Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

MAKALAH MANUSIA DAN NILAI HUMANISM DALAM AL-QUR'AN

MAKALAH
MANUSIA DAN NILAI HUMANISM DALAM AL-QUR'AN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi Tafsir pada semester V
Dosen Pengampu: Wahyuni Syifatur Rohmah, S.Th.I., M.S.I.




Disusun Oleh:
Kholiliyyatul Mufakhiroh
(1631047)

FAKULTAS USHULUDDIN
PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA KEBUMEN
TAHUN 2018

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Agama dan Nilai Humanism dalam al-Qur'an” ini tepat pada waktunya.
Sholawat dan salam senantiasa kita haturkan kepada Baginda Rasulullah SAW. yang telah membawa kita selaku ummatnya dari zaman jahiliyyah menuju zaman yang penuh dengan nuansa Islami dan zaman yang penuh penerangan ini.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada Dosen Pembimbing yakni Bapak Wahyuni Syifatur Rohmah, S.Th.I., M.S.I. dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan agar makalah ini mengalami perbaikan ke arah yang lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Kebumen, 18 Oktober 2018

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah peradaban manusia selalu diawalai dengan munculnya berbagai pemikiran dan pemikiran yang melakukan pemberontakan atas segala keadaan pada zamannya, baik ilmuwan yang memunculkan kegelisahan dalam berbagai situasi yang akhirnya memunculkan sejumlah pemikir cerdas yang merubah tatanan kehidupan, mempertanyakan kebenaran yang selama ini diterima saja menuju kemajuan peradaban manusia.

Filsafat humanisme berasal dari masa klasik barat dan klasik timur yang dasar pemikiran filsafat ini ditemukan dalam pemikiran filsafat klasik cina konfusius dan pemikiran klasik yunani. Perkembangan aliran humanisme terjadi selama 3 tahap yaitu (1) pada masa tahun 1950-an dan 1960-an selama Renaissance di Eropa pada abad ke-16, gerakan ini muncul karena reaksi terhadap dehumanis yang telah terjadi berabad-abad, sebagai akibat langsung dari kekuasaan pemimpin agama yang merasa menjadi satu-satunya otoritas dalam memberikan intepretasi terhadap dogma-dogma agama yang kemudian diterjemahkan dalam segenap bidang kehidupan di Eropa. Sehingga pelopor humanis mengatakan bahwa manusia itu bebas dan memiliki potensi sendiri untuk menjalankan kehidupannya secara mendiri untuk berhasil di dunia, di mana setiap individu mampu untuk mengontrol nasib mereka sendiri melalui aplikasi kecerdasan dan pembelajaran mereka. Orang-orang “membentuk diri mereka sendiri”. Istilah erat di mana kondisi-kondisi keberadaan manusia berhubungan dengan hakekat manusia dan tindakan manusia bukannya pada takdir atau intervensi tuhan; (2) perkembangan selajutnya terjadi pada abad ke-18 pada masa pencerahan (aufklarung), di mana tokohnya adalah J.J Rousseu yang mengutamakan pandangan tentang perkembangan alamiah manusia sebagai metode untuk mencoba keparipurnaan tujuan-tujuan pendidikan; (3) berkembang lagi pada abad ke-20 yang disebut humanisme kontemporer, merupakan reaksi protes terhadap dominisi kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri manusia di era modern. [1]

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep manusia berdasarkan al-Qur’an?
2. Bagaimana nilai Humanism dalam pandangan al-Qur’an;
a) pengertian humanism
b) bagaimana humanism dalam pandangan islam?
3. Bagaimana penerapan humanism dalam kehidupan ?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Manusia Menurut al-Qur’an
Manusia menurut al-Qur’an dimaknai dengan menggunakan beberapa istilah, yaitu Bani (Banu) adam atau Dzurriyat Adam (keturunan, anak cucu Adam), al-insan, al-ins, an-nas atau unas atau al-basyar. Sejalan dengan fungsinya sebagai khalifah dimuka bumi ini, manusia dibekali dengan berbagai instrument sebagai modal dasar dalam menjalankan tugas kekhalifahan. Pada sisi ini manusia berbeda dengan hewan sehingga dalam perspektif islam manusia tidak menjadi objek selayaknya hewan.[2]
Manusia disebut sebagai bani Adam karena dia menunjukkan asal usul yang bermula dari nabi Adam as sehingga dia tahu dan sadar akan jati dirinya. Misalnya, darimana ia berasal, untuk apa ia hidup, dan kemana dia akan kembali. Penggunaan istilah bani Adam menunjukkan bahwa manusia bukan hasil dari evolusi makhluk anthropus (sejenis kera).[3]

