang ini ada beberapa ilmuwan yang tidak mengakui alam sebagai suatu sumber epistemologi.Plato tidak mengakui alam sebagai sumber epistemologi, karena hubungan manusia dengan alam adalah dengan perantaraan alat indera dan sifatnya particular bukanlah suatu hakikat. Pada dasarnya ia hanya meyakini rasio sebagai sumber epistemologi, dan dengan menggunakan suatu metode argumentasi, di mana Plato menamakan metode dan cara tersebut dengan “dialektika”.

Sumber yang adalah masalah kekuatan rasio dan pikiran manusia. Setelah kita mengakui bahwa alam ini merupakan “sumber luar” bagi epistemologi, lalu apakah manusia juga memiliki “sumber dalam” bagi epistemologi ataukah tidak memiliki ?. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan masalah rasio, berbagai perkara yang rasional, berbagai perkara yang sifatnya fitrah. Ada beberapa fakultas yang menyakatan bahwa kita memiliki “sumber dalam” itu, sementara sebagian yang lain menafikan keberadaannya. Ada sebagian fakultas yang meyakini keterlepasan rasio dari indera, dan semua permasalahan itu akan menjadi jelas, setelah kita memasuki berbagai pembahasan yang akan datang

Pengertian lain, menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ?apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005).

Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu. Sedangkan, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengendaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.Sedangkan D.W Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.

Inti pemahaman dari kedua pengertian tersebut hampir sama. Sedangkan hal yang cukup membedakan adalah bahwa pengertian yang pertama menyinggung persoalan kodrat pengetahuan, sedangkan pengertian kedua tentang hakikat pengetahuan.Kodrat pengetahuan berbeda dengan hakikat pengetahuan.Kodrat berkaitan dengan sifat yang asli dari pengetahuan, sedang hakikat pengetahuan berkaitan dengan ciri-ciri pengetahuan, sehingga menghasilkan pengertian yang sebenarnya.Pembahasan hakikat pengetahuan ini akhirnya melahirkan dua aliran yang saling berlawanan, yaitu realisme dan idealisme.

Selanjutnya, pengertian epistemologi yang lebih jelas daripada kedua pengertian tersebut, diungkapkan oleh Dagobert D.Runes.Dia menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan.Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keasliam, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”.Kendati ada sedikit perbedaan dari kedua pengertian tersebut, tetapi kedua pengertian ini sedikit perbedaan dari kedua pengertian tersebut, tetapi kedua pengertian ini telah menyajikan pemaparan yang relatif lebih mudah dipahami.

B. Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu.Suatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah selalu terdiri dari unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahuinya.Dalam pengetahuan harus ada subjek (kesadaran untuk mengetahui sesuatu) dan objek (sesuatu yang dihadapi sebagai hal yang ingin diketahui).Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya.

Terjadinya pengetahuan dapat bersifat apriori dan aposteriori. Apriori yaitu pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indera maupun pengalaman batin. Aposteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman.

Sumber-sumber pengetahuan:

1. Pengalaman indera (sense experience)
Aliran ini disebut empirisme. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman (empereikos = pengalaman). Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang mengetahui (subjek), yang diketahui (obek) dan cara mengetahui (pengalaman). Tokoh yang terkenal adalah John Locke, George Barkeley dan David Hume.

2. Nalar (reason)
Aliran ini disebut rasionalisme.Aliran ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian dan kebenaran pengetahuan walaupun belum didukung fakta empiris.Salah satu tokohnya adalah Rene Descartes.Contoh pengetahuan yang berasal dari nalar adalah matematika.

3. Otoritas (authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui kelompoknya.Kita menerima suatu pengetahuan itu benar bukan karena telah mengeceknya diluar diri kita melainkan oleh otoritas (suatu sumber yang berwibawa, memiliki wewenang, berhak) dilapangan.

4. Intuisi (intuition)
Suriasumantri (1986) mengemukakan bahwa intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses penalaran tertentu. Intuisi ini bersifat personal dan tidak bisa disamakan.Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisa selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikembangkan.

5. Wahyu (revelation)
Wahyu adalah pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hambanya yang terpilih.Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau maupun yang tidak terjangkau oleh manusia.Contoh pengetahuan yang berasal dari wahyu adalah ilmu agama.
6. Keyakinan (faith)

C. Pengertian Pendidikan
Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu menuntun anak.Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan – Red), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.

Dari pengertian-pengertian dan analisis yang ada maka bisa disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya menuntun anak sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi alam beserta lingkungannya.

