Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
النُّصُوْصُ قَدْ إِنْتِهَى وَالْوَقَائِعُ غَيْرُ مُتَنَهِيَة # صَلِحٌ لَكُلِّ زَمَان وَمَكَان

Sumber Penafisran, Metode dan Corak Penafsiran Tafsir Adwa Al-bayan

1. Sumber Penafsiran

Tafsir Adwa al-Bayan tergolong tafsir bi al-ma’tsur yang berusaha menjelaskan makna yang terkandung dalam suatu ayat dengan ayat lain, atau dengan hadits Nabi saw. Dan jarang atau sedikit sekali menggunakan ra’yu, pemikiran akal, untuk menjelaskannya. Penggunaan ra’yu itu hanya ketika dibutuhkan saja.

Hadits-hadits yang digunakan dalam tafsir ini sebagian besar diambil dari kitab-kitab hadits yang digunakan oleh kaum Muslimin secara luas yakni al-Kutub al-Tis’ah. Meskipun ada juga hadits-hadits yang digunakan tanpa menyebut mukharrijnya.

2. Metode dan Corak Penafsiran

Tafsir ini bukan bukan Tafsir Maudhu’i (tematis), dimana seorang mufassir tidak memulai tafsirnya dari surat pertama sampai surat terakhir melainkan memilih satu tema dalam al-Qur’an untuk kemudian menghimpun seluruh ayat Qur’an yang berkaitan dengan tema tersebut baru kemudian ditafsirkan untuk menjelaskan makna tema tersebut.

Untuk disebut sebagai tafsir dengan metode Tahlily, yang mana mufasir-nya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an, juga kurang tepat. Mungkin lebih tepat kalau metode tafsir ini dikelompokkan dalam metode tafsir Muqarin yang menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat, atau ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama. Atau dalam sumber lain dikatakan bahwa dalam menafsirkan al-Qur’an, asy-Syinqithi menggunakan dua metode pokok, yakni metode literer/naqli (al-manhaj an-naqli) dan metode rasional/‘aqli (al-manhaj al-‘aqli). Metode naqli yang dimaksud dalam hal ini adalah metode penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan al-Qur’an, al-Hadits dan Ijma’. Sedangkan metode ‘aqli yang dimaksud dalam hal ini adalah penggunaan metode-metode rasional dalam penafsiran al-Qur’an seperti qiyas, analisis kebahasaan dan ushul fikih.

Mengenai metode penafsiran naqlinya, ia mengatakan dalam pendahuluan tafsirnya:

واعلم أن من أهم المقصود بتـأليفه أمران"...

احدهما بيان القرأن لاجماع العلماء على أن أشرف أنواع التفسير كتاب الله بكتاب الله, اِذ لا أحد أعلم بمعنى كلام الله من الله جلا وعلا..."

Hal ini menunjukkan bahwa asy-Syinqithi berusaha untuk menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an. Dan ini adalah metode yang juga dijalankan oleh Rasulullah dan para sahabatnya serta para ulama setelahnya yang dikenal dengan tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an. Hal ini karena terkadang suatu ayat turun di satu tempat secara mujmal, atau muthlaq atau ‘amm, dan ditemukan penjelasannya secara mubayyan, muqayyad dan mukhashshash di tempat yang lain.

Misal dalam hal ini adalah saat asy-Syinqithi membahas pernikahan antara muslim dengan non muslim. Ia menegaskan tentang makna musyrik dan ahl al-kitab dalam surat al-Baqarah: 22 dengan menghadirkan surat al-Ma’idah:5, al-Bayyinah: 1 dan 6, al-Baqarah: 105, dan at-Taubah: 30-31. Selain itu, asy-Syinqithi juga menafsirkan al-Qur’an dengan Hadis. Ia mengatakan:

واعلم أن مما التزمنا في هذاالكتاب المبارك أنه"... أِن كانت للأية الكريمة مبين من القرأن غير واف بالمقصود من تمام البيان فاِنا نتمم البيان من السنة من حيث اِنها تفسير للمبين"...

Asy-Syinqithi terhitung sangat banyak mengutip hadis untuk menguatkan penjelasan atas sebuah ayat, menafsirkannya ataupun menjadikannya sebagai dalil dalam menentukan sebuah hukum. Bahkan sebagian besar dalil yang disampaikan oleh asy-Syinqithi dalam tafsir ayat-ayat hukum adalah hadis. Saat menafsirkan surat al-Baqarah: 229, ia berbicara tentang talak tiga dengan satu lafadz dan mengemukakan pendapat para ulama yang menyatakan keabsahan dan tidaknya, dan perdebatan antara ulama’ tentang masalah tersebut. Dengan panjang lebar, ia membahas masalah ini dengan menyebutkan banyak hadis yang menguatkan kedua pendapat, kemudian mentarjih antar pendapat tersebut dengan menyebutkan kelemahan dan kekuatan masing-masing pendapat.