Abdurrahman An-Nahlawi mengatakan manusia menurut pandangan islam meliputi:
1. Manusia sebagai makhluk yang dimuliakan, artinya Islam tidak memposisikan manusia dalam kehinaan, kerendahan atau tidak berharga seperti binatanag, benda mati atau makhluk lainnya (QS. Al-Isro:70 dan al Hajj: 65).
2. Manusia sebagai makhluk istimewa dan terpilih. Salah satu anugrah Allah SWT yang diberikan kepada manusia adalah menjadikan manusia mampu membedakan kebaikkan dan kejahatan atau kedurhakaan dari ketakwaan.
Manusia diciptakan oleh Allah dengan segala kesempurnaannya.Manusia diberi akal pikiran sehingga dengan akal tersebut mereka dapat berpikir.Dengan berpikir, manusia mampu mengajukan pertanyaan serta memecahkan masalah. Dengan adanya akal pula, manusia berbeda dari makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lain. Islam mendorong manusia agar menggunakan potensi yang dimiliki secara seimbang.Akal yang berlebihan mendorong manusia pada kemajuan materiil yang hebat, namun mengalami kekosongan dalam hal ruhaniyah, sehingga manusia terjebak dalam segala kesombongan yang merusak dirinya sendiri.

Dalam menggunakan potensi-potensinya, manusia harus menjadi makhluk psiko-fisik, berbudaya, dan beragama untuk tetap mempertahankan kapasitas dirinya sebagai makhluk yang paling mulia. Al-Quran menegaskan kualitas dan nilai manusia dengan menggunakan tiga macam istilah yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu al-insan, an-nas, al-basyar, dan bani Adam.

a) Al-Insan
Kata al-insan berasal dari kata nasiya yang artinya lupa, menunjukkan adanya hubungan dengan kesadaran diri. Manusia disebut al-insan karena kecenderungannya akan sifat pelupa sehingga memerlukan teguran dan peringatan. Kata al-insan digunakan Al-Quran untuk menunjukkan kepada manusia secara keseluruhan dari totalitas, jiwa, serta raganya.Kata al-insan untuk penyebutan manusia diambil dari asal kata al-uns atau anisa yang artinya jinak dan harmonis, karena pada dasarnya manusia dapat menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan lingkungannya.Sedangkan kata an-nas merupakan jamak dari kata al-insan, kata ini digunakan untuk menunjukkan sekelompok manusia, baik dalam arti jenis manusia maupun sekelompok tertentu dari manusia.
Dalam Al Quran kata ins ( انس ) terulang 10 kali, 12 ayat diantaranya berdampingan dengan kata “jin” (جن). Jin adalah jenis makhluk bukan manusia yang hidup di alam yang terindera.Di balik dinding alam kita manusia dan dia tidak mengikuti hukum-hukum.Hukum yang dikenal dalam tata kehidupan manusia.
Sedangkan kata insan (انسان ) terulang 70 kali, kata: al-nas (اناس) terulang 240 kali. Term al-nas (الناس ) menggambarkan manusia yang universal netral sebagai makhluk sosial seperti pernyataan Al Quran QS. Al Hujurat (49): 13
يَأاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍوَّاُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًاوَّقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal”. (QS. Al-Hujurat: 13).
Berbeda dengan kata “al-nas” term “insan” yang secara umum menggambarkan manusia yang memiliki potensi atau sifat yang beragam, baik sifat positif maupun negatif. Perhatikan Firman Allah: QS. Al Alaq (96): 4-5
الَّذِيْ عَلَّمَ بِاالْقَلَمْ. عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ
“yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S. al-‘Alaq: 4-5)
كَلاَّ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَيَطْغَي
“ketahuilah! Sesungguhnya msnusia benar-benar melampaui batas”.
Pada ayat 4-5 Q.S al-‘alaq diatas, Allah swt menegaskan tentang pemberian ilmu melalui kalam (tulisan). Ini merupakan salah satu anugrah terbesar karena dengan tulisan itu satu generasi terdahulu dapat menstransfer ilmu dan pengalamnya kepada suatu generasi yang akan datang kemudian. Sebagai penerima ilmu, manusia (al-insan) ini memiliki potensi dan sifat positif.
Sedangkan ayat 6 surat al-‘alaq menandakan bahwa manusia juga memiliki potensi atau sifat negative yaitu yathgho yakni melampaui batas dengan cara melanggar hokum dan aturan-aturan yang menjerumuskan ke lembah dosa.

