Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

Makna Majazi

Majaz secara etimologis, berasal dari kata Jaza al Syai’a Yajuzuhu (seseorang telah melewti sesuatu, maka dia terlewatinya), yakni kata yang dialihkan dari makna asalnya kemudian digunakan untuk menunjukkan makna yang lain yang mempunyai kesesuaian dari makna asalnya.

Sedangkan secara terminologis, al jahiz mendefinisikan majaz adalah sebagai kebalikan dari ungkapan hakiki yaitu sebagaimana pernyataannya;

“ Majaz adalah lafad yang diucapkan tidak sebagaimana makna asalnya karena adanya perluasan makna dari ahli bahasa”.

Kata majaz berarti lafadz yang digunakan dalam makna yang bukan seharusnya karena adanya hubungan (‘alaqah) disertai qarinah (hal yang menunjukkan dan menyebabkan bahwa lafadz tertentu menghendaki pemaknaan yang tidak sebenarnya) yang menghalangi pemakaian makna haqiqi.

المجاز هو نقل الكلام من الوضع الأول إلى الوضع الثاني للقرينة مع وجود العلقة

“Majaz adalah berpindahnya makna perkataan dari makna pertama menjadi makna kedua, karena adanya qarinah dan adanya ‘alaqah”

Dari definisi ini, maka dapat kita simpulkan bahwa pada majaz terdapat 4 rukun, yaitu :

  1. Al Wadh’u Al Awwalu (makna pertama)
  2. Al Wadh’u Ats Tsani (makna kedua)
  3. Al Qorinah (sebab yang menghalangi makna pertama dan mengharuskan dimaknai dengan makna kedua)
  4. Al ‘Alaqah (hubungan antara makna pertama dan makna kedua)

Semisal dikatakan : رأيت أسدا في المنبر (saya melihat “singa” di atas mimbar)

Maka pada kalimat tersebut, dapat kita katakan rukun-rukun majaz :

  • Makna pertama : makna singa, sebagai makna salah satu jenis hewan buas.
  • Makna kedua : makna lelaki yang pemberani.
  • Al Qorinah : akal sehat mengatakan tidak mungkin jika singa naik mimbar sendiri.
  • Al ‘Alaqah : hubungan antara singa dan laki-laki yang pemberani, adalah kekuatan dan keberanian.




Majaz terbagi menjadi empat. majaz Mufrad Mursal, Mufrad Isti’arah, Murakkab Mursal dan Murakkab Isti’arah. Berhubung pembahasannya yang panjang, dan juga bukan meupakan tujuan dari makalah, penulis tidak menjelaskan secara terpeinci.

membedakan antara ungkapan bermakna haqiqi dan bermakna majazi

Sebagaimana difinisi haqiqi dan majaz yang telah dijelaskan di awal, berarti dalam membedakan antar ungkapan bermakna haqiqi dan majazi adalah jika pada suatu hadis terdapat qarinah yang mengharuskannya untuk dimaknai secara majazi maka hadis tersebut dapat digolongkan ke dalam hadits dengan ungkapan majazi begitu juga sebaliknya jika tidak ada qarinahnya, maka termasuk ungkapan haqiqi. Dengan kata lain, pengertian ungkapan majazi itu, adalah apabila terdapat suatu tanda yang menghalangi penyampaian ungkapan haqiqi berdasarkan alasan dalil naqli atau rasional.
Berikut beberapa penjelasan mengenai alasan tersebut :

Dalam keadaan tertentu,hadits dengan ungkapan majaz merupakan cara yang ditentukan, jika tidak ditafsirkan secara majaz pasti akan menyimpang dari makna yang dimaksud dan terjerumus pada kesalahan yang fatal.

