Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

MAKALAH AL-QUR’AN DALAM PANDANGAN IGNAZ GOLDZIER

AL-QUR’AN DALAM PANDANGAN IGNAZ GOLDZIER
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Al-Qur’an Di Kalangan Orientalis pada semester V
Dosen Pembimbing: Muzayin, M.Hum
Disusun oleh:
Idhoh Muntafingatur Rofiqoh (1631043)

Fakultas Ushuludin Syariah Dan Dakwah
Prodi Ilmu Al-Quran Dan Tafsir
Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Kebumen
2018

KATA PENGANTAR

Alhamdulilahi robbil `alamin, segala puji bagi Alloh Rabb semesta alam, atas taufik dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, guna memenuhi tugas mata kuliah Studi Orientalis, yang penulis beri judul “AL-QUR’AN DALAM PANDANGAN IGNAZ GOLDZIER”
Makalah ini disusun dan sebagian besar hanyalah sebuah kutipan-kutipan , yang berdasarkan beberapa sumber, yang penulis nukil dari beberapa website, sebagaimana tercantumkan dalam daftar pustaka. Serta beberapa ulasan pribadi, yang merupakan analisis dari penulis.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Makalah ini. Terutama bapak dosen yakni Pak Muzayin M.Hum, yang telah mengarahkan penulis dalam penyusunan makalah.
Harapan penulis, semoga makalah yang sederhana ini mempunyai setitik manfaat, bagi penulis pribadi khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun masih penulis butuhkan, untuk menghasilkan karya-karya lain yang lebih baik. Amiin Ya Robal `Alamin.
                                                                  Kebumen, 7 Oktober 2018                      
                                                                  Penulis,






BAB I
Pendahuluan

1.      Latar Belakang
            Kajian orang-orang Barat terhadap Timur baik berupa agama, budaya, ataupun yang lainnya, yang biasa dikenal dengan orientalisme, itu sudah berlangsung lama. Dalam  catatan sejarah disebutkan bahwa aktifitas orientalisme telah dimulai sejak abad  ke-11 Masehi dimana pada saat itu banyak orang-orang Eropa yang sekolah dan belajar di perguruan-perguruan Arab dengan orientasi penguasaan dan penerjemahan buku-buku teks Arab.
            Kajian yang dilakukan orang-orang Barat terhadap Timur tersebut juga mengalami perjalanan dan dinamika yang berliku, demikian pula tujuan para orientalis dalam mengkaji Islam juga mengalami dinamika perubahan sesuai situasi yang berkembang. Sebelum abad ke 19 misalnya, motivasi para orientalis tidak jauh beranjak dari motivasi kolonialisme serta semangat permusuhan terhadap Islam. Pandangan yang dihadirkan didominasi oleh sikap polemis. Namun sejak abad ke-19 motivasi tersebut mulai mengalami pergeseran. Kegiatan orientalisme tidak lagi semata bertujuan mencari kelemahan ajaran Islam, namun telah mulai dimotivasi oleh tujuan ilmiah.[1]  Adapun tanggapan dari orang-orang Timur sendiri banyak yang menolak karya-karya atau pendapat-pendapat orientalis, hal ini karena kebanyakan orientalis dalam mengkaji Timur baik budaya maupun agamanya, cenderung bersikap subjektif dan mencari dalil untuk melemahkan objek yang dikajinya.
            Salah satu tokoh orientalis yang terkenal yang sering disebut dedengkot dan panutan orientalis lain adalah Ignaz Goldziher (penyebutan nama selanjutnya dengan Goldziher). Ia merupakan orientalis yang lebih menekankan penelitiannya terhadap hadis dan al-Qur’an.
            Selanjutnya, untuk mengetahui lebih lanjut tentang pemikiran-pemikiran Goldziher terhadap al-Qur’an, dalam makalah ini akan dijelaskan hal tersebut. Selain itu, untuk mengenal lebih jauh tokoh Goldziher ini, makalah ini akan memberikan pembahasan tentang biografi dan pendekatan serta tujuannya dalam mengkaji al-Qur’an. Selain itu juga akan dipaparkan sikap dan tanggapan terhadap pemikiran orientalis yang satu ini.