b) Al-Basyar
Kata al-basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk, baik laki-laki maupun perempuan, baik satu maupun banyak.Kata al-basyar adalah jamak dari kata basyarah yang artinya kulit.Al-Quran menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan satu kali dalam bentuk mutsanna (dual) untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Ayat Al-Quran yang lain mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar (manusia) melalui tahapan-tahapan sehingga mencapai tahapan kedewasaan, dimana tahapan kedewasaan ini menjadikannya mampu memikul tanggung jawabnya sebagai khalifah di bumi. Al-basyar dipakai untuk menunjukkan dimensi alamiahnya, yang menjadi ciri pokok manusia pada umumnya, seperti makan, minum, dan mati sehingga manusia disebut al-basyar karena manusia cenderung perasa dan emosional sehingga perlu disabarkan dan didamaikan.
Bintu syathi menyatakan bahwa basyar adalah manusia yang sudah diakui keberadaannya manusia dewasa, namun kedewasaan secara jasmani (fisiologis dan biologis) tanpa kedewasaan rohani (psikis).Pernyataan ini didasarkan pada penelusuran ayat tentang basyar dalam susunan redaksi (tarkib) yang menggunakan kata “mitslu” yang berarti seperti. Perhatikan QS Al Kahfi (18): 110.
قُلْ اِنَّمَا اَنَا بَشَرٌ مَّثَلُكُمْ يُوْحَى اِلَيّ
“katakanlah: sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku”.
Basyar dalam ayat ini, menurut Bintu Syathi adalah manusia anak turunan Adam, makhluk fisik yang suka makan dan jalan-jalan ke pasar. Aspek fisik itulah yang membuat pengertian basyar mencakup anak turunan adam keseluruhan.
Berbeda dengan Bintu Syati, H.A Muin Salim menuturkan dalam al-Qur’an ditemukan 32 kali kata basyar adalah manusia dewasa secara fisik dan psikis (biologis dan kejiwaan), sehingga dia mampu bertanggungjawab, sanggup diberikan beban keagamaan bahkan mampu menjalankan tugas khalifah.

c) Bani Adam
Kata Bani ( بنى ) berasal dari kata ban ā( بنى) artinya membina, membangun, mendirikan, menyusun. Jadi Bani Adam artinya susunan keturunan anak cucu anak Nabi Adam dan generasi selanjutnya.Dalam Al Quran term Bani Adam terdapat enam kali terulang38, seperti bunyi ayat dalam QS. Al Isra (17): 7
Al-Quran memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi, yang sedang dalaam perjalanan menuju kehidupan spiritual yang suci dan abadi di akhirat kelak, meskipun ia harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa ketika melakukan kesalahan di dalam kehidupan dunia. Bahkan, dalam Al-Quran manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (hanif).Oleh karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, dan kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah.Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kemuliaan seperti yang dimiliki manusia.Sebaliknya, kualitas yang buruk, salah, dan jelek selalu menjadi batu sandungan bagi manusia untuk meraih predikat berkualitas tersebut.

Manusia dapat dikatakan berkualitas apabila ia memiliki kebebasan untuk berbuat dan berkehendak. Kebebasan yang dimaksud adalah kesadaran untuk mewujudkan kualitas dan nilai dirinya sebagai khalifah Allah di muka bumi secara bertanggung jawab.Kualitas dan nilai manusia dapat diraih apabila manusia memiliki kemampuan untuk mengarahkan naluri bebasnya berdasarkan pertimbangan aqliyah yang dikaruniakan Allah kepadanya dan dibimbing oleh cahaya iman yang menerangi nuraninya yang paling murni.