Contoh hadis dalam masalah ini yaitu, sabda Rasulullah SAW kepada istri-istri beliau yang berbunyi,
أسرعكنّ لحوقا بي أطول كنّ يدا
artinya : “Orang yang paling cepat menyusulku antara kalian adalah orang yang paling panjang tangannya (paling dermawan)”
Pada mulanya, semua istri Nabi memahami “panjang tangan” itu dengan makna aslinya sesuai dengan petunjuk lafdiahnya. Aisyah menceritakan bahwa para istri Rasulullah SAW pada mulanya mengukur tangan mereka masing-masimg untuk mengetahui siapa yang terpanjang. Sebagian riwayat lain mengatakan bahwa mereka (para istri Rasulullah) mengambil sebatang kayu untuk mengukur tangan mereka, siapa yang paling panjang tangannya. Padahal maksud Rasulullah tidak seperti itu, melainkan makna kias dari kata “panjang tangan” yang berarti mengulurkan tangan untuk kebaikan dan suka memberi (dermawan) yang dimaksud oleh hadis tersebut.
Contoh lain terjadi pada hadis Qudsi yang berbunyi,
إن تقرّب عبدي إليّ بشبر تقرّبت إليه ذراعا وإن تقرّب إليّ ذراعا تقرّبت إليه باعا. وإن أتاني يمشي أتيته هرولة
Artinya : “Jika hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya satu hasta. Jika dia mendekat kepada-Ku satu hasta, maka Aku mendekat kepadanya satu depa dan jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari kecil.”
ungkapan hadits ini adalah ungkapan tamsildan tasybih dari barang siapa yang mendatangi-Ku dengan cepat dengan ketaatannya dia akan diberi pahala olehKu lebih cepat dari pada kedatangannya. Ungkapan ini yang kemudian dikiaskan dengan kata “berjalan” dan “berlari kecil”.
2) ungkapan majaz sebagai solusi bagi hadis yang dilihat sulit untuk dipahami secara harfiahnya dan kesulitan ini akan hilang bila hadis tersebut diartikan dengan a majazi. Sebagai contoh hadis yang berbunyi

‘إعلموا أنّ الجنّة تحت ظلال السيف’

artinya : “ketahuilah bawa surga itu berada di bawah bayang-bayang pedang”

Jika dimaknai secara haqiqi sesuai dengan lafadznya maka kita akan mendapatkan pemahaman bahwa surga itu ada di bawah bayang-bayang pedang padahal yang demikian itu sangat mustahil dan tidak bisa diterima oleh akal. Oleh karena itu muhaddisin memahami hadis tersebut secara majaz dan menyatakan bahwa yang dimaksud hadis tersebut adalah surga itu diraih dengan kerja keras, kesungguhan serta ketulusan layaknya perjuangan berperang melawan musuh-musuh Allah.
3. Ungkapan majaz sebagai bentuk tamsil dan penyerupaan (menggambarkan sesuatu yang abstrak dengan sesuatu yang konkrit) sebagai isyarat dari tingkat keharusan dari suatu anjuran maupun larangan. Contoh hadis :

إنّ الله خلق الخلق حتّى إذا فرغ من خلقه قالت الرّحم: هذا مقام العائذ بك من القطيعة قال: نعم، اما ترضين ن أصل من وصلك واقطع من قطعك؟ قالت: بلى ياربّ

artinya : “Allah menciptakan makhluk-Nya, setelah selesai menciptakan (mereka), Rahim berkata, “ini adalah tempat bagi orang yang memohon perlindungan kepada-Mu dari orang yang memutuskanku.” Allah menjawab “ya, tidakkah kamu suka bila Aku berhubungan dengan orang yang menghubungkanmu dan memutuskan hubungan dengan orang yang memutuskanmu?” Rahim menjawab, “ya wahai Tuhanku.”

Ibn Abu Jamrah menjelaskan bahwa maksud dari kata-kata tersebut adalah Allah memberi pahala yang besar (sebagai balasan yang baik dari-Nya) pada orang yang terus menyambung tali silaturahim, demikian juga bagi orang yang memutuskannya, dia akan juga menerima balasan dari-Nya.

Yang mana dari ungkapan diatas, yang menjadi gambaran abstrak adalah bicaranya sebuah rahim, dan yang menjadi konkret adalah hubgungan silaturrahim antar sesama manusia.

Post a Comment for "Makna Majazi"