Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

MAKALAH MODEL PENAFSIRAN FAZLUR RAHMAN


MAKALAH
MODEL PENAFSIRAN FAZLUR RAHMAN
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Hadist
Dosen Pengampu:  Wahyuni Syifatur Rohmah, M.S.I


Disusun oleh :
NAMA            : IDHOH MUNTAFINGATUR ROFIQOH
PRODI            : ILMU QUR’AN DAN TAFSIR
NIM    : 1631043



PRODI ILMU QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWA
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLOTUL ULAMA
2018/2019

KATA PENGANTAR
            Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya, ssehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul  MODEL PENAFSIRAN FAZLUR RAMAN. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Baginda Nabi Agung Muhammad SAW, beserta keluarga beliau, sahabat-sahabat beliau, dan juga kita semua hingga hari kiamat kelak.
            Makalah ini merupakan tugas yang diberikan di Fakultas Ushuludin Dakwah IAINU Kebumen, yaitu oleh beliau Ibu :  Wahyuni Syifatur Rohmah, M.S.I.diharapkan makalah ini dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa IAINU, khususnya mahasiswa Ushuludin Dakwah prodi Ilmu Qur’an dan Tafsir.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak, demi perbaikan dimasa yang akan datang.

                                                                                    Kebumen, 1 Desember 2018

                                                                                                PENULIS












BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang, 
             Al-Qur’an yang merupakan kitab yang eksistensinya diwakili oleh teks dan kehadirannya tidak bisa lepas dari setting sosial masyarakat arab pada zaman Nabi SAW. Pemahaman atas dimensi teks dan dimensi sosial ini selanjutnya menjadi syarat mutlak untuk menangkap pesan al-qur’an yang bersifat essensial-substansial, fundamental-universal dan membedakannya dari pesan al-qur’an yang bersifat local-regional-partikular, karena pergumulannya dengan sejarah dan masyarakat.
            Sedangkan tafsir al-Qur’an merupakan suatu wilayah intelektual yang semakin mendesak dalam proses pemecahan permasalahan umat. Semenjak munculnya gerakan revormisme Islam zaman modern, tumpuan pada cara Islam diinterpretasikan dan dipraktikkan semakin kentara. Proses pemikir ulang sebagian besar tradisi dan pola pemikiran yang telah mapan telah dilakukan di dalam beberapa wilayah teologi, fiqh, politik, bahkan juga tafsir. Hasil daripada segelilntir pemikir revormisme seperti Sayyid Ahmad Khan (w. 1898), Muhammad Abduh (w. 1905), Abdul Kalam Zad (w. 1958) dan lain-lain telah menyemarakkan pemikiran Islam zaman modern, terutamanya dalam bidang penafsiran al-Qur’an yang menggugat corak pemikiran Islam yang jumud dan stagnan. Para pemikir-pemikir ini mencoba member nafas baru pada umat Islam yang terbelakang dengan merombak cara Islam diinterpretasikan.
            Sudah tentunya bidang tafsir al-Qur’an juga merupakan salah satu wilayah yang dianggap penting diteliti, terutama dalam merombak hokum-hukum Islam yang dianggap masih kurang atau tidak relevan mengikuti perkembangan zaman dan masyarakat. Para pemikir ini sadar bahwa hokum Islam tidak dapat lari dari keterkaitannya dari sumber utamanya dan terpenting, yaitu teks al-Qur’an.
            Oleh karena itu, kami dating bersamaan tulisan yang singkat ini mencoba membahas tentang salah satu tokoh pemikir Islam, ialah Fazlur Rahman, yang turut berandil basar dalam perkembangan pemikiran Islam dan penafsiran al-Qur’an, dengan menjelaskan sisi historisitasnya, pemikiran dan metodenya dalam menafsirkan al-Qur’an, serta aplikasi dari metode tersebut.





