Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

Tentang Wahyu (Definisi dan Metode Turunnya Wahyu)

296.web.id -


BAB I Pendahuluan


Latar Belakang


Pemahaman kebanyakan orang adalah bahwa pesan yang disampaikan Tuhan kepada Utusan-Nya disebut sebagai wahyu. Dan bentuk dari wahyu adalah kitab suci. Memang tidak salah dengan pemahaman tersebut. Akan tetapi pemahaman tersebut masih sangatlah sempit. Masih ada beberapa definisi atau pengertian mengenai wahyu.

Rumusan Masalah

  1. Apakah yang dimaksud dengan wahyu ?
  2. Bagaimanakah proses turunnya wahyu ?

Tujuan Penulisan

  1. Untuk mengetahui definisi dari wahyu.
  2. Untuk mengetahui proses turunnya wahyu.

Bab II Pembahasan


1. Definisi Wahyu


Kata wahyu dalam bahasa arab ditulis dengan huruf و، ح، ي : وحي yang merupakan bentuk mashdar (infinitive) dari kata auha – yuhi – wahyan . Kata wahyu menyimpan 2 pengertian yaitu : tersembunyi atau al-khafa`, dan cepat atau as-sur’ah. Atau dengan istilah lain yaitu isyarat halus yang cepat (isyarah sar’iyah khafiyyah) . Begitu juga menurut Al-Ashfahani, dalam kitab Gharib Al-Qur’an, bahwa makna awal dari kata wahyu adalah “isyarat yang cepat” (اصل الوحي الإشارة السريعة) . Wahyu secara etomologis sering diartikan sebagai : “permakluman secara samar, cepat dan terbatas hanya kepada orang yang diinginkan, tanpa diketahui oleh orang lain”. Atau secara singkat bisa diartikan dengan isyarat, sinyal atau ilham.

Dalam kitab Mabahits fii ‘Ulumil Qur’an karya Manna Al-Qaththan, wahyu didefinisikan dengan “Pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui oleh yang lainnya”

الإعلام الخفي السريع الخاص بمن يوجه إ يه بحيث يخفي على لغيره

Selain secara etimologis, Manna Al-Qaththan juga mendefinisikannya secara terminologis yaitu :

كلام الله تعالى المنزل على نبي من أنبياءه

Artinya : “Firman Allah SWT yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya.”

Tokoh lain juga mendefinisikan wahyu dalam sudut pandang yang berbeda, seperti Ibn Hajar dalam kitab Fath al- Baari-nya, beliau mendefinisikan wahyu dari sudut pandang fiqih, yaitu :

وَشَرْعًا الإِعْلاَمُ بِالشَّرْعِ وَقَدْ يُطْلَقُ الوَحْيُ وَيُرَادُ بِهِ اسْمُ الْمَفْعُوْلِ مِنْهُ أي الْمُوْحَي وَهُوَ كَلاَمُ اللهِ الْمُنَزَّلُ عَلَى النَّبِيِّ

Artinya : “Secara syar’i, (wahyu) adalah pemberitahuan mengenai syariat. Kadang disebut dengan istilah wahyu, namun dengan konotasi isim Maf’ûl-nya, yaitu sesuatu yang diwahyukan, yaitu kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW”.

2. Prosesi Turunnya Wahyu


Sebagaimana telah diketahui bahwa wahyu diartikan sebagai firman Allah SWT yang diturunkan kepada nabi dan rasul-Nya, maka bagaimana proses turunnya wahyu tersebut ?

Dalam Al-Qur’an Surat Asy-Syura ayat 51, Allah SWT menjelaskan bagaimana Dia menurunkan wahyu kepada seseorang.

۞وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُكَلِّمَهُ ٱللَّهُ إِلَّا وَحۡيًا أَوۡ مِن وَرَآيِٕ حِجَابٍ أَوۡ يُرۡسِلَ رَسُولٗا فَيُوحِيَ بِإِذۡنِهِۦ مَا يَشَآءُۚ إِنَّهُۥ عَلِيٌّ حَكِيمٞ

Artinya : "Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.” (QS. Asy-Syura’ : 51)


Dalam ayat tersebut yang dimaksud dengan perantaraan wahyu adalah melalui mimpi atau ilham. Dan yang dimaksud dengan di belakang tabir ialah seorang dapat mendengar kalam Ilahi akan tetapi dia tidak dapat melihat-Nya sebagaimana yang terjadi kepada Nabi Musa AS. Lalu yang dimaksud dengan rasul atau utusan adalah Malaikat seperti Malaikat Jibîl AS.

Sehingga dari ayat di atas dapat diperoleh kesimpulkan, bahwa ada tiga cara Allah SWT menurunkan wahyu-Nya kepada para Nabi. (1) Melalui mimpi yang benar (ru’ya shâdiqah fi al-manâm); (2) Dari balik tabir (min warâ’ hijâb); (3) Melalui perantaraan Malaikat seperti Malaikat Jibril.