BAB II
PEMBAHASAN

II.    Perspektif Ignaz Goldziher Terhadap al-Qur’an
A.    Biografi Ignaz Goldziher
            Ignaz Goldziher lahir pada 22 Juni 1850 di sebuah kota di Hongaria[2]. Berasal dari keluarga Yahudi yang terpandang dan memiliki pengaruh luas, tetapi tidak seperti keluarga Yahudi Eropa lainnya yang sangat fanatik terhadap kebudayaan dan agamanya saat itu. Pendidikannya dimulai dari Budhapest, kemudian melanjutkan ke Berlin pada tahun 1869, hanya satu tahun ia di sana, kemudian pindah ke Universitas Leipzig. Salah satu guru besar ahli ketimuran yang bertugas di universitas tersebut adalah Fleisser, sosok orientalis yang sangat menonjol saat itu. Dia termasuk pakar filologi. Di bawah asuhannya, Goldziher memperoleh gelar doktoral tingkat pertama tahun 1870 dengan topik risalah “Penafsir Taurat yang berasal dari Tokoh Yahudi Abad Tengah[3].
            Kemudian Goldziher kembali ke Budhapest dan ditunjuk sebagai asisten guru besar di Universitas Budhapes pada tahun 1872, namun ia tidak lama mengajar. Sebab ia diutus oleh Kementerian Ilmu Pengetahuan ke Luar negeri untuk meneruskan pendidikannya di Wina dan Leiden. Setelah itu ia ditugasi untuk mengadakan ekspedisi ke kawasan Timur, dan menetap di Kairo Mesir, lalu dilanjutkan ke Suriah dan Palestina. Selama menetap di Kairo dia sempat bertukar kajian di Universitas al-Azhar.
            Ketika diangkat sebagai pemimpin Universitas Budhapest, dia sangat menekankan kajian peradaban Arab, khususnya agama Islam. Gebrakan yang dilakukan Goldziher telah melambungkan namanya di negeri asalnya. Oleh karena itu, ia dipilih sebagai anggota Pertukaran Akademik Magara tahun 1871, kemudian menjadi anggota badan pekerja tahun 1892, dan menjadi salah satu ketua dari bagian yang dibentuknya pada tahun 1907.[4]
            Pada tahun 1894 Goldziher menjadi profesor kajian bahasa Semit, sejak saat itu dia hampir tidak kembali ke negerinya, tidak juga ke Budaphes, kecuali untuk menghadiri konferensi orientalis atau memberi orasi pada seminar-seminar di berbagai universitas asing yang mengundangnya. Pada tanggal 13 November 1921, akhirnya dia menghembuskan nafas terakhirnya di Budhapest.[5]
            Goldziher memiliki beberapa karya tulis yang tidak sedikit. Ia terbilang sebagai orientalis yang produktif. Diantara karya-karyanya adalah sebagai berikut:[6]
1)      Kritik terhadap Azh-Zhahiriyyah: Madzhabuhum wa Tarikhuhum”, yang dikerjakan pada tahun 1884. Sebuah buku yang mengulas tentang ushul fiqih, sejarah munculnya madzhab, khususnya madzhab Zhahiriyah, serta kaitannya dengan madzhab-madzhab lain.
2)      Muhammedanische Studien/Dirasah Islamiyyah, juz pertama terbit pada tahun 1889, sedangkan juz kedua terbit pada tahun berikutnya. Pada juz pertama, Goldziher membahas tentang al-Watsaniyah wa al-Islam. Di juz kedua, Goldziher memaparkan sejarah dan perkembangan hadis, pengkultusan wali di kalangan umat Islam dan berbagai hal yang berkaitan dengannya.
3)      Kajian terhadap al-Mu’ammarin-nya Abi Hatim as-Sijistani pada tahun 1899.
4)      Muhadharat fi al-Islam (Heidelberg, 1910). Buku ini membahas Muhammad dan Islam, Perkembangan Syariat, Perkembangan Ilmu Kalam, Zuhud dan Tasawuf yang menguraikan sejarah timbulnya mistisime dalam Islam dan perkembangannya, yaitu sejak peradaban Islam berkenalan dengan Hellenis dan Hindu hingga timbulnya paham wahdat al-wujud pada abad ke-7 Hijriyah. Dalam bagian akhir karya ini dibahas juga berbagai aliran yang terdapat dalam Islam, seperti Khawarij, Syi’ah, dan aliran-aliran yang muncul pada masa kontemporer, seperti Wahabiyah, Bahaiyah, Babiyah, dan Ahmadiyah.