B.     Rumusan masalah
Adapun permasalahan yang akan di bahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah :
1.      Biografi Fazlur Rahman
2.      Karya- karya fazlur Rahman
3.      Metodologi penafsiran Fazlur Rahman
4.      Komentar para ulama terhadap pemikiran Fazlur Rahman
C.     Tujuan Masalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah
1.      Untuk mengetahui boigrafi Fazlur Rahman
2.      Untuk mengetahui karya Fazlur Rahman
3.      Untuk mengetahui metodologi oenafsiran Fazlur Rahman
4.      Untuk mengetahui komentar para ulama terhadap pemikiran Fazlur Rahman



















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Biografi Singkat Fazlur Rahman
            Fazlur Rahman adalah sosok pemikir islam kelahiran Pakistan.yang sangat intens merumuskan identitas islam ditengah tantangan modernisme.Ia dilahirkan dalam suatu keluarga muslim yang amat serius dan dibesarkan dalam keluarga dengan tradisi madzhab Hanafi. Fazlur Rahman lahir pada tahun 1919 tepatnya tanggal 21 September, di daerah hazara yang terletak di wilayah Barat Laut Pakistan. Ketika Rahman lahir, anak benua Indo-Pakistan belum terpecah menjadi dua negara merdeka yang masih menyisakan persoalan, yakni India dan Pakistan.[1]
            Watak liberalisme pemikiran Rahman ini sangat dipengaruhi oleh pendidikan orangtuanya yang sangat rasional serta didukung oleh ketajaman intelektual Rahman yang luar biasa. Dari ibunya ia memperoleh pengajaran tentang nilai-nilai kebenaran, kasih sayang, kesetiaan, dan—diatas segalanya—cinta. Sedangkan dari ayahnya Rahman memperoleh nilai kebebasan dan kemodernan dalam berpikir, berbeda dengan mayoritas ulama tradisional waktu itu,  Ayahnya adalah seorang yang sangat yakin bahwa islam harus menghadapi kemodernan baik sebagai tantangan maupun  peluang[2]
B. Pendidikan dan Sepak Terjang Rahman
            Selain memperoleh pendidikan informal dilingkungan keluarga, Ia juga mendapatkan pendidikan formal yang ia awali dengan belajar di Madrasah yang didirikan oleh Muhammad Qasim Nanotawi pada tahun 1867. Setelah menamatkan sekolah menengah, Rahman mengambil studi bidang sastra arab di Departeman Ketimuran pada Universitas Punjab. Pada tahun 1942, ia berhasil menyelesaikan studinya di Universitas tersebut dan mendapat gelar M.A dalam sastra Arab. Kemudian ia meneruskan studinya ke Lahore untuk program Ph.D., tetapi setelah beberapa waktu Rahman merasa tidak puas terhadap mutu pendidikan yang ada di dalamnya, akhirnya ia memutuskan untuk tidak meneruskandan pada 1946, Rahman melanjutkan studi ke Oxford University, dan berhasil meraih gelar doktor filsafat pada tahun 1950Pada masa ini seorang Rahman giat mempelajari bahasa-bahasa Barat, sehinga ia menguasai banyak bahasa
            Di bawah dekade 1960-an, Rahman kembali ke Pakistandan menjabat selama beberapa waktu sebagai salah seorang staf senior pada Institute of Islamic Research. Dua tahun kemudian, ia ditunjuk sebagai direktur lembaga tersebut. Dia juga diangkat sebagai anggota Advisory Council of Islamic Ideology oleh pemerintah Pakistan. Kedua Lembaga Islam tersebut Ia manfaatkan untuk menyampaikan gagasan pembaharuan dalam dunia islam yakni menafsirkan kembali islam dalam term-term rasional dan ilmiah dalam rangka menjawab kebutuhan-kebutuhan masyarakat modern yang progresif.
             Sedangkan Dewan Penasehat Ideologi Islam bertugas meninjau seluruh hukum baik yang sudah maupun belum ditetapkan, dengan tujuan menyelaraskannya dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Kedua lembaga ini memiliki hubungan kerja yang erat, karena Dewan Penasehat bisa meminta lembaga riset untuk mengumpulkan bahan-bahan dan mengajukan saran mengenai rancangan undang-undangKarena tugas yang diemban oleh kedua lembaga inilah Rahman intens dalam usaha-usaha menafsirkan kembali Islam untuk menjawab tantangan-tantangan masa itu.
             Tentu saja gagasan-gagasan liberal Rahman, yang merepresentasikan kaum modernis, selalu mendapatkan serangan dari kalangan ulama tradisionalis dan fundamentalis di Pakistan. Ide-idenya di seputar riba dan bunga bank, sunnah dan hadis, zakat, proses turunnya wahyu Al-Qur’an, fatwa mengenai kehalalan binatang yang disembelih secara mekanis, dan lainnya, telah meledakkan kontroversi-kontroversi berskala nasional yang berkepanjangan. Bahkan pernyataan Rahman dalam karya magnum opusnya, Islam, bahwa Al-Qur’an itu secara keseluruhannya adalah kalam Allah dan dalam pengertian biasa juga seluruhnya adalah perkataan Muhammad, telah menghebohkan media massa selama kurang lebih setahun.