Dalam pendidikan terdapat dua hal penting yaitu aspek kognitif (berpikir) dan aspek afektif (merasa). Sebagai ilustrasi, saat kita mempelajari sesuatu maka di dalamnya tidak saja proses berpikir yang ambil bagian tapi juga ada unsur-unsur yang berkaitan dengan perasaan seperti semangat, suka dan lain-lain. Substansi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah membebaskan manusia dan menurut Drikarya adalah memanusiakan manusia.Ini menunjukan bahwa para pakar pun menilai bahwa pendidikan tidak hanya sekedar memperhatikan aspek kognitif saja tapi cakupannya harus lebih luas.

D. Epistemologi Pendidikan
Epistemologi terdiri dari dua kata, “epistime” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang berarti ilmu.Epistemologi Pengertian sebagai satu kesatuan kata yang aktif berarti ilmu tentang pengetahuan.Ilmu tentang pengetahuan mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengetahuan tentang ilmu.Pengetahuan tentang ilmu cenderung menerangkan tentang metafisika atau sering kita sebut dengan filsafat. Sedangkan ilmu tentang pengetahuan (epistemologi) lebih bersifat sistematis, koheren, dan konsisten jika lebih disederhanakan lagi akan mengarah pada ilmu (sains).
Dalam arti khusus, konsep ilmu tentang pengetahuan bersifat konkret, sedangkan konsep pengetahuan tentang ilmu pendidikan bersifat abstrak dan meluas.Dalam hal ini, perlu pemahaman yang baik ketika kita memahami tentang epistemologi.

Istilah pendidikan juga mempunyai rumusan yang sama seperti konsep epistemologi. Merumuskan pengertian atau tanda khusus dalam konsep pendidikan harus membedakan posisinya, yang berdiri sendiri atau sebagai bagian dari suatu frase kalimat.Secara tata bahasa, konsep epistemologi pendidikan disusun menurut kaidah subyek-obyek.Epistemologi sebagai subyek dan pendidikan sebagai obyek.Konsep epistemologi pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha mencari tahu tentang asal-usul, jangkauan wilayah dan arah dari perkembangan ilmu pendidikan sebagai suatu obyek penelitian serta ditelaah secara sistematis, koheren dan konsisten dari awal sampai akhir.

Epistemologi pendidikan adalah filsafat tentang sumber-sumber pendidikan dan seluk-beluk pendidikan.Secara epistemologi, landasan pendidikan mengacu pada fitrah sebagai dasar pengembangan dan inovasi pendidikan yang berkarakter, karena pendidikan yang berkarakter selalu bertolak dari aspek-aspek kemanusiaan. Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain dalam hubungannya dengan dasar kurikulum yaitu menyangkut materi yang bagaimana serta bagaimana cara menyampaikan pengetahuan kepada anak didik disekolah. Pertanyaan mengenai mengapa salah satu mata pelajaran dijadikan pelajaran wajib dan mengapa pelajaran lain dijadikan sebagai mata pelajaran pilihan juga merupakan penerapan epistemologi dalam bidang pendidikan. Beberapa contoh lain adalah menyangkut pertanyaan berikut: metode mana yang paling tepat digunakan dalam proses pendidikan? Dengan sistem pendidikan yang mana kegiatan pendidikan dilaksanakan untuk mendapatkan nilai pendidikan yang benar?.

E. Dasar dan Tujuan Pendidikan Nasional
Epistemologi memandang pendidikan sebagai ide, gagasan, dan pemikiran yang berdasarkan kaidah tertentu secara metodologis dan sistematis. Semakin ketat satu sistem bahasan pendidikan dalam mematuhi persyaratan ilmiah maka ia menduduki peringkat tertinggi dalam sistem ilmu pendidikan. Bahasan seperti itu dapat disebut sebagai ilmu pendidikan. Apabila semakin toleran dan bebas satu sistem bahasan pendidikan dalam mematuhi persyaratan ilmiah maka ia menduduki peringkat terendah, bahasan seperti ini berhak disebut pengetahuan pendidikan.

Pandangan ilmu pengetahuan mengenai pengertian pendidikan yaitu bahwa pengertian pendidikan bersifat terbatas.Pendidikan sebagai suatu sistem ilmu pengetahuan membentang luas ide, gagasan, dan pemikiran manusia. Akan tetapi, apabila kita kumpulkan dan ditarik sebuah pengertian umum maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada prinsipnya pendidikan adalah segala sesuatu yang mengalami proses perubahan kearah yang lebih baik dari proses sebelumnya.

Pengertian pendidikan nasional menurut Sunarya (1969) adalah suatu sistem pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh falsafah hidup dan tujuannya bersifat mengabdi kepada kepentingan dan cita-cita nasional bangsa tersebut. Sedangkam menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pengertian pendidikan nasional adalah suatu usaha untuk membimbing warga Indonesia menjadi manusia yang berjiwa pancasila, yang mempunyai kepribadian yang berdasarkan akan ketuhananan berkesadaran masyarakat dan mampu membudayakan lingkungan sekitar dengan sebaik mungkin.