5)      Die Richtungen der Islamischen Koranauslegung(Leiden, 1920). Yang dalam versi bahasa Arab berjudul Madzahib at-Tafsir al-Islami.
B.     Pendekatan dan Tujuan Goldziher
            Secara umum, al-Qur’an adalah target utama serangan misionaris[7]dan orientalis Yahudi-Nasrani, setelah mereka gagal menghancurkan sirah dan sunnah Nabi Ṣalla Allah ‘Alayhi wa al-Salām.[8] Pendekatan kajian Goldziher terhadap al-Qur’an tidak sebatas mempertanyakan otoritasnya, namun isu klasik yang selalu diangkat adalah soal pengaruh Yahudi, Nasrani, Zoroaster dan sebagainya terhadap Islam dan isi kandungan al-Qur’an.
            Goldziher berusaha mengungkapkan apa saja yang bisa  dijadikan bukti bagi teori peminjaman dan pengaruh hal tersebut terutama dari literatur dan tradisi Yahudi-Nasrani, dan membandingkan ajaran al-Qur’an dengan adat-istiadat Jahiliyah, Romawi, dan lain sebagainya. Goldziher mengatakan bahwa cerita-cerita dalam al-Qur’an banyak yang keliru dan tidak sesuai dengan versi Bible yang dianggap akurat.[9] Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa pendekatan yang dipakai Goldziher adalah comparative religion dalam mengkaji kitab suci, dan historical otenticity dalam mengkaji hadis.
            Adapun tujuannya dalam mengkaji Islam adalah untuk mencemarkan akidah Islam dan meragukan al-Qur’an. Hal ini terlihat dalam berbagai karyanya, secara lantang Goldziher mengatakan bahwa Islam cenderung lebih dekat dengan Judaisme (paham-paham dalam agama Yahudi).[10]
            Dalam bukunya yang membahas qira’at, Goldziher dianggap telah melakukan penyimpangan yang sangat jauh, mengabaikan petunjuk yang benar, dan dengan sengaja mementahkan kebeneran al-Qur’an.[11]
C.    Pandangan Goldziher Terhadap al-Qur’an
            Secara spesifik, Islam menurut Goldziher adalah agama yang paling memuaskan akal, dan tidak bertolak belakang dengan kemajuan ilmu, karena jika bertolak belakang, maka berarti Islam itu bertentangan dengan semangat pembawanya. Kemudian dalam memandang al-Qur’an, Goldlziher mengatakan, “Tidak ada kitab perundang-undangan (tasyri’) yang diakui oleh kelompok keagamaan bahwa ia adalah teks yang diturunkan atau diwahyukan, di mana pada masa awal peredarannya, teks tersebut datang dalam bentuk kacau dan tidak pasti sebagaimana yang kita temukan dalam al-Qur’an.[12] Menurut Goldziher, terkait dengan al-Qur’an banyak perbedaan dalam hal qira’at dan tidak konsisten dalam hal tafsirnya dan ingin mengubah susunan ayat dan surat dalam al-Qur’an secara kronologis, mengoreksi bahasa al-Qur’an ataupun mengubah redaksi sebagian ayat-ayatnya.
            Dalam kaitannya dengan studi al-Quran dan tafsir, Goldziher dapat dikatakan sebagai sosok orientalis yang pendapatnya banyak dirujuk oleh orientalis setelahnya. Pendapat dan pandangannya tentang al-Quran setidaknya dapat dilacak melalui dua karyanya yakni Introduction to Islamic Theology and Law dan Madhāhib al-Tafsīr al-Islamiy.