            Banyak media yang menyudutkannya. Al-Bayyinat, media kaum fundamentalis, misalnya, menetapkan Rahman sebagai “munkir al-Quran”. Bahkan suasana panas akibat pernyataan Rahman tersebut semakin menghebat dengan munculnya demonstrasi massa dan aksi mogok kerja yang berskala massif pada awal September 1968Aksi massa yang menurut beberapa kalangan dinilai bersifat politis tersebut memang dalam waktu yang lama masih belum bisa diredakan .Akhirnya, Rahman pun mengajukan pengunduran dirinya dari jabatan Direktur Lembaga riset Islam pada 5 September 1968. Jabatan selaku anggota Dewan Penasehat Ideologi Islam juga dilepaskannya pada 1969. Dia memutuskan untuk hijrah ke Chicago, dan sejak 1870 menjabat sebagai Guru Besar Kajian Islam dalam berbagai aspeknya pada Departement of Near Eastern Languages and Civilization, University of Chicago sampai Ia wafat
            Satu hal yang dapat dicermati dari perjalanan intelektual Rahman adalah bahwa hampir sepanjang karir intelektualnya baik ketika menjadi direktur lembaga riset islam maupun professor kajian – kajian keislaman di Universitas Chicago, Rahman berusaha memahami tantangan modernitas serta merumuskan methodologi yang sistematis dan konperehensif untuk menjawab tantangan tersebut sekaligus menumbuhkan ajaran al qur’an kedalam realitas praktis kehidupan umat islamOleh karena itu tidak mengherankan jika tulisan-tulisan Rahman selalu menekankan pentingnya metodologi penafsiran Al qur’an. upaya yang dilakukan ini menurut Nur cholis Majid dtitunjang oleh pengetahuannya yang luas dan mendalam tentang sejarah islam, baik dalam bidang pemikiran, perkembangan sosial, politik dan kebudayaan pada umumnya serta kemampuannyya dalam membaca secara cermat khasanah intelektual klasik yang baginya merupakan refleksi berbagai nuansa kitab suci
            Pada kesempatan berbeda Wan Mohd. Nor Wan Daudmengungkapkan bahwa Fazlur Rahman adalah seorang penulis yang agresif lebih-lebih ketika mengevaluasi perjalanan sejarah umat islam. Keagresifan dan keuletannya tergambar dari perpustakaannya di basement (lantai dasar bawah tanah) disitulah ia menghabiskan waktunya untuk membaca, menulis, berpikir, menulis, dan mengajar.[3]
C.  Karya-karya Fazlur Rahman
            Agresifitas dan produktivittas intelektual fazlurrahman bisa dilihat dari karya-karyanya dalam   bentuk buku, artkel, entri untuk ensiklopedi, kata pengantar. dan bentuk lainnya, karya-karya Rahman yang berbentuk buku setidaknya berjumlah sekitar Sembilan buah, diantaranya: 1. Avicenna  Psychology (Oxford: Oxford University Press,1952); 2. Propesy in Islam, Philosophy and Ortodoxcy ( G. Allen & Unwin, London, 1958 ); 3. Avicenna De Anima, Being the Psysicological Part of Kitab al Syifa'( New York: Oxford University Press, 1959); 4. Islamic Metodology in History( Karachi: Central Institute of Islamic Research, 1965), yang berisi tentang kajian Rahman tentang evolusi history dari aplikasi keempat prinsip pokok pemikiran islam, yaitu al Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas, serta peran aktual dari prinsip-prinsip tersebut bagi perkembangan islam; 5. Islam (Hold Rineland & Winston: New York, 1966) merupakan usaha Rahman dalam member definisi “Islam” bagi Pakistan: 6. Phylosophy of Mulla Sadra Syirazi (Al Bany: State University of New York Press, 1976), merupakan kajian historis Rahman terhadap pemikiran Religio filosofis Sadr al Din Al Syirazi (Mulla Sadra); 7.  Major Themes of the Qur’an(Minneapolis Bibliotheca Islamica, 1980) yang berisi delapan tema pokok al Qur’an: Tuhan, manusia sebagai Individu, manusia sebagai anggota masyarakat, alam semesta, kenabian dan wahyu, eskatologi, Syaitan dan kejahatan, serta lahirnya masyarakat muslim; 8. Islam dan Modernity; Transformation of an Intellectual Tradition( Chicago: University of Chicago, 1982), merupakan hasil riset  dari Unversitas of Chicago tentang “Islam dan Change” , yang menjelaskan tentang sejarah intelektual dan kehidupan Islam sejak periode klasik sampai periode saat ini; 9. dan Healt and Medicine in Islamic Tradition ( Cross Roads Book: New York, 1987).
            Sementara karya-karyanya yang berbentuk artikel yang tersebar dari  beberapa jurnal, terjemahan karya  berjumlah 75 artikel, disamping 7 artikelnya yang dimuat dalam beberapa ensiklopedi dan yang berupa review buku berjumlah 16 tulisan. Selain itu masih terdapat beberapa karya orisinal Rahman yang sampai saat ini belum dipublikasikan.[4]
D. Metodologi Penafsiran Fazlur Rahman
            Seperti orang-orang Islam pada umumnya, Rahman mengakui bahwa al-Qur’an adalah wahyu yang secara literal diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, ia juga mengakui bahwa al-Qur’an adalah kalam ilahi. Namun, menurutnya al-Qur’an juga merupakan perkataan MuhammadPernyataan inilah yang membuatnya dianggap munkir al-Qur’an oleh kaum tradisionalis dan fundamentalis