1. Melalui mimpi yang benar (ru’ya shâdiqah fi al-manâm)


Pada metode ini, Allah SWT langsung menyampaikan firman-Nya kepada Nabi dan Rasul-Nya tanpa perantara. Sebagai contoh seperti peristiwa akan disembelihnya Nabi Ismail AS oleh Nabi Ibrahim AS. Nabi Ibrahim AS memperoleh perintah untuk menyembelih putranya (Nabi Ismail AS) melalui mimpi. Seperti yang diabadikan dalam Al-Qur’an Suran Ash-Shaffat ayat 101-112 :

فَبَشَّرۡنَٰهُ بِغُلَٰمٍ حَلِيمٖ فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ فَلَمَّآ أَسۡلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلۡجَبِينِ وَنَٰدَيۡنَٰهُ أَن يَٰٓإِبۡرَٰهِيمُ قَدۡ صَدَّقۡتَ ٱلرُّءۡيَآۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجۡزِي ٱلۡمُحۡسِنِينَ إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ وَفَدَيۡنَٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيمٖ وَتَرَكۡنَا عَلَيۡهِ فِي ٱلۡأٓخِرِينَ سَلَٰمٌ عَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ كَذَٰلِكَ نَجۡزِي ٱلۡمُحۡسِنِينَ إِنَّهُۥ مِنۡ عِبَادِنَا ٱلۡمُؤۡمِنِينَ

Artinya : “Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. (QS. Ash-Shaffat: 101-112)

2. Dari balik tabir (min warâ’ hijâb);


Di metode kedua ini, juga disampaikan langsung kepada para Nabi dan Rasul, tanpa perantara malaikat. Jadi, nabi atau rasul dapat mendengar langsung firman Allah SWT. Seperti peristiwa pada saat Nabi Musa AS menerima wahyu di gunung Tursina.

Dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 143, dan Surat An-Nisa ayat 164, peristiwa tersebut diabadikan :

وَلَمَّا جَآءَ مُوسَىٰ لِمِيقَٰتِنَا وَكَلَّمَهُۥ رَبُّهُۥ قَالَ رَبِّ أَرِنِيٓ أَنظُرۡ إِلَيۡكَۚ قَالَ لَن تَرَىٰنِي وَلَٰكِنِ ٱنظُرۡ إِلَى ٱلۡجَبَلِ فَإِنِ ٱسۡتَقَرَّ مَكَانَهُۥ فَسَوۡفَ تَرَىٰنِيۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُۥ لِلۡجَبَلِ جَعَلَهُۥ دَكّٗا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقٗاۚ فَلَمَّآ أَفَاقَ قَالَ سُبۡحَٰنَكَ تُبۡتُ إِلَيۡكَ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ

Artinya : “Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".” (QS. Al-A’raf : 143)

وَرُسُلٗا قَدۡ قَصَصۡنَٰهُمۡ عَلَيۡكَ مِن قَبۡلُ وَرُسُلٗا لَّمۡ نَقۡصُصۡهُمۡ عَلَيۡكَۚ وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكۡلِيمٗا

Artinya: “Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (QS. An-Nisa : 164)

3. Melalui perantaraan Malaikat


Dimetode yang ketiga ini, semua orang dipastikan mengetahui. Yaitu Allah SWT menurunkan wahyu kepada Nabi dan Rasulnya melalui malaikat, yaitu malaikat Jibril. Adapun malaikat Jibril dalam menyampaikan wahyu kepada para Nabi dan Rasul juga melalui 2 cara, pertama yaitu dengan cara datang kepada Nabi seperti suara dencingan lonceng, kedua yaitu dengan cara menjelma menjadi seorang manusia.

a. Dengan cara seperti dencingan lonceng


Cara pertama ini, dapat dikatakan sebagai cara yang berat. Karena setiap wahyu yang turun dengan cara ini beliau (Nabi Muhammad SAW) akan mengumpulkan segala kekuatan kesadarannya untuk menerima, menghafal dan memahaminya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan :

عن أبي هريرة يبلغ به النبي صلى الله عليه وسلم قال إذا قضى الله الأمر في السماء ضربة الملائكة بأجنحتها خضعانا لقوله كالسلسلة على صفوان (رواه البحاري)

Artinya : “Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda: “Apabila Allah menghendaki suatu urusan di langit, maka para malaikat memukul-mukulkan sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya bagaikan gemerincingnya mata rantai di atas batu-batu yang licin.” (H. R. Bukhâri)

b. Dengan cara malaikat menjelma menjadi manusia


Cara kedua ini, malaikat menjelma menjadi seorang laki-laki lalu datang menyampaikan wahyu kepada Nabi. Cara yang kedua ini lebih ringan dari cara yang pertama, karena adanya kesesuaian antara pembicara dan pendengar, seperti seseorang yang berbicara dengan saudaranya sendiri. Menurut Ibn Khaldûn, sebagaimana telah dikutip oleh Mannâ‘ Al-Qaththân, bahwa pada cara yang pertama atau keadaan yang pertama, Nabi Muhammad SAW melepaskan kodratnya sebagai manusia yang bersifat jasmani untuk berhubungan dengan malaikat yang bersifat rohani. Sedangkan, pada cara yang kedua ini, malaikatlah yang merubah diri dari yang bersifat rohani semata menjadi manusia yang bersifat jasmani. Cara yang kedua ini, dialami Nabi Muhammad SAW ketika malaikat Jibril menyampaikan wahyu tentang Islam, Iman, dan Ikhsan.