            Dalam karyanya Madhāhib al-Tafsīr al-Islamiy, Goldziher sendiri, disamping digugat karena pandangan-pandangannya yang dianggap bersifat polemis dan skeptis terhadap Al-Quran, ia dianggap sebagai tokoh orientalis yang berjasa dalam memetakan pemikiran para mufassir khususnya dari aspek ideologis atau kegiatan penafsiran yang dilakukan. Dalam karyanya tersebut, Goldziher secara selektif berhasil memetakan para mufassir dari berbagai aliran yang ada secara ringkas. Ia mengasumsikan eksistensi lima aliran tafsir dalam Islam: Tradisionalis, dogmatis, mistik, sektarian serta modernis. Tiga aliran pertama senada dengan tipologi kesarjanaan muslim, yakni tafsir bi al-riwāyah, tafsir bi al-dirāyah, tafsir bi al-isyarah. Sementara dua aliran lainnya, sektarian dan modernis, merupakan kategori tambahan atau elaborasi dari tipologi kesarjanaan muslim.[13]
            Pendapat lebih lanjut tentang al-Qur’an, menurut Goldziher, al-Qur’an merupakan kitab suci yang berupaya menyerap ajaran-ajaran agama samawi sebelumnya. Unsur-unsur Kristen di dalam Al-Quran diterima oleh Muhammad umumnya melalui jalan tradisi-tradisi apokri[14] dan melalui bid’ah-bid’ah yang yang bertebaran di dalam Gereja Timur. Dengan jalan demikian, tidak sedikit unsur-unsur agnostik[15] Timur mendapatkan tempatnya di dalam pemberitaan suci Muhammad.[16]
            Ide-ide tersebut dalam pandangan Goldziher, diperoleh Muhammad melalui hubungan-hubungan lahiriah dalam urusan perdagangan ketika ia masih belum diangkat sebagai Rasul. Untuk memperkuat argumentasinya tersebut, Goldziher menyatakan bahwa doktrin-doktrin dan perundang-undangan Nabi bersifat eklektis[17]. Agama Yahudi dan Kristen menyediakan unsur-unsur pokok dan takaran yang sama. Lima unsur pokok yang dikenal dengan Rukun Islam sudah diperkenalkan oleh Nabi pada periode Makkah dan memperoleh bentuknya yang pasti pada periode Madinah. Jadi, menurut Goldziher, unsur-unsur ajaran dalam al-Quran sebenarnya banyak menyerap unsur atau tradisi agama sebelumnya.[18]
            Misalnya, pertama ibadah shalat. Menurut Goldziher, yang dimulai dari berdiri, takbir dan bacaan-bacaan memiliki kemiripan dengan tradisi ibadah agama Kristen Timur seperti sujud, bersimpuh, dan wudhu . Keduaaturan zakat yang semuala merupakan amal sukarela, oleh Muhammad kemudian dilembagakan secara formal dalam bentuk sumbangan yang dibayarkan secara tertentu untuk kelompok dhu’afa secara komunitas. Ketiga, puasa yang semula dilakukan pada hari kesepuluh dari bulan pertama (meniru Hari Pertama Penebusan pada agama Yahudi, asyura’), kemudian dilakukan selama bulan RamadhanKeempat, ziarah ke Ka’bah, tempat suci bangsa Arab kuno di Mekkah, ditafsirkan kembali dengan gaya monoteis dari perspektif ajaran Ibrahim.[19] Goldziher juga menilai bahwa Al-Quran yang diturunkan pada masa Rasullullah hidup ternyata belum mampu menjawab beragam problematika yang terjadi selepas Nabi wafat, ini disebabkan karena cakupan kitab suci Al-Quran masih hanya berkisar pada dasar-dasar hukum saja. Ditambah lagi dengan meluasnya ekspansi umat Islam, ini mengindikasikan bahwa hadirnya Islam ternyata belum mampu menjawab segala problematika yang ada karena penyempurnaan baru ada setelah diperoleh hasil ijtihad generasi selanjutnya.[20]
            Pandangan Goldziher di atas sepertinya sangat dipengaruhi oleh pendekatan historis-sosilogis yang dilakukannya dalam mengkaji Islam, sehingga suatu ritual dan ajaran agama selalu dilihat hubungan historis, sehingga adanya kemiripan dalam ajaran ritual agama Islam dengan ritual agama-agama selain Islam yang terekam dalam Al-Quran dianggap sebuah upaya plagiasi dan absorbsi terhadap ajaran sebelumnya.
            Kemudian tentang qira’at yang dipermasalahkan oleh Goldziher, menurutnya,  perbedaan ragam bacaan dalam melafalkan al-Quran (qiraa’at) disebabkan oleh tidak adanya tanda titik dalam al-Quran, sehingga setiap pembaca memiliki otoritas untuk menentukan bacaan sesuai keinginannya.