B. Nilai Humanism dalam al-Qur’an

1) Pengertian Humanism
Humanisme berasal dari Latin, Humanis berarti manusia dan isme berarti paham atau aliran.Menurut Mangun Harjana humanism adalah pandangan yang menekankan martabat manusia dan kemampuannya.Secara umum humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia.[4]

Hingga kini banyak orang yang memandang ajaran humanism sebagai sebuah gagasan yang positif karena mengingatkan orang untuk cinta kepada sesame, memiliki toleransi, berperikemanusiaan, cinta akan perdamaian dan persaudaraan. Akan tetapi sesungguhnya secara filosofis makna humanism jauh lebih signifikan dari itu, karena humanism adalah cara berpikir yang mengemukakan konsep perikemanusiaan sebagai focus dan satu tujuan. Dengan kata lain, humanisme mengajak manusia berpaling dari Tuhan dan hanya mementingkan keberadaan dan identitasnya sendiri.

Definisi humanism juga dikemukakan oleh salah seorang juru bicara humanisme paling terkemuka masa kini, Corliss Lamont. Dalam bukunnya yang berjudul “Philosophy of Humanism”, ia menulis:
“…Humanisme meyakini bahwa alam semesta merupakan jumalah total dari realitas, bahwa materi energid an bukan pikiran yang merupakan bahan pembentuk alam semesta, dan bahwa entitas supernatural sama sekali tidak ada. Ketidaknyataan supernatural ini pada tingkat manusia berarti bahwa manusia tidak memiliki jiwa supernatural dan abadi; dan pada tingkat alam semesta sebagai keseluruhan, bahwa kita tidak memiliki Tuhanyang supernatural dan abadi”.
Humanism nyaris identik dengan ateisme. Bahkan sebagian orang menggunakan humanism sebagai nama lain bagi ajaran yang tidak mengakui adanya Tuhan tersebut, dan ini diakui oleh kaum humanis.[5]

2) Humanism dalam Islam
Konsepsi berbagai masyarakat dan ideologi dunia mengenai humanisme terbagi dengan berbagai macam aliran dan pandangan yang berbeda.Secara garis besar, konsepsi itu terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok yang mengagungkan manusia secara berlebihan sehingga mendewakannya dan konsep merendahkan manusia sebagai makhluk yang hina dan berdosa.Pandangan yang mengagungkan manusia secara berlebihan misalnya dijumpai dalam peradaban Yunani lama.Peradaban itu mengembangkan ajaran humanisme yang kuat, dibangun atas dasar naturalisme yang berlebihan, sehingga terjadi pendewaan terhadap manusia. Yang menganggap rendah terhadap manusia misalnya kelompok masyarakat yang selalu menonjolkan pandangan bahwa manusia itu adalah makhluk yang lemah, penuh dosa, hina dan pandangan negatif lain yang tidak terpuji.

Humanisme dalam Islam ditegakkan di atas dasar kemanusiaan yang murni diajarkan al-Qur’an.Konsepsi Islam mengajarkan pada umatnya, bahwa Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidaklah menciptakan manusia dengan sia-sia. Dia telah mengaruniakan panca indera, akal dan fikiran serta menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, sempurna lahir dan bathin. Humanisme dalam ajaran Islam tidaklah bersifat ekstrim seperti kedua pandangan di atas.Ia tidak mendewakan manusia dan juga tidak merendahkannya, Islam menempatkan manusia pada proporsi sebenarnya. Manusia merupakan makhluk yang menerima amanah Tuhan agar dapat mengkelola alam semesta bagi kesejahteraan bersama.Dengan demikian manusia menjadi makhluk yang paling baik dan sempurna, apabila melaksanakan amanah tersebut. Sebaliknya ia akan menjadi makhluk yang hina apabila menghianati amanat itu dan berbuat kerusakan di muka bumi.