            Menurutnya, kaum muslim dewasa ini tengah membutuhkan suatu teori yang memadai untuk menafsirkan al-Qur’an bagi kebutuhan-kebutuhan mereka yang secara khusus memberi ciri kepada ajaran sosial al-Qur’an. Rahman memandang bahwa para mufasir klasik dan abad pertengahan telah memperlakukan al-Qur’an secara atomistik (ayat per ayat) meski terkadang mereka memberikan rujukan silang ketika menafsirkan suatu ayat, tapi hal ini tidak dilakukan secara sistematis. Karena itu, tafsir-tafsir mereka tidak menghasilkan suatu weltanschaung (pandangan-dunia) yang kohesif dan bermakna bagi kehidupan secara keseluruhan. .metode-metode atau prisip-prinsip penafsiran al-Qur’an (ushul al-tafsir) yang dibuat oleh para Ulama merupakan jasa besar bagi pemahaman al-Qur’an dan hal ini merupakan hal yang sangat penting bagi pemahaman al-Qur’an. Namun, walaupun demikian, terdapat suatu kebutuhan mendesak terhadap teori hermeneutik yang akan menolong kita untuk memahami makna al-Qur’an secara utuh dan menyeluruh.
            Bagi Rahman, bagian dari tugas untuk memahami pesan al-Qur’an sebagai suatu kesatuan adalah mempelajarinya dengan sebuah latar belakang .latar belakang langsungnya adalah aktivitas Nabi sendiri dan perjuangannya selama dua puluh tiga tahun dibawah bimbingan al-Qur’anSelanjutnya, ia menawarkan metodologi penafsiran  yang –menurutnya– tepat untuk menafsirkan al-Qur’an.Proses penafsiran yang Rahman tawarkan merupakan gerakan ganda (double movement), dari situasi sekarang ke masa al-Qur’an diturunkan dan kembali lagi ke masa kini. Berikut ungkapannya:
            Proses penafsiran yang diusulkan disini terdiri dari suatu gerakan ganda, dari situasi sekarang ke masa al-Qur’an diturunkan dan kembali lagi ke masa kini. Al-Qur’an adalah respons ilahi, melalui ingatan dan pikiran Nabi, kepada situasi moral sosial Arab pada masa Nabi, khususnya kepada masalah-masalah masyarakat dagang masyarakat Makkah pada masanya.
            Jadi, menurutnya al-Qur’an turun untuk menjawab problem-problem yang terjadi pada masyarakat Arab, sehingga untuk mengkontekstualisasikannya pada masa kini diperlukan pengetahuan historis yang menjadi latar belakang turunnya suatu ayat. Tidak hanya itu, situasi Makkah sebelum Islam datang pun memerlukan pemahaman yang mendalam. Didalamnya juga mencakup perihal pranata-pranata sosial, kehidupan ekonomis, dan hubungan-hubungan politik. Peran penting suku Quraisy dan pengaruh kekuasaan relogio-ekonomisnya dikalangan orang-orang Arab harus difahamiDouble movement yang diusung Rahman sebagaimana pernyataannya:
            Gerakan pertama yang terdiri dari dua langkah yaitu: pertama, orang harus memahami arti atau makna dari suatu pernyataan dengan mengkaji situasi atau problem historis dimana pernyataan al-Qur’an tersebut menjadi jawabannya. Sehingga akan menghasilkan pemahaman makna al-Qur’an sebagai suatu keseluruhan disamping dalam batas-batas ajaran-ajaran khusus yang merupakan respons terhadap situasi-situasi khusus. Langkah kedua, adalah menggeneralisasikan jawaban-jawaban spesifik tersebut dan menyatakannya sebagai pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan-tujuan moral-sosial umum yang dapat disaring dari ayat-ayat spesifik dalam sinaran latar belakang sosio-historis dan rationes legis yang sering dinyatakan oleh ayat sendiri. Yang harus diperhatikan selama langkah ini adalah ajaran Al-Quran sebagai keseluruhan, sehingga setiap arti yang ditarik, setiap hukum yang disimpulkan dan setiap tujuan yang dirumuskan koheren satu sama lain. Ini sesuai dengan klaim Al-Quran sendiri bahwa ajarannya tidak mengandung kontradiksi-dalam dan koheren secara keseluruhan. Langkah ini juga bisa dan selayaknya dibantu oleh pelacakan terhadap pandangan-pandangan kaum muslim awal. Menurut Rahman, sampai sekarang sedikit sekali usaha yang dilakukan untuk memahami Al-Quran secara keseluruhan.[.
            Gerakan pertama Rahman terdiri dari dua langkah, yakni memahami suatu ayat sesuai dengan konteksnya pada masa al-Qur’an turun (asbab al-nuzul), sehingga dengan hal ini akan dihasilkan penafsiran yang obyektif.Dan selanjutnya hasil pemahaman tersebut degeneralisasikan. Beliau menggunakan konsep “al-‘ibrah bi’umūm al-lafzD lā bi khusūs  al-sabab”.Selanjutnya mengenai gerakan kedua, Rahman menyatakan:
            Sementara gerakan yang pertama mulai dari hal-hal yang spesifik lalu ditarik menjadi prinsip-prinsip umum dan nilai-nilai moral jangka panjang, maka gerakan kedua ditempuh dari prinsip umum ke pandangan spesifik yang harus dirumuskan dan direalisasikan ke dalam kehidupan sekarang. Artinya, ajaran-ajaran yang bersifat umum harus ditubuhkan (embodied) dalam konteks sosio-historis yang kongkrit di masa sekarang. Ini sekali lagi memerlukan adanya kajian yang cermat atas situasi sekarang sehingga situasi sekarang bisa dinilai dan dirubah sesuai dengan prioritas-prioritas moral tersebut. Apabila kedua momen gerakan ini ditempuh secara mulus, maka perintah Al-Quran akan menjadi hidup dan efektif kembali. Momen gerakan kedua ini juga berfungsi sebagai alat koreksi terhadap momen pertama, yakni terhadap hasil-hasil dari penafsiran. Apabila hasil-hasil pemahaman gagal diaplikasikan sekarang, maka tentunya telah terjadi kegagalan baik dalam memahami Al-Quran maupun dalam memahami situasi sekarang. Sebab, tidak mungkin bahwa sesuatu yang dulunya bisa dan sungguh-sungguh telah direalisasikan ke dalam tatanan spesifik di masa lampau, dalam konteks sekarang tidak bisa
            Selanjutnya, gerakan kedua harus bisa membaca situasi masa kini dengan cermat dan menerapkan apa yang dihasilkan dalam gerakan pertama kedalam situasi masa kini. Jika hasil pemahaman gagal diterapkan, maka letak kesalahan bisa jadi pada gerakan pertama dalam memahami al-Qur’an maupun dalam memahami situasi masa sekarang.
            Sebagai contoh aplikasi dari metodologi penafsirannya adalah mengenai riba dan zakat. Menurut Rahman, untuk mengatasi orang-orang lalai karena kekayaannya, al-Qur’an mengambil dua buah kebijaksanaan penting yakni melarang riba dan menetapkan zakat.
            Rahman mengungkapkan bahwa tujuan al-Quran adalah menegakkan tata masyarakat yang ethis dan egalitarian. Hal ini terlihat dalam celaannya terhadap disekuilibrium ekonomi dan ketidak adilan sosial di dalam masyarakat Makkah pada waktu itu.    
            Pertama kali Rahman mengajak kita untuk menengok perekonomian di kota Makkah pada masa itu. Makkah adalah suatu kota dagang yang ramai. Tetapi di kota itupun tanpa kentara dijumpai eksploitasi terhadap orang-orang yang lemah, dan berbagai kecurangan di dalam praktek-praktek perdagangan dan keuangan. Dengan jelas sekali al-Qur’an menggambarkan situasi yang bercirikan sikap kikir yang keterlaluan, sikap mementingkan diri sendiri, dan kemewahan di samping kemiskinan dan ketidakberdayaan. Firman Allah dalam surat al-Takatsur ayat 1-4: 
            “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.”
Dalam surat al-Humazah ayat 1-7, Allah berfirman:
“kecelakaanlah bagi Setiap pengumpat lagi pencela. yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya, Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, Yang (membakar) sampai ke hati.”    
            Orang-orang Makkah berkata bahwa mereka telah berusaha untuk memperoleh kekayaan mereka, oleh karena itu kekayaan tersebut adalah hak penuh mereka, dan mereka dapat mempergunakannya sekehendak hati mereka. Tetapi al-Quran berkata: bahwa tidak seluruh kekayaan  merupakan hak dari yang mengusahakannya; orang-orang miskin juga memiliki “hak” didalam kekayaan tersebut. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin, khususnya orang-orang yang mampu, bahwa mereka lebih baik mengeluarkan harta kekayaan mereka diatas jalan Allah daripada membungakan uang untuk menghirup darah orang miskin (30:39; 2:245; 5:12, 18; 57:11, 18; 64:17; 73:20). Atas dasar inilah, al-Quran mengambil dua buah kebijaksanaan untuk mengatasi hal diatas yakni melarang riba (menggandakan uang) dan menetapkan zakat. Larangan riba ini bersumber dari ayat:
“dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)” (al-Rum:39).        
            Rahman mengatakan bahwa pernyataan-pernyataan al-Qur’an bahwa harta kekayaan yang kita keluarkan untuk kepentingan masyarakat akan dibayar Allah dengan berlipat ganda, tertuju kepada praktek riba karena riba membuat modal yang semula menjadi berlipat ganda (ad’āfan mudā’afan) (3:130). Kemudian dalam ayat-ayat (2:275-278) riba dilarang keras bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi orang yang melanggar batas.  
            Larangan riba ini sangat penting artinya bagi kesejahteraan masyarakat. Tetapi dari larangan ini, ahli-ahli hukum Islam di zaman pertengahan mengambil kesimpulan bahwa setiap jenis bunga adalah terlarang. Hingga saat ini pun kebanyakan kaum muslim masih berpendapat demikian, walaupun di zaman modern ini peranan bank didalam konteks “ekonomi pembangunan” sudah sangat berbeda. Karena kesimpangsiuran pemikiran ini banyak muslim-muslim terpelajar masa kini yang mempergunakan argumentasi-argumentasi kynesian dan Marxis untuk mendukung pendapat mereka.
            Selanjutnya, Rahman mengungkapkan bahwa sehubungan dengan keadilan merata, al-Qur’an menerapkan prinsip bahwa “kekayaan tidak boleh berputar dikalangan orang-orang kaya saja” (59:7):
“apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.”
            Menurut Rahman, meskipun ayat ini berbicara mengenai pembagian harta rampasan perang, namun secara garis besar ayat ini menunjukkan sebuah tema penting di dalam kebijaksanaan ekonomi. Dengan demikian, setelah di Makkah mencela orang-orang yang menumpuk kekayaan dan memeras orang-orang miskin, maka di Madinah al-Qur’an menetapkan zakat. Tujuan-tujuan zakat ini diterangkan secara mendetail didalam surat al-Taubah ayat 60. “Sesungguhnya zakat-zakat itu (bukan untuk orang-orang kaya) hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
            Dalam pandangan Rahman kategori-kategori ini –termasuk kesejahteraan sosial di dalam pengertiannya yang luas dan terdiri dari membantu orang-orang yang terjerat hutang, gaji pegawai-pegawai administratif (pengumpul pajak), pengeluaran diplomasi (untuk menarik hati orang-orang ke dalam Islam), pertahanan, pendidikan, kesehatan, dan komunikasi– sedemikian luasnya sehingga mencakup seluruh aktifitas negara. Tetapi kaum muslim memahami fungsi-fungsi zakat ini berdasarkan tradisi yang picik sehingga lambat laun institusi zakat ini menjadi hampa.[5]
E. Komentar Para Ulama Terhadap Pribadi Fazlur Rahman
       Pilihan metodologi Rahman, utamanya dalam menginterpretasi al-Qur’an, tidak saja menuai pujian, tapi juga kritik yang serius. Ebrahim Moosa menganggap metodologi yang dipakai Rahman berakibat pada pengabaian aspek-aspek partikular dari al-Qur’an. Aspek-aspek tersebut tergerus oleh generalisasi dan koherensi logis yang dipraktikkan Rahman untuk menggali makna universal Al-Qur’an. Misalnya ketika Rahman menolak konsep syafaat karena dalam pandangannya bertentangan dengan ide sentral al-Qur’an, yakni: keadilan dan ketakwaan. Farid Esack menilai penafsiran Rahman yang seperti itu, terlalu memaksakan wahyu agar sesuai dengan keadilan dan ketakwaan yang merupakan tema sentralnya. [6]
            Komentar selanjutnya datang dari Taufik Adnan Amal bahwa, kritik Rahman terhadap warisan-warisan kesejarahan Islam, sebenarnya telah terlihat dalam aplikasi gerakan ganda dari rumusan metodologi tafsirnya. Aplikasi gerakan ganda ini – yakni dari situasi sekarangke masa al-Qur’an diturunkan, dan kembali lagi ke masa kini – pada faktanya telah memandulkan peran warisan sejarah keagamaan Islam. Dan penerimaan Rahman terhadap Islam-sejarah, setelah periode generasi pertama Muslim, sebagai objek penilaian al-Qur’an – yakni al-Qur’an sebagaimana yang difahami lewat metode yang ditawarkannya – membuat metodologi tafsirnya sulit diterima, kecuali dengan ketajaman rasional yang semestinya.
            Menurut Taufik Adnan Amal menyeutkan bahwa “walaupun metode tafsir yang diusulkan Rahman memiliki bentuk baru, namun semua unsurnya adalah tradisional. Materi-materi kesejarahan – seperti latar belakang sosio-historis al-Qur’an perilaku Nabi, dan khususnya asbab al-Nuzul al-Qur’an – yang sangat urgen dalam penerapan metode tersebut, semuanya telah dilestarikan oleh para penulis sejarah hidup Nabi, para pengumpul hadis, para sejarawan, serta para mufassir.” [7]
            Kritik yang juga layak diarahkan pada pandangannya mengenai ayat-ayat teologi. Rahman di satu sisi sangat konsisten (baca: kaku) dalam menggunakan kekuatan logika untuk menganalisis ayat-ayat teologi. Namun pada saat yang bersamaan, ia dengan sengaja mengabaikan aspek kronologi dan latar belakang turunnya ayat tersebut. Sebab dalam pandangannya ayat-ayat teologis dan metafisik tidak banyak mengalami evolusi dan perkembangan jika dibandingkan dengan ayat-ayat hukum. Oleh karena itu, dalam hal ayat-ayat teologis latar belakang dan kronologi ayat tersebut tidak diperlukan. Nah, pandangan semacam ini hemat saya malah menorpedo keinginannya sendiri untuk mendapatkan makna yang obyektif dari al-Qur’an.
            Meski demikian, keberatan-keberatan terhadap Rahman seperti ini tidak mengecilkan kontribusi Rahman dalam studi al-Qur’an yang memang sangat signifikan. Dia pun menyadari bahwa subyektifitas dan kekurangan dalam suatu penafsiran dan pendekatan tidak dapat dihilangkan sama sekali. Demikian halnya dengan penafsiran beserta metode yang ditawarkannya. Sifatnya adalah dinamis sehingga sangat terbuka untuk diberi sudut pandang lain, bahkan untuk dikritik dan dikoreksi. Selama sudut pandang lain dan kritik itu dapat dipertanggungjawabkan secara intelektual dan keagamaan, selama itu pula suatu perbedaan dapat diapresiasi. Pada sisi ini nilai-nilai liberal dari neo-modernisme, menurut Abd A`la (2003), tampak terungkap nyata pada diri Rahman