            Dalam memperkuat anggapannya tersebut, Goldziher menyuguhkan beberapa contoh potensial yang ia bagi ke dalam dua kelompok:[21]
1.      Perbedaan bacaan karena tidak ada tanda titik. Menurut Goldziher, lahirnya sebagian besar perbedaan versi bacaan tersebut dikembalikan pada karekteristik tulisan arab itu sendiri yang bentuk huruf tertulisnya dapat menghadirkan vokal pembacaan yang berbeda, tergantung pada perbedaan tanda titik yang diletakkan diatas bentuk huruf atau dibawahnya serta berapa jumlah titik tersebut. Misalnya:
وهوالذى يرسل الرياح نشرا dapat di baca وهوالذى يرسل الرياح بشرا
  وما كنتم تستكثرون dapat dibaca  وما كنتم تستكبرون       
2.      Perbedaan karena tidak adanya tanda baca berupa harakat atau syakal memicu perbedaan posisi i’rab(kedudukan kata) dalam sebuah kalimat yang menyebabkan lahirnya perbedaan makna. Dengan demikian, Goldziher sampai pada suatu asumsi bahwa perbedaan karena tidak adanya titik (tanda huruf) dan perbedaan harakat yang dihasilkan, disatukan dan dibentuk dari huruf yang diam (tidak dibaca) merupakan faktor utama lahirnya perbedaan bacaan dalam teks yang tidak memiliki titik sama sekali atau yang titiknya kurang jelas.
            Pendapat Goldziher di atas, mendapat bantahan dari para sarjana muslim, diantaranya adalah Muhammad Mustafa Al-A’zami, seorang pakar Al-Quran dan hadis kelahiran India. Menurut Al-Azami, pendapat Goldziher yang menyatakan bahwa lahirnya varian bacaan disebabkan oleh ketiadaan titik dan diakritikal adalah tidak tepat, karena beragam qiraat dalam Al-Quran bukan disebabkan oleh teks yang nirtanda, akan tetapi sudah ditentukan melalui periwayatan yang masyhur yang dituturkan sendiri oleh Nabi serta disampaikan kepada para sahabat. Lebih jauh A’zami juga menyatakan bahwa Goldziher telah melupakan tradisi pengajaran secara lisan atau oral yang yang menjadi tradisi penuturan Al-Quran. Dalam konteks ini, adanya mushaf Usmani merupakan alat bantu untuk menyeleksi masuknya qira’at-qiraat yang ghairu masyhurah atau syadz. Jadi Mushaf Usmani sendiri bukan sebuah bentuk hegemoni atau uapaya usman untuk membakukan Al-quran dalam satu versi bacaan, sebagaimana dituduhkan oleh Goldziher.[22]
D.    Sikap dan Tanggapan Terhadap Goldziher
            Ada dua point yang perlu digarisbawahi dalam menyikapi pandangan Goldziher tentang Islam, yaitu pertama, ia akan selalu membangkang dan membantah meskipun ia tahu terhadap suatu kebenaran tentang Islam. Kedua, ketika ia menemukan kebenaran, ia akan memutar balikkan fakta itu sehingga tampak akan salah. Sedangkan ketika ia menemukan kesalahan, ia akan mengemasnya sedemikian rupa agar tampak benar.
            Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa Goldziher termasuk Sarjana Barat dari kaum skeptis. Studi yang dilakukannya berawal dari keragu’raguan, berjalan dengan keraguan dan akan berakhir dengan keragu-raguan pula.[23]
            Untuk menyikapi pemikiran-pemikiran orientalis, mungkin kita bisa mengingat kembali perkataan Ibnu Sirrin (w.110 H), “Ilmu ini (mengenai agama) menjelma dan menjadi bagian dari keimanan. Maka dari itu, berhati-hatilah dari siapa anda belajar sebuah ilmu.”[24]Ini berarti hendaknya dalam mengkaji ilmu-ilmu agama, kita tetap merujuk pada tulisan kaum Muslimin yang komitmen terhadap ajaran agamanya yang layak diperhatikan.





