Menurut pandangan Islam, mulia atau rendahnya manusia tidak terletak pada wujudnya semata sebagai makhluk Tuhan, akan tetapi terletak juga bagaimana ia dapat menjadikan dirinya bermanfaat bagi sesama makhluk. Apabila manusia beriman kepada Allah dan berbuat kebajikan sehingga mereka mampu berbuat banyak dalam mengelola alam maka ia menjadi makhluk terbaik. Sebaliknya apabila manusia ingkar dan berbuat kerusakan di muka bumi serta menghianati amanat yang luhur itu akan tercampak dalam kehinaan dan kenistaan. Amanat Allah yang diberikan kepada manusia adalah merupakan landasan yang kokoh baginya agar berkiprah dalam kehidupan ini sehingga menjadi makhluk yang terbaik. Manusia sajalah yang dapat menduduki derajat yang tinggi itu, karena tidak ada makhluk lain yang dapat melaksanakan amanat yang agung itu.

Humanisme dalam Islam didasarkan pada prinsip-prinsip yang nyata, fitri dan rasional.Ia melarang mendewakan manusia atau makhluk lain dan juga tidak merendahkan manusia sebagai makhluk yang hina dan berdosa. Humanisme dalam ajaran Islam didasarkan pada hubungan sesama umat manusia, baik hubungan sesama muslim ataupun hubungan dengan umat lainnya. Humanisme Islam didasarkan pada :

a. Saling mencintai, kasih sayang dan menjaga kebersamaan. “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”. (Q.S. al-Hujarat : 10). “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan mereka, kecuali bisikan dari orang yang menyuruh manusia bersedekah, atau berbuat yang ma’ruf atau mengadakan perdamaian diantara manusia”. (Q.S. al-Nisa : 114).

b. Berpegang teguh pada agama Allah, tidak berselisih, tidak bercerai berai dan selalu menghindari permusuhan. “Dan berpegang teguhlah kepada tali (agama) Allah dan jangan bercerai berai....”.(Q.S. Ali Imran: 103). “Janganlah kamu saling bermusuhan yang menyebabkan kamu menjadi lemah dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah....” (Q.S. al-Anfal : 46).

c. Menjalin hubungan dengan umat lain yang tidak memusuhi umat Islam dengan jalan saling kenal mengenal, saling berbuat baik dan saling bersikap adil. “Wahai manusia sesungguhnya Kami menciptakanmu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menjadikan kamu berbagai bangsa dan suku agar kamu saling kenal mengenal...”(Q.S. al-Hujarat : 13). “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (Q.S. al-Mumtahanah :8).

d. Menjamin kebebasan beragama. “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah”. (Q.S. al-Baqarah : 256).

e. Saling menghormati dan menjunjung kehormatan diri serta memelihara hak bersama.[6]

C. Penerapan Humanisme
Dalam konsep kehidupan bermasyarakat sendiri, Islam menerapkan pentingnya humanisme di kehidupan sosial.Setiap muslim dalam interaksinya dengan umat yang lainya diperintah oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk saling kenal mengenal dan menghormati walaupun berbeda suku, bangsa, agama maupun kepercayaan, karena memang begitulah salah satu perintah Allah kepada manusia.
Islam mengajarkan tentang pentingnya persatuan umat manusia.Karena manusia tidak mungkin untuk hidup sendiri secara terpencil. Setiap muslim berkewajiban untuk hidup sebagai umat yang bersatu dan tidak terpecahkan. Para pemimpin mampu berbuat adil. Dengan adanya pemimpin tersebut, diharapkan akan ada yang dapat mengatur setiap tindakan dari manusia, sehingga humanisme, ketertiban, dan keteraturan hidup dalam komunitas umat dapat tercapai.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manusia menurut al-Qur’an dimaknai dengan beberapa istilah, yaitu:

a. Al-insan
Kata al-insan berasal dari kata nasiya yang artinya lupa, menunjukkan adanya hubungan dengan kesadaran diri. Manusia disebut al-insan karena kecenderungannya akan sifat pelupa sehingga memerlukan teguran dan peringatan. Kata al-insan digunakan Al-Quran untuk menunjukkan kepada manusia secara keseluruhan dari totalitas, jiwa, serta raganya.

b. Al-basyar
Kata al-basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk, baik laki-laki maupun perempuan, baik satu maupun banyak.Kata al-basyar adalah jamak dari kata basyarah yang artinya kulit.Al-Quran menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan satu kali dalam bentuk mutsanna (dual) untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya.Al-basyar dipakai untuk menunjukkan dimensi alamiahnya, yang menjadi ciri pokok manusia pada umumnya, seperti makan, minum, dan mati sehingga manusia disebut al-basyar karena manusia cenderung perasa dan emosional sehingga perlu disabarkan dan didamaikan.