                                                            BAB III
F.  Kesimpulan Dan Penutup
            Setelah mengetahui sedikit tentang Fazlur Rahman, penulis mencoba menyimpulkan bahwasannya :
            Rahman adalah seorang intelektual Muslim yang dikenal dengan watak liberalisme yang pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh pendidikan orangtuanya yang sangat rasional serta didukung oleh ketajaman intelektual Rahman yang luar biasa. Sedangkan dari ayahnya Rahman memperoleh nilai kebebasan dan kemodernan dalam berpikir, berbeda dengan mayoritas ulama tradisional waktu itu, Ayahnya adalah seorang yang sangat yakin bahwa islam harus menghadapi kemodernan baik sebagai tantangan maupun  peluang.
            Agar Islam relevan dengan situasi dan kondisi sekarang, dia menyarankan agar kaum muslim berani melampaui penafsiran literal dan tradisional atas al-Qur’an untuk memahami spiritnya.
            Tentang gerakan Neo-Modernisme. Gerakan ini muncul dibawah pengaruh neorevivalisme, tetapi juga merupakan tantangan terhadapnya. Rahman mengkategorikan dirinya termasuk dalam barisan gerakan ini.
            Proses penafsiran yang Rahman tawarkan salah satunya adalah merupakan gerakan ganda (double movement), dari situasi sekarang ke masa al-Qur’an diturunkan dan kembali lagi ke masa kini.
            Demikianlah apresiasi terhadap tokoh pemikir Islam yang banyak mengilhami pembaruan pemikiran Islam di tanah air. Gerakan pembaruan yang belakangan tak terdengar lagi gemanya itu, harus diurai struktur penyangga, akar-akar dan pondasinya agar kita mengetahui sisi-sisi mana saja yang sudah rapuh dan harus diperbaiki atau diganti. Relevansi apresiasi pemikiran Rahman adalah dalam konteks itu. Dengan demikian semoga kita bisa mendapat inspirasi kembali untuk memberikan sentuhan atau bangunan baru bagi gerakan pemikiran Islam di Indonesia! Amin. Wallahu a`lam bi al-shawab.