BAB III
Kesimpulan

            Ignaz Goldziher merupakan orientalis asal Hungaria. Dalam mengkaji ketimuran, ia lebih condong krpada Islam. Adapun yang dikritisinya adalah sumber ajaran pokok yang digunakan dalam Islam, yaitu al-Qur’an dan hadis.
            Adapun pendekatan yang dipakai Goldziher dalam mengkaji Islam adalah comparative religion dalam mengkaji kitab suci, dan historical otenticity dalam mengkaji hadis. Ia mengkaji Islam tidak untuk memberikan khazanah keilmuan tentang Islam, melainkan untuk mencemarkan akidah Islam dan meragukan al-Qur’an.
            Islam menurut Goldziher adalah agama yang paling memuaskan akal, dan tidak bertolak belakang dengan kemajuan ilmu, karena jika bertolak belakang, maka berarti Islam itu bertentangan dengan semangat pembawanya. Kemudian dalam memandang al-Qur’an, Goldlziher mengatakan, “Tidak ada kitab perundang-undangan (tasyri’) yang diakui oleh kelompok keagamaan bahwa ia adalah teks yang diturunkan atau diwahyukan, di mana pada masa awal peredarannya, teks tersebut datang dalam bentuk kacau dan tidak pasti sebagaimana yang kita temukan dalam al-Qur’an. Menurut Goldziher, terkait dengan al-Qur’an banyak perbedaan dalam hal qira’at dan tidak konsisten dalam hal tafsirnya dan ingin mengubah susunan ayat dan surat dalam al-Qur’an secara kronologis, mengoreksi bahasa al-Qur’an ataupun mengubah redaksi sebagian ayat-ayatnya. Perbedaan qira’at tersebut menurutnya dipengaruhi oleh perbedaan bacaan karena tidak ada tanda titik dan perbedaan karena tidak adanya tanda baca berupa harakat atau syakal.
            Pendapat lebih lanjut tentang al-Qur’an, menurut Goldziher, al-Qur’an merupakan kitab suci yang berupaya menyerap ajaran-ajaran agama samawi sebelumnya. Jadi banyak sekali dalam al-Qur’an hukum yang mirip dengan tradisi-tradisi Yahudi-Nasrani dan Jahiliyah.
            Untuk menyikapi pendapat Goldziher tersebut, sebaiknya kita tidak perlu mempercayai argumentasi-argumentasinya yang dilontarkan tentang Islam. Akan lebih baik kalau kita tetap merujuk pada tulisan kaum Muslimin yang komitmen terhadap ajaran agamanya yang layak diperhatikan.