c. Bani Adam
Bani Adam artinya susunan keturunan anak cucu anak Nabi Adam dan generasi selanjutnya.
Sedangkan humanism terbagi menjadi dua pandangan yang berbeda yaitu kelompok yang mengagungkan manusia secara berlebihan sehingga mendewakannya dan konsep merendahkan manusia sebagai makhluk yang hina dan berdosa. Namun humanism dalam ajaran islamtidaklah bersifat ekstrim seperti kedua pandangan di atas. Ia tidak mendewakan manusia dan juga tidak merendahkannya, Islam menempatkan manusia pada proporsi sebenarnya. Manusia merupakan makhluk yang menerima amanah Tuhan agar dapat mengkelola alam semesta bagi kesejahteraan bersama.Dengan demikian manusia menjadi makhluk yang paling baik dan sempurna, apabila melaksanakan amanah tersebut. Sebaliknya ia akan menjadi makhluk yang hina apabila menghianati amanat itu dan berbuat kerusakan di muka bumi. Nilai humanism islam didasarkan pada: 1. Saling mencintai (Q.S al-Hujurat:10) 2. Berpegang teguh pada agama Allah, tidk berselisih dan bercerai berai (Q.S ali-Imran: 103) 3. Menjalin hubungan dengan umat lain (Q.S al-Hujurat:13). 4. Menjamin kebebasan beragama (al-baqarah: 256) 5. Saling menghormati dan memelihara hak bersama.

DAFTAR PUSTAKA
Lase, Y. (2017, Februari 16). Humanisme. Retrieved from http://nemalase01.blogspot.com/2017/02/makalah-humanisme.html
Ramadani, D. D. (2017, Mei 27). Apakah Humanisme Sama dengan Kemanusiaan. Retrieved from https://www.kompasiana.com/desinta_dr/5928e971537b611f048b4569/apakah-humanisne-sama-dengan-kemanusiaan
Tp. (2008, Juni 2). Humanisme dalam Islam. Retrieved from http://darmi-ar.blogspot.com/2008/06/humanisme-dalam-islam.html?m=1
tp. (2014, Juni 24). Konsep Manusia dalam al-Qur'an. Retrieved from http://www.kompasiana.com/honey95t/konsep-manusia-dalam-al-quran_54f99cfda33311c8568b46cb
tp. (2015, April 17). Konsep Manusia Menurut Humanisme dan al-Qur'an. Retrieved from http://kangasepweb.blogspot.co.id/2015/04/konsep-manusia-menurut-humanisme-dan-al.html
tp. (n.d.). humanism, al qur’an dan Sunnah. Retrieved from https://www.google.co.id/amp/s/h1dupku.wordpress.com/2013/01/23/humanism-al-quran-dan-sunnah/amp/


[1] Yunema Lase, Humanisme, http://nemalase01.blogspot.com/2017/02/makalah-humanisme.html
[2] http://kangasepweb.blogspot.co.id/2015/04/konsep-manusia-menurut-humanisme-dan-al.html
[3] http://www.kompasiana.com/honey95t/konsep-manusia-dalam-al-quran_54f99cfda33311c8568b46cb
[4]Desinta Dewi Ramadani, Apakah Humanisme Sama dengan Kemanusiaan, https://www.kompasiana.com/desinta_dr/5928e971537b611f048b4569/apakah-humanisne-sama-dengan-kemanusiaan diakses 19 Oktober pukul 10:54.
[5] tp, humanism, al qur’an dan Sunnah, https://www.google.co.id/amp/s/h1dupku.wordpress.com/2013/01/23/humanism-al-quran-dan-sunnah/amp/ diakses 19 Oktober pukul 11:24
[6] Tp, Humanisme dalam Islam, http://darmi-ar.blogspot.com/2008/06/humanisme-dalam-islam.html?m=1 diakses 22 0oktober 2018

Post a Comment for "MAKALAH MANUSIA DAN NILAI HUMANISM DALAM AL-QUR'AN"