DAFTAR PUSTAKA
Supena, Ilyas, Desain Ilmu-ilmu keislaman dalam pemikiran hermneutika Fazlur Rahman, Semarang: Walisongo Press, 2008
Adnan Amal, Taufik, Islam dan Tantang Modernitas, Bandung: Mizan, 1999.
Keceradasan Rahaman dibuktikannya ketika pada usia sepuluh tahun Ia menghafal Al qur’an diluar kepala. Lihat Samsurrizal Panggabean “fazlurrahman dan Neo modernisme Islam” hlm 34.
M Ihsan Ali Fauzi dan Taufik Adnan Amal, Bibliografi Karya-karya Intelektual Fazlur Rahman, Jurnal Islamika, vol. 2, Oktober-Desember, 1993.
Adnan Amal, Taufik, Islam dan Tantangan Modernitas, Studi atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman”, Bandung: Mizan, 1989.
Rahman, Fazlur, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, Terj. Taufik Adnan Amal, Bandung: Mizan, 1993.
http://icas-indonesia.org, Powered by ICAS-JAKARTAdiakses pada tanggal 24 April
Sumber: Perpustakaan IAIAN Sunan Kalijaga.



[1]Biografi Rahman secara lengkap dapat dijumpai dalam banyak buku. Misalnya Tufik Adnan Amal, Islam dan Tantang Modernitas, (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 79-111; ini dapay dijumpai  pula dalam Muqaddimah Islam karya Fazlur Rahman
[2]Ilyas supena, Desain Ilmu-ilmu keislaman dalam pemikiran hermneutika Fadzlurrahman (semarang: Walisongo Press. 2008) hlm 44
[4]M Ihsan Ali Fauzi dan Taufik Adnan Amal,”Bibliografi Karya-karya Intelektual Fazlur Rahman”, dalam Jurnal Islamika, vol. 2, Oktober-Desember, 1993, hlm. 81-84
[6]] M. Syifa Amin. W.  dalam makalahnya Fazlur Rahman:Rekonstruksi pemikiriran Islam dan Neo-Modernisme. Dalam http://icas-indonesia.org, Powered by ICAS-JAKARTA and Designed by Webmaster.(diakses pada tanggal 24 April 2009).

[7]Fazlur Rahman, Metode dan Alternatif …hlm. 27-28.
Sumber: Perpustakaan IAIAN Sunan Kalijaga.


Post a Comment for "MAKALAH MODEL PENAFSIRAN FAZLUR RAHMAN"