Daftar Pustaka
A’zami (al), M.Mustafa, Sejarah Teks al-Qur’an Dari Wahyu Sampai Kompilasi, terj. Oleh Anis Malik Toha dkk, Jakarta: Gema Insani, 2005.
Amal, Taufik Adnan, Rekosnstruksi Sejarah Al-Quran, Yogyakarta: FkBA, 2001.
Arif, Syamsudin, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta : Gema Insani Press, 2008.
Badawi, Abdurrahman, Ensiklopedi Tokoh Orientalis, terj. Amroni Drajat Yogyakarta: LKiS, 2003.
Goldziher, Ignaz, Muslim Studies, terj. C.R. Barber dan S.M. Sterm. London: t.np, 1971.
Hulayin, Mustofa, “Ignaz Goldziher dan Tipologi Tafsir al-Qur’an”, dalam Kajian Orientalis Terhadap al-Qur’an dan Hadis, Ed. M. Anwar Syarifuddin, 2011-2012.
Ignaz Goldziher, Introduction to Islamic Theology and Law, terj. Oleh Hesri Setiawan, Jakarta: INIS, 1991.
Ignaz Goldziher, Madzab Tafsir Dari Klasik Hingga Modern, terj. M. Alaika Salamullah, dkk, Jogjakarta : eISAQ Press, 2010.
Qadli (al), Syekh Abdul Fattah Abdul Ghani, al-Qirā’at Fī Nadhār al-Mustasyriqīn wa al-Mulhidīn, terj. Sayid Agil Husain Munawar dan Abdul Rahman Umar, Semarang : PT. Karya Toha Putra, t.th.
https://id.wikipedia.org/wiki/Hongaria. (diakses pada Tanggal 16 Maret 2016).



.



[1] Ignaz Goldziher, Muslim Studies, terj. C.R. Barber dan S.M. Sterm (London: t.np, 1971) 20.

[2] Hongaria adalah sebuah Negara di Eropa Tengah, terletak pada Basin Carpathia dan berbatasan dengan Austria. (https://id.wikipedia.org/wiki/Hongaria) diakses pada Tanggal 16 Maret 2016
[3]Abdurrahman Badawi, Ensiklopedi Tokoh Orientalis, terj. Amroni Drajat (Yogyakarta: LKiS, 2003), 129.
[4]Ibid., 129.
[5]Ibid.129-130.
[6]Ibid., 130-132.
[7]Orang yg melakukan penyebaran warta Injil kepada orang lain yg belum mengenal Kristus, atau Imam kristen yang melakukan kegiatan misi
[8] Syamsudin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, (Jakarta : Gema Insani Press, 2008) 7.
[9]Mustofa Hulayin, “Ignaz Goldziher dan Tipologi Tafsir al-Qur’an”, dalam Kajian Orientalis Terhadap al-Qur’an dan Hadis, Ed. M. Anwar Syarifuddin, 2011-2012, 6
[10]Syamsudin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, 9.
[11]Syekh Abdul Fattah Abdul Ghani al-Qadli, al-Qirā’at Fī Nadhār al-Mustasyriqīn wa al-Mulhidīn, terj. Sayid Agil Husain Munawar dan Abdul Rahman Umar, (Semarang : PT. Karya Toha Putra, t.th) 9.
[12] Ignaz Goldziher, Madzab Tafsir Dari Klasik Hingga Modern, terj. M. Alaika Salamullah, dkk, (Jogjakarta : eISAQ Press, 2010), 4.
[13]Taufik Adnan Amal, Rekosnstruksi Sejarah Al-Quran (Yogyakarta: FkBA, 2001) 354.

[14]Bagian-bagian Alkitab yg diakui Gereja Katolik.
[15]Orang yg berpandangan bahwa kebenaran tertinggi (misal Tuhan) tidak dapat diketahui dan mungkin tidak akan dapat diketahui.
[16] Ignaz Goldziher, Introduction to Islamic Theology and Law, terj. Oleh Hesri Setiawan (Jakarta: INIS, 1991) 12.            
[17]Pengambilan dari semua sistem yang terbaik.
[18]Ignaz Goldziher, Introduction to Islamic Theology and Law, terj. Oleh Hesri Setiawan, 12.
[19]Ibid., 12
[20]Ibid., 13.

[21]Ibid., 5- 9.                                                                                                                                                                           
[22]M.M. Al-A’zami, Sejarah Teks al-Qur’an Dari Wahyu Sampai Kompilasi, terj. Oleh Anis Malik Toha dkk (Jakarta: Gema Insani, 2005) 179.
[23]Syamsuddin Arif, Orientalis & Diabolisme Pemikiran, 25.
[24]M.M. Al-A’zami, Sejarah Teks al-Qur’an Dari Wahyu Sampai Kompilasi, terj. Oleh Anis Malik Toha dkk, 124.

Post a Comment for "MAKALAH AL-QUR’AN DALAM PANDANGAN IGNAZ GOLDZIER"