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa Pendidikan Nasional adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Pendidikan nasional mempunyai tujuan yanng jelas yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya (manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa), berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan ketrampilan, mempunyai kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab pada masyarakat dan negara. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional dilaksanakan proses pendidikan nasional, yaitu setiap lima tahun sekali biasanya ditetapkan tujuan pendidikan nasional itu dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan dijelaskan dalam GBHN.

Menurut Zahar Idris (1987) berpendapat bahwa Pendidikan nasional sebagai suatu sistem adalah karya manusia yang terdiri dari komponen-komponen yan mepunyai hubungan fungsionl dlam rangka membantu terjadinya proses transformasi atau perubahan tingkah laku seseoang sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum dalam Undang Undang Dasar Republik ndonesia Tahun 1945.

F. Fungsi Pendidikan
Pada dasarnya, pendidikan adalah memberikan bantuan, arahan bagi siswa untuk mengembangkan dan memunculkan potensi dalam dirinya.Selain itu, fungsi pendidikan secara mikro adalahmembantu secara sadar perkembangan jasmani dan rohani peserta didik untuk mengolah potensi yang dimiliki siswa.

Di Indonesia, pendidikan nasional dikonsepsikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini secara nyata tertuang dalam UU No.Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan produk hukum lainnya.

Merujuk penjelasan diatas, fungsi pendidikan sesungguhnya adalah membangun manusia yang beriman, cerdas kompetitif dan bermartabat.Beriman mengandung makna bahwa manusia mengakui adanya eksistensi tuhan dan mengikuti ajaran dan menjahui laranga-Nya.Kecerdasan intelektual tercermin dari kompetensi dan kemandirian dalam bidang IPTEKS, serta insan intelektual yang kritis, kreatif dan imajinatif.

Untuk mencapai tujuan dan fungsi pendidikan di atas, pendidikan nasional harus dilaksanakan dengan prinsip-prinsip tertentu, yaitu:
1) Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa;
2) sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna;
3) Sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik dan berlangsung sepanjang hayat;
4) Memberi keteladanan, membangn kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.


BAB III
KESIMPULAN

1. Istilah epistemologi digunakan pertama kali oleh J.F. Ferrier, untuk membedakan dua cabang filsafat, epistemologi dan ontologi. istilah epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahun.

2. Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya.Terjadinya pengetahuan dapat bersifat apriori dan aposteriori. Apriori yaitu pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indera maupun pengalaman batin. Aposteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman.

3. Pendidikan adalah upaya menuntun anak sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi alam beserta lingkungannya. Dalam pendidikan terdapat dua hal penting yaitu aspek kognitif (berpikir) dan aspek afektif (merasa).

4. Epistemologi pendidikan adalah filsafat tentang sumber-sumber pendidikan dan seluk-beluk pendidikan. Secara epistemologi, landasan pendidikan mengacu pada fitrah sebagai dasar pengembangan dan inovasi pendidikan yang berkarakter, karena pendidikan yang berkarakter selalu bertolak dari aspek-aspek kemanusiaan.

5. Epistemologi memandang pendidikan sebagai ide, gagasan, dan pemikiran yang berdasarkan kaidah tertentu secara metodologis dan sistematis. Semakin ketat satu sistem bahasan pendidikan dalam mematuhi persyaratan ilmiah maka ia menduduki peringkat tertinggi dalam sistem ilmu pendidikan.

6. Pendidikan adalah memberikan bantuan, arahan bagi siswa untuk mengembangkan dan memunculkan potensi dalam dirinya. Selain itu, fungsi pendidikan secara mikro adalahmembantu secara sadar perkembangan jasmani dan rohani peserta didik untuk mengolah potensi yang dimiliki siswa.


Daftar pustaka:
http//www: arahbalik.blogspot.com. diunduh pada tanggal 5 oktober 2013
http//www: andragita.blogspot.com. diunduh pada tanggal 3 oktober 2013
http//www: bukanbegitu.blogspot.com. diunduh pada tanggal 5oktober 2013
http//www: teguhprawira.blogspot.com. diunduh pada tanggal 6 oktober 2013
http//www: sadamcenter.blogspot.com. diunduh pada tanggal 6 oktober 2013
Drs. Anas Salahudin2011, M.Pd. Filsafat Pendidikan,Bandung: Pustaka Setia.
Suriasumantri, Jujun S, 2006, Ilmu dalam Perspektif,Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.

Post a Comment for "epistemologi pendidikan"