Mengenai dua cara yang dilakukan oleh malaikat Jibril datang membawa wahyu kepada Nabi Muhammad SAW ini disebutkan dalam hadits riwayat Aisyah RA.

عن عائشة أم المؤمنين رضي الله عنها ان الحارث بن هشام رضي الله عنه سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله كيف يأتيك الوحي فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أحيانا يأتيني مثل صلصلة الجرس وهو أشده عَلَيَّ فيفصم عني وقد وعيت عنه ما قال وأحيانا يتمثل لي الملك رجلا فيكلمني فأعي ما يقول قالت عائشة رضي الله عنها ولقد رأيته ينزل عليه الوحي في اليوم الشديد البرد فيفصم عنه وإن جبينه ليتفصد عراقا (رواه البخاري)

Artinya : “Diriwayatkan dari ‘Aisyah Ummul Mukminin RA, bahwasanya al-Hârits ibn Hisyâm RA bertanya kepada Rasulullah SAW. Dia berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana datang wahyu kepada engkau?”. Rasulullah SAW menjawab: “Kadang-kadang datang kepadaku bagaimana gemerincing lonceng dan itulah yang paling berat bagiku. Lalu ia pergi dan aku telah menyadari apa yang dikatakannya. Dan kadang pula Malaikat menjelma di hadapanku sebagai seorang laki-laki lalu dia berbicara kepadaku dan aku pun memahami apa yag dia katakan. Aisyah RA mengatakan: “Aku pernah melihat beliau tatkala wahyu sedang turun kepadanya, pada suatu hari yang amat dingin. Lalu Malaikat itu pergi, sedang keringat pun mengucur dari dahi Rasulullah SAW.” (H.R. Bukhâri)

Lalu bagaimana proses turunnya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.?


As-Suyûthi berdasarkan tiga laporan dari Abdullâh bin ‘Abbâs, dalam riwayat al-Hakim, al-Bayhaqi dan an-Nasa’i, telah menyatakan, 2 bahwa al-Qur’an telah diturunkan melalui dua tahap:

  1. Dari Lawh al-Mahfûdl ke Bayt al-‘Izzah (langit dunia yang paling rendah) secara keseluruhan dan turun sekaligus, yang terjadi pada malam Qadar (Laylah al-Qadar).
  2. Dari Bayt al-‘Izzah ke dalam hati Rasulullah saw. Secara bertahap selama 23 tahun kenabian Muhammad saw. Adapun yang pertama kali diturunkan terjadi di bulan Ramadhan, melalui malaikat Jibril as.

BAB III Kesimpulan



Dari materi yang telah dipaparkan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Pengertian wahyu secara Etimologis wahyu berarti : Pemberitahuan secara tersembunyi, cepat dan terbatas hanya kepada orang yang diinginkan, tanpa diketahui oleh orang lain; Ilham yang bersifat naluriah atau bawaan dasar manusia; Ilham yang bersifat instingtif pada hewan; Isyarat yang cepat dalam bentuk sandi/lambang/simbu sebagai suatu permakluman; Bisikan dan tipudaya syetan untuk menjadikan yang buruk kelihatan baik dan indah kepda diri manusia; Apa yang disampaikan Allah kepada para Malaikat-Nya berupa suatu perintah yang harus dikerjakan. Secara terminologis : Wahyu adalah suatu pemberitahuan secara cepat dan tersembunyi dari Allah SWT kepada para Rasul, baik melalui perantara maupun tidak; Wahyu adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada para Nabi-Nya; Wahyu adalah “pengetahuan yang didapat seseorang didalam dirinya serta diyakininya bahwa pengetahuan itu datang dari Allah SWT, baik dengan perantaraan, dengan suara atau tanpa suara maupun tanpa perantaraan".

2. ada tiga cara Allah SWT menurunkan wahyu-Nya kepada para Nabi. (1) Melalui mimpi yang benar (ru’ya shâdiqah fi al-manâm); (2) Dari balik tabir (min warâ’ hijâb); (3) Melalui perantaraan Malaikat seperti Malaikat Jibril.



DAFTAR PUSTAKA


  1. Mabahits fii ‘Ulumil Qur’an karya Manna Al-Qaththan
  2. Pengantar ‘Ulumul Qur’an karya Anhar Ansyory
  3. Ulumul Quran Praktis (Pengantar untuk Memahami Al- Quran) karya Drs. Hafidz Abdurrahman, MA
  4. Kuliah ‘Ulumul Qur’an karya Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., MA

Post a Comment for "Tentang Wahyu (Definisi dan Metode Turunnya Wahyu)"