Selain itu, asy-Syinqithi juga sering mengutip ijma’ dan kesepakatan para ulama atas sebuah permasalahan hukum untuk menguatkan penjelasannya setelah mengutip ayat al-Qur’an atau hadis. Misalnya adalah saat ia membahas masalah kafarah dzihar.

Mengenai metode ‘aqli atau rasional yang dipakai, asy-Syinqithi pada dasarnya bertumpu pada beberapa sumber, antara lain ushul fiqh dan kaidah fiqhiyyah, bahasa, dan penalaran murni. Hanya saja, sumber-sumber ini digunakan untuk menguatkan metode naqli, memperjelas makna yang ada atau digunakan saat tidak ada nash yang jelas dalam masalah yang dibahas.Tentang metodenya dalam masalah fiqh, ia mengatakan dalam pendahuluan tafsirnya tentang tujuannya dalam mengarang tafsir:

بيان الاحكام الفقهية في جميع الايات المبينة" بالفتح – في هذا الكتاب, فاِننا نبين ما فيها من الاحكام وادلتها من السنة, وأقوال العلماء في ذلك ونرجح ما ظهر لنا أنه الراجح بالدليل من غير تعصب لمذهب معين ولا لقول قائل, لان كل كلام فيه مقبول ومردود اِلا كلامه ص.ل ومعلوم أن الحق ولو كان قائله حقيرا"

Karena Adhwa’ al-Bayan adalah kitab dalam bidang tafsir, dan bukan dalam bidang fikih, maka tentu saja tidak disusun dengan urutan bab-bab dalam fikih. Asy-Syinqithi berbicara tentang masalah hukum apabila ia melewati ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum (ayat al-ahkam). Hanya saja, saat ia melewati ayat-ayat hukum dan berbicara tentang masalah fikih, ia membuat urutan-urutan pembahasan secara baik dan detil. Saat berbicara tentang masalah dzihar misalnya, ia membuat bab tersendiri tentang dzihar, membagi pembahasannya dalam 17 masalah, dan membagi beberapa masalah yang ada dalam beberapa cabang masalah (far’). Dan itu dilakukannya dalam masalah-masalah yang lain.

Ketika berbicara dalam sebuah masalah yang menimbulkan banyak perbedaan pendapat, asy-Syinqithi selalu menuturkan berbagai pendapat yang ada, menyebutkan dalil-dalil yang dipakai oleh setiap kelompok, dan kemudian melakukan perbandingan antar dalil (munaqasyah al-adillah). Jika perbedaan tidak begitu kuat, ia hanya menyebutkan perbedaan antar ulama dan dalil masing-masing tanpa melakukan perbandingan antar dalil. Dalam menjelaskan perbedaan pendapat, sering sekali ia mengutip pendapat para ulama dan member sedikit komentar atas perbedaan tersebut sekedar menjelaskan kelemahan atau keunggulan satu pendapat atau mentarjih pendapat yang dianggapnya kuat.

Hanya saja, dalam menjelaskan pendapat dalam beberapa madzhab, ia seringkali mendahulukan pendapat Imam Malik. Hal ini menunjukkan bahwa ia memang lebih cenderung pada madzhab Maliki, madzhab yang pernah dianutnya saat ia belum berpindah ke Arab Saudi. Akan tetapi, ia tidak fanatik (ta’ashshub) pada madzhab Maliki. Contoh yang paling jelas dalam hal ini adalah saat ia menjelaskan perbedaan ulama tentang makna al-qur’an dan masalah khulu’.

Sedangkan coraknya sebagaimana telah disinggung di awal adalah corak fiqh, sebab pengarangnya adalah seorang yang menekuni bidang fiqh dan menjadi pengajar bidang ini baikdi Madinah maupun Riyadh.


Sumber :
  1. Abdul Haris, Distingsi Tafsir Adhwau al-Bayan fi Idhah al-Qur’an bi al-Qur’an, tp, tt.
  2. Sofianasma, Muhammad al-Amin asy-Syinqithi dan Metode Tafsirnya, https://sofianasma.wordpress.com/2013/01/07/muhammad-al-amin-asy-syinqithi-dan-metode-tafsirnya/ diakses 11 Desember pukul 22.00 WIB
  3. Abdul Haris, Distingsi Tafsir Adhwau al-Bayan fi Idhah al-Qur’an bi al-Qur’an, tp, tt.

Post a Comment for "Sumber Penafisran, Metode dan Corak Penafsiran Tafsir Adwa Al